Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2010

Sekali Lagi, tentang Karma

Sangat sulit menjelaskan apa itu karma pada orang-orang yang sudah didogma oleh satu keyakinan tertentu karena konsep karma hanya dikenal pada konteks Budhis. Karma berhubungan dengan aksi dan reaksi. Mengingatkan saya pada Hukum Newton 3, ada aksi ada reaksi. Sesuatu yang sederhana untuk dimengerti. Jika kita bicara kasar sama seseorang, akibatnya sudah bisa kita tebak. Saya melihat karma dari sudut berbeda. Kebetulan beberapa hari ini saya terlibat banyak perbincangan dengan beberapa sahabat dengan sejumlah kasus yang berbeda. Seorang sahabat, karena memiliki kamar kosong di rumah yang dia kontrak, dia mengontrakan kembali kepada orang lain kamar tersebut. Sayangnya, orang asing ini berperilaku sangat tidak menyenangkan. Sahabat saya berpikir untuk mengusir orang ini. Saya bilang jangan, biarkan orang itu di sana sampai waktunya tiba dia keluar sendiri. "Kamu selesaikan karma kamu karena jika tidak, kamu akan bertemu dengan orang yang serupa seperti itu." Sahabat saya yang

Masih Saja Ada yang Jahili Saya

Kesabaran saya hampir habis. Seseorang dari Jakarta tak hentinya mengganggu ketentraman hati. Apa masalah dia, ya? Di hati saya, insyaallah, tak sedikit pun keinginan untuk melukai, merugikan, atau apalah yang bermaksud membuat dia terusik. Tapi apa yang dia lakukan? Masyaallah. Jika saya masih berhubungan dengan dia, itu karena sesuatu yang tak bisa saya hindari. Tapi di luar urusan yang sangat penting, saya benar-benar membatasi diri. Saya tak mau ambil keuntungan atau pun berkonflik dengan dia. Bahkan dengan tanpa melakukan apa pun saja sudah dia jahili apalagi jika saya bertindak keliru? Saya hanya bisa mengurut dada. Mungkin ini bagian dari perjalanan hidup yang harus saya hadapi. Saya hanya ingin menjalani karma saya sebaik mungkin. Semoga segera berlalu.

Ribut 'Cowboys in Paradise Bali'

Saya sempat menyaksikan video 'Cowboys in Paradise Bali'. Bukan video bagus yang layak dibahas, kecuali kontroversialnya saja. Saya tak mau menghakimi. Tapi reaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu di pantai Kuta, Bali, dengan merazia para lelaki muda yang diduga berpraktek sebagai gigolo, amatlah disayangkan. Bukan juga saya mau menghalalkan kegiatan mereka. Maksud saya, come on, Bali itu sudah menjadi tujuan wisatawan terpopuler di Indonesia, sangatlah tidak bisa dipisahkan dari unsur kegiatan esek-esek. Tidak hanya di Bali, ini berlaku secara umum di mana pun di dunia. Kalau razia baru dilakukan sekarang setelah video di youtube itu, apa selama ini pemangku adat, pejabat, dan pihak kepolisian buta? Lelaki-lelaki muda yang biasanya berbadan kekar dan berkulit gelap, mereka gentayangan di sepanjang pantai Kuta dari pagi hingga malam. Perilaku mereka sangat jelas. Meskipun saya sesekali saja mengunjungi pantai Kuta, baik dari penglihatan langsung maupun ce

'Jalan-jalan' ke Murdoch University

Saya mendapat email dari perpustakaan Murdoch University, supaya segera mengembalikan sejumlah buku yang saya pinjam. Saya coba perpanjang dengan menghubungi mereka melalui email, tapi dibilang tak boleh. Harus dikembalikan dulu. Begitu tiba di meja staf, ternyata tak seperti itu kelihatannya. Jadi bingung. Anyway, saya masih boleh memperpanjang buku-buku tersebut. Di Australia, ketika sistem berjalan dengan baik, saya bisa meminjam buku dari perpustakaan mana pun di benua ini. Sebetulnya bisa pinjam online. Buku yang kita mau, akan datang dalam hitungan hari. Misalnya, meskipun saya kuliah di ECU, Australia Barat, saya pernah pinjam buku dari universitas di Sydney dan Queensland, Australia bagian timur. Tapi seringkali kalau pinjam online kurang seru. Makanya beberapa kali saya datang langsung ke universitas lain. Sambil jalan-jalan, sambil membandingkan.

Tiga Tahun Lagi

Dalam mimpi, Ibu saya bilang, umur beliau sudah 67 tahun. Tinggal tersisa tiga tahun lalu. Ah, mimpi saya dua malam lalu itu sangat mengganggu. Tapi lillahi ta ala, saya pasrahkan pada Sang Mahapemilik ajal saja. Malam tadi pun saya masih bermimpi tentang Ibu saya. Sejujurnya, hampir setiap malam. Mungkin karena saya kangen, ya.

Innaloo, My New Home

Dengan membayar jasa taksi lebih dari 37 dolar, akhirnya saya pindah dari Maylands ke Innaloo, Minggu, 25 April 2010. Saya mendapatkan rumah ini dari sebuah pengumuman kecil di papan pengumuman kampus. Biasanya di papan itu, memang banyak mahasiswa yang memasang iklan mencari teman untuk kontrak bareng, jual mobil, sampai jual hewan peliharaan. Sebetulnya saya juga sempat mencari info lewat gumtree.com dan berkunjunglah ke suatu rumah di kawasan Perth Selatan. Ah, saya suka dengan lingkungannya yang dekat dengan berbagai macam fasilitas. Sayangnya, sangat jauh dari kampus. Setidaknya, jikapun saya pindah, saya harus mendapat manfaat lain dari rumah baru saya. Rumah yang saya tempati sekarang baru dibangun setahun lalu. Maka segala rupanya memang masih baru. Saya tinggal dengan seorang mahasiswa undergraduate asal Australia yang bekerja full time di sebuah toko minuman. Saya tak heran jika hampir di setiap sudut rumah ada botol minuman, baik yang masih berisi maupun yang kosong. Bujanga

Anzac Day

Peringatan Anzac day, semacam hari pahlawan di Australia, yang jatuh pada hari Senin, dibuat dengan melibatkan masyarakat umum. Tanggalan dibuat merah, poster-poster dan iklan pemberitahun ramai dipublikasi di seluruh penjuru kota sejak beberapa minggu lalu. Bahkan disediakan angkutan khusus dengan jadual khusus. Berita koran, majalah, TV, hingga portal berita internet ramai membahas sejarah Anzac day. Bahkan jika main ke toko buku, buku-buku baru perihal kejadian yang berhubungan dengan Anzac pun berjejeran mencoba menarik perhatian pengunjung. Saya tidak ikut merayakan. Malah sibuk bekerja di kampus.

Bye Bye Maylands

Saya baru saja memutuskan untuk pindah dari flat yang sekarang saya tempati. Keputusan mendadak, tapi sebetulnya juga tidak mendadak. Saya sudah merasa ada kelainan dari teman satu rumah saya. Menurut saya, dia terlalu rewel untuk segala hal yang menurut saya bukan prinsip. Seperti misalnya, saya mengangkat jemuran dengan membiarkan pintu terbuka. Dia berpidato panjang lebar tentang kelalaian saya. Dia juga pernah mengoceh karena saya tidak menyalakan exosfan saat mandi. Percayalah, itu tidak sering. Cuma sekali-sekali saja yang kebetulan dia lihat. Kali lain, saya pernah dua kali ditegur gara-gara saya mengaji subuh. Tentu saja saya tidak melakukannya dengan toa. Tapi buat dia, itu adalah gangguan yang harus dihentikan. Terakhir, ketika tengah malam saya bersandung. Ah, hanya bergumam di dalam kamar yang menurut saya tidak terlalu keras. Dasar saja dia terlalu kaku. Menurut saya, ketika kita bertetangga atau bahkan berbagi tempat dengan orang lain, sebaiknya kita tidak perlu menerapka

Perbedaan itu Sesungguhnya Kebenaran

Sembahyang Jumat di mushola kampus, di mana saya bisa bertemu dengan sejumlah muslim dari penjuru dunia, terutama dari negara-negara di Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Ketika saya kecil, ketika saya hanya bergaul dengan orang-orang satu kampus, saya melihat keseragaman gerakan dan bacaan ketika bersembahyang. Itu mungkin disebabkan karena guru kami sama. Begitu saya masuk SMA dan bergaul dengan teman-teman yang berbeda asal, perbedaan mulai terlihat. Lebih terlihat ketika saya pindah dari Bogor ke Jakarta. Lebih banyak variasi gerakan solat yang berbeda dari apa yang guru agama saya ajarkan waktu saya di madrasah. Apakah yang dilakukan orang lain salah? Atau apakah yang diajarkan guru saya yang salah? Akhirnya saya tinggal di Australia. Subhanallah, betapa perbedaan menjadi sangat nyata dan karena perbedaan itulah membuat saya jadi sangat yakin bahwa justeru perbedaan itulah yang sebetulnya kebenaran yang selama ini saya pertanyakan. Bayangkan, dari mulai berbusana saja saat solat saja

Bye Bye Bangkok

Setiap kali mengingat deadline penyerahan paper hari Senin, 26 April mendatang, rasanya langsung mual. Sebetulnya, secara keseluruhan paper saya yang akan dikirimkan ke Bangkok sudah bisa dikatakan selesai 80%. Yang saya lakukan, membaca ulang, menambah, mengedit, terus-terusan begitu. Tiba-tiba istri saya mengingatkan tentang kerusuhan di Bangkok yang terjadi akhir-akhir ini. Hah? Saya sama sekali tak pernah membaca tentang memanasnya sengketa politik di sana. Begitu saya buka internet dan mencari berita tentang chaos di ibukota Thailand itu, saya baru sadar. Sepertinya saya harus mempertimbangkan lagi yang sebaiknya dilakukan. Paper terus dikerjakan, tapi tak usah jadi pergi ke Thailand. Mungkin sebaiknya saya mengirimkan ke negara lain yang aman tapi tak terlalu jauh sehingga bisa hemat ongkos. Kecuali tentu saja ada yang sponsori. Kerusahan Bangkok mengingatkan saya pada kejadian yang menimpa Indonesia tahun 1998. Tapi saya tak bisa membandingkan mana yang lebih buruk. Yang pasti,

Menonton Redbull

Ikuti Saran Supervisor Biar Tidak Linglung

Awalnya saya tidak sependapt dengan saran supervisor riset saya untuk mulai fokus bekerja pada satu topik. Saya tidak bisa bekerja dengan cara begitu. Saya lebih tertarik membaca banyak topik supaya bisa segera tahu permasalahan secara gamblang dan kemana riset saya akan diarahkan. Padahal tentu saja karena kurangnya pengalaman saya dalam membuat penelitian. Dua minggu hanya baca dan menulis satu topik benar-benar menyiksa. Dua minggu dari waktu yang dijadualkan, saya sama sekali tidak sungguh-sungguh mengerjakan apa yang seharusnya saya kerjakan. Tapi karena saya harus bertemu keesokan harinya, dengan sistem kebut semalam, syukurnya saya bisa datang dengan membawa progres. Bukan progres yang diarahkan beliau, melainkan progres sesuai dengan pola pikir saya. Saya anggap, ini projek saya, bagaimana saya bekerja, mestinya terserah saya, dong. Saat itu, supervisor saya menyerahkan sepenuhnya kepada saya. Apapun caranya, yang penting progres harus tetap ada. Dua minggu kedua, saya masih me

Hujan di Bulan April

Pulang malam dari kampus sudah menjadi kebiasaan, demi mengejar proposal agar bisa selesai lebih cepat dari jadual. Tapi malam itu saya dihadang hujan, seperti juga yang terjadi pada malam sebelumnya. Saya tak menduga hujan akan turun sangat lama, bahkan sudah mulai sejak hari masih siang. Hujan awet sekali mengguyur Joondalup. Saya membayangkan badan akan kuyup jika saya paksakan pulang. Karena sudah malam, tak ada lagi bisa yang melayani dari lokasi kampus ke stasiun. Bis terakhir hanya beroperasi hingga jam 6pm. Sebelum pulang, saya mampir ke perpustakaan untuk mencari satu buku yang judulnya sudah saya persiapkan sejak beberapa hari lalu. Ide yang terus tertunda. Begitu saya akan keluar gedung untuk pulang, berbarengan dengan seorang mahasiswa berkulit hitam yang sepertinya hendak pulang juga. Ternyata orang itu bawa kendaraan dan memarkirnya di depan perpustakaan. "Mate, will you pass through the station?" Sapa saya tanpa ragu. Alhamdulillah, orang itu baik sekali mau

Mimpi Melukis Pusara

Source: Freakingnews.com Seorang pria meminta saya untuk melukis sesuatu pada kanvas dimana saya harus mengikuti dia ke sebuah tempat bernama Babakan Madang. Sepertinya saya pernah dengar nama daerah itu meskipun tidak tahu persis dimana. Ketika dia menunjukkan objek apa yang harus saya lukis, saya tercenung: sebuah pusara.

Menjadi Advokat, Bukan Pekerjaan Sederhana

Sejak November 2009 saya terdaftar sebagai voluntir di Citizen Advocate, sebuah organisasi nirlaba di Perth. Pekerjaan saya hanya menjadi teman untuk seorang 'klien' yang karena suatu hal, orang ini masuk ke dalam 'daftar orang yang harus menerima perhatian khusus' pemerintah Australia. Mudah tapi susah. Orang ini, saya sebut saja John, berusia 50 tahun lebih. Dia pernah mengalami kecelakaan pada saat remaja hingga dia mengalami short memory syndrome , sebuah keadaan dimana tak bisa mengingat apapun untuk kurun waktu lama. Beruntungnya dia hidup di negara maju seperti Australia yang memiliki perhatian khusus pada kesetaraan hak warga. Rumah dapat, uang saku mingguan, tunjangan ini itu, termasuk mendapat 'teman' seperti saya yang mestinya, tiap minggu bersedia meluangkan waktu barang satu jam untuk melihat dia. Sekedar mengobrol agar dia tak kesepian dan merasa mendapat perhatian. Kebetulan si John ini hidup sebatang kara. Tapi itulah susahnya, sering kali saya t

Mimpi 'Gelap'

Source: Pozadia.org Mimpi. Bicara santai sumringah dengan salah seorang rekan dosen di Jakarta. Beliau sudah pensiun, sekedar untuk memberikan gambaran rentang usia kami yang teramat jauh. Namanya 'Darkia'. Saya lupa apakah dia punya nama panjang atau cukup itu. Satu hal yang sangat saya ingat dari dia adalah tandatanganya. Dia menuliskannya menjadi 'Dark'. Jadi, dalam mimpi saya tadi malam, kami hampir saja mendiskusikan itu. Sayangnya, entah terbangun atau pindah ke mimpi lain, saya lupa. Jadinya mimpi tersebut tidak berujung dengan jelas. Dark. Was it omen? Reminder?

Mimpi Michael Jackson

Source: stupidcelebrities.net Malam hari, tapi terang benderang seperti siang hingga saya bisa dengan leluasa melihat suasana kampung halaman di Bogor. Angin berhembus sangat kencang, sampai-sampai saya bisa mengapung. Seseorang yang saya lalui, tampak akrab dalam masa kanak saya tapi saya tidak tahu siapa, saya sapa sambil saya tunjukkan cara melayang untuk memanfaatkan hembusan angin yang luar biasa kerasnya. Tapi orang itu berjalan seperti biasa, seolah tak ada apa-apa. Waktu itu saya bergerak dari arah selatan menuju utara, entah dari mana. Mungkin sehabis ziarah ke makam Bapak. Dua rumah sebelum rumah Mak, saya melihat di halaman rumah tetangga, bukan dengan kondisi rumah sekarang yang sudah tak berhalaman dan ganti pemilik, ada sebuah kolam renang kecil dengan warna biru terang yang sepertinya baru selesai dibuat namun sudah penuh dengan air. Saya berusaha mendarat, namun tak mudah ternyata. Arus angin begitu kuat. Ketika saya hampiri kolam itu, penampakan sudah beruba

Mimpi Pramudya Ananta Toer

Source: Zine.rukukineruku.com Entah bagaimana, bisa-bisanya Pramudya Ananta Toer hadir dalam mimpi. Saya tahu dia, karya-karyanya, termasuk masa lalunya. Tapi tak satu pun karyanya saya baca. Apa mungkin karena sekian hari lalu, ketika saya berkumpul dengan sejumlah mahasiswa Indonesia di Murdoch University, sekilas mereka membahas film tentang Pram yang mereka tonton? Mungkin saja. Satu hal yang membuat saya salut, ideologi dan kekerasan hati dia. Termasuk nasib baiknya yang bisa bertahan hidup dari segala kekejaman pemerintah yang berkuasa pada jamannya.

Selamat Jalan Bharata...

Senin, 7/4/2010. Masih dengan mata berat, begitu bangun pagi biasanya saya langsung mencari iPhone. Memeriksa apakah ada SMS atau email. Dua pesan masuk, pertama dari milis Kritikiklan dan yang kedua dari seorang sahabat. Dua-duanya mengabari tentang kematian sahabat saya Bharata Kusuma. Serasa tak percaya, saya matikan iPhone, lalu saya hidupkan lagi. Kabar itu betul adanya. Mengagetkan. Sungguh serasa tidak percaya mendengar kabar tiba-tiba itu. Seketika kenangan saya tentang dia liar di kepala. Pertama kali kenal karena saya dan dia sama-sama kuliah bareng di UI. Beberapa tahun kemudian setelah lulus, saya kerja bareng dia. Lalu kami masih masih terus bersilaturahmi. Ah, saya sangat kehilangan. Apalagi mengingat sejumlah perjalanan yang kami lakukan bersama ke Bandung, Aceh, Bali... Selamat jalan sahabat...

Maria Hardy & Marlia Hardi

Marlia Hardi yang pernah dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah artis senior yang sudah banyak membintangi layar lebar dan serial televisi. Ia mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri di kusen pintu. Saya ingat betul cerita itu karena mengikuti terus perkembangan beritanya dari majalah Tempo di tahun 80-an. Sekian puluh tahun kemudian, pada suatu tengah malam di bulan April 2010, pada saluran 1 ABC Australia, saya menyaksikan seorang artis legendaris Australia bernama Maria Hardy, juga mati bunuh diri. Ini bukan breaking news. Tayangan yang saya lihat berupa film documentary tentang artis itu yang dibuat oleh ABC. Nama mereka mirip, akhir hidupnya juga serupa. Jangan-jangan ada suatu hubungan antara keduanya? Susah juga ternyata mencari pertaliannya. Yang satu di Australia, yang satu di Indonesia. Jika yang mati duluan Marlia Hardi, mungkin saya bisa berasumsi kalau dia terinspirasi oleh Maria Hardy. Ternyata, Maria Hardy bunuh diri tanggal 7 Januri 1985, sementara 18 Juni 198

Bell Tower

Bersepeda di Pagi yang Mendung

Sabtu pagi. Langit di atas Perth mendung. Matahari sebentar-sebentar saja mengintip. Meskipun cuma berempat, kami yang sebelumnya janjian lewat milis AIPSA, asosiasi mahasiswa pasca sarjana Australia, sangat menikmati acara sepedaan hari itu. Berkumpul di Bell Tower, diakhiri di Mathilda Bay.

'Crawley Edge' Boatshed

Pondok Es Krim Mathilda Baya

Pondok es krim di Mathilda Bay jadi tujuan akhir kami. Masih pagi tapi untuk merayakan hari Sabtu itu, kami makan es krim bersama. Banyak para sepeda juga mengakhiri perjalanan mereka di sana atau mungkin sekedar mampir.