Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2008

Diperas Tetangga: Sebuah Modus Operandi

Lepas magrib, seorang ibu dengan segerombol pasukan yang jarak rumahnya sekitar seratusan meter dari tempat tinggal saya menggedor pintu rumah. Dia menuntut pertanggungjawaban karena katanya, saya telah melindas kaki anaknya dengan kendaraan yang saya kendarai. Langsung lusinan pertanyaan keluar dari mulut saya: Kapan? Tadi Jam berapa? Pokoknya tadi Kenapa tadi pas kejadian tak teriak? Ibu siapanya korban? Teman Tadi katanya anak? Di sebelah mana kejadiannya? Di sana, jalan ini dekat itu... Bye. Saya tidak lewat jalan itu. Katanya ada saksi juga, seorang perempuan muda berparas cantik. Pertanyaan sama saya ulangi. Tadi, barusan. Tadi apa barusan? Iya, tadi. Tadi apa barusan? Iya, barusan. Ciri-ciri yang menyopir mobil? Perempuan. Berjilbab. Bye...

Basil Mandi di Bak

Baca Tarot: Apakah Pemerintah Akan Jadi Menaikkan Harga BBM?

Demo anti kenaikan harga BBM memancing keisengan saya untuk membaca kartu tarot. Apakah Pemerintah berani menurunkan harga BBM? Yes. Harga BBM akan dinaikkan. Tapi jadualnya akan diundur, bukan akhir Mei. Naiknya pun tidak akan sebesar 30%, kemungkinan di bawah itu. Apakah SBY akan aman hingga akhir masa jabatannya gara-gara menaikkan harga BBM? Kemungkinan masih, meskipun babak belur dihajar berbagai hujaman kritik. Ah, namanya juga ramalan iseng.

Ketika Tokoh-tokoh Negara Wafat, Kemana Megawati?

Megawati sama sekali tidak menunjukkan belasungkawa ketika Soeharto meninggal dunia. Padahal hampir semua elemen bangsa muncul ke permukaan sekedar untuk mengekspresikan penghormatan terakhir pada mantan presiden itu. Megawati sepertinya belum menyembuhkan luka hatinya atas perbuatan Soeharto di masa lampau kepada Bapaknya. Padahal Soeharto telah berbaik hati tak menyeret Soekarno ke pengadilan. Saat Sophan Sophian wafat pun, Megawati menenggelamkan diri. Kita tahu bagaimana Sophan pernah mendukung Megawati di partai kepala banteng. Padahal presiden kita yang sedang menjabat saja menyisihkan waktu untuk hadir. Lagi, Megawati belum menyembuhkan luka hatinya karena Sophian pernah bersebrangan prinsip dengannya. Pemimpin adalah simbol. Ia perlu pura-pura tersenyum meskipun hatinya sedih dan marah. Pura-pura legawa meskipun kalah dan berdarah-darah.  Mega tak pernah mau menyembuhkan luka hatinya. Ia bawa luka hatinya dari masa ke masa, dari jaman ke jaman. Bahkan, kini ia menca

Indonesia Can-lah

Menyambut peringatan seabad hari Kebangkitan Nasional, bangsa kita menciptakan slogan yang sangat singkat dan padat: Indonesia BISA. Sepertinya mengekor pada dua negara tetangga kita yang telah terlebih dahulu melahirkan sloga-slogan yang pendek. Malaysia pernah mempopulerkan Malaysia BOLEH dan Singapore mengibarkan Singapore ROARS. Mengaum! Indonesia bisa apa? Tentu, bangsa kita banyak bisanya. Bisa ini itu, tak kalah dengan bangsa lain. Makanya kita perlu bangga dengan kebisaan yang bisa kita lakukan. Termasuk bisa menjiplak. Dengan dicanangkannya kata 'bisa' menjadi slogan kebangkitan Indonesia baru, sepertinya disadari atau tidak, kita telah memproklamirkan diri sebagai bangsa plagiat. Anda tentu ingat iklan minuman energi M150. Produk tersebut punya solgan yang selama bertahun-tahun terus diusung: Bisa! Saya sedang membayangkan, jika seorang asing minta slogan tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, apa yang akan kita sebut? Apakah ada kata lain selain 'CAN&

Wacana: Jika Koruptor Dilarang Masuk ke Mall

Andai saya bisa melobi para pembuat undang-undang, saya akan mengusulkan agar pusat perbelanjaan steril dari para koruptor. Mengapa? Pemilik uang 'panas' biasanya, hawanya ingin belanja melulu. Jadi sebetulnya, tak hanya pusat perbelanjaan, tapi juga pusat hiburan, termasuk restoran. Caranya? Manajemen pusat perbelanjaan diharuskan memasang signage yang bunyinya kurang lebih: "Koruptor, Keluarga Koruptor, dan Kroninya Dilarang Masuk Mall". Semoga ampuh. Lebih luas lagi kelak, gedung-gedung dan insitusi lainnya pun diikutsertakan dalam kampanye serupa. Misalnya di bandara: "Koruptor Dilarang Naik Pesawat", di pelabuhan: "Koruptor Dilarang Naik Kapal", pada taksi: "Koruptor Dilarang Naik Taksi", pada bajaj: "Koruptor Dilarang Naik Bajaj". Tempat lain seperti: "Koruptor Dilarang Masuk Rumah Sakit", "Koruptor Dilarang Pergi ke Dukun", "Mak Erot Tidak Melayani Koruptor". Termasuk Inul Vizta: "Kor

Wacana: Memasang Wajah Koruptor pada Billboard

Apa yang paling menyita perhatian Anda satu dua hari terakhir ini? Demo mahasiswa yang menuntut dibatalkannya kenaikan harga BBM? Gempa di Cina yang membunuh hingga lebih dari 8000 orang? Thomas Cup? Piala Eropa? Sejanak saya memang memperhatikan isu-isu di atas. Tapi kemudian terus mengusik dan membuat hati tidak tenang adalah ketika menyimak semua berita tentang korupsi. Bikin sesak. Saking seringnya kasus dugaan korupsi terungkap, membuat saya senewen. Bahkan pernah apathis. Saat seperti itu saya sering ingin menjadi jaksa atau polisi atau Malaikat pencabut nyawa, agar sang koruptor tak membuat banyak dalil agar bebas dari jeratan hukum. Semakin pintar mereka berkicau, semakin banyak uang di kantong, semakin besar peluang mereka untuk bisa bebas. Hukum kita bisa dibeli. Pengacara kita bisa diatur dengan nominal. Negara kita tinggal menunggu kolaps. Andai saya berlebihan uang, ingin rasanya menyewa semua ruang billboard yang tersedia di seluruh kota, untuk m

Jika Negara Chaos Karena Harga BBM Jadi Dinaikkan

Apa yang akan terjadi jika pemerintah yang dipimpin SBY jadi mengumumkan kenaikan harga BBM? Negara akan chaos. Ini mungkin benar. Siapa akan rela membelanjakan uang lebih banyak dari biasa untuk membiayai hidup? Mahasiswa sudah turun ke jalan. Semua orang gelisah. Menghitung penghasilan, membandingkan dengan pengeluaran. Siapkah kita menjadi serba kekurangan?

Jadi MC di Family Gathering FE UNJ

Saya menyodorkan diri jadi MC untuk family gathering FE UNJ. Hehehe, lumayan heboh mengajak semua anak-anak karyawan dan dosen tampil di atas panggung.

Basil ke Taman Safari

Bayi yang lahir prematur katanya ringkih. Jika tidak dirawat dengan hati-hati akan mudah sakit. Tentu saja kami ingin merawatnya dengan baik. Namun tak mau terjebak pada sebuah teori yang justru membuat bayi prematur jadi terkesan sebagai pasien. Basil, anak kami, lahir ketika usia kandungan baru delapan bulan. Berat badannya cuma 2,1 kg ketika dikeluarkan dari rahim. Alhamdulillah selalu sehat hingga hari ini dan terus menggendut. Maka, dengan bismillah, entah berapa mall sudah kami kunjungi dengan Basil dalam gendongan. Termasuk ruang pameran, pasar tradisional, hingga ke luar Jakarta. Kami justru menginginkan agar Basil imun dari berbagai macam penyakit. Dia harus kuat. Dia harus mudah beradaptasi dengan segala cuaca dan lingkungan. Insyaallah.