Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2013

Barley in the Box

Kontrak Selesai: Cabuuut!

Pontang-panting menyiapkan sejumlah bab yang harus diemail pagi ini sebelum meeting jam 9.30. Karena perhitungan waktu, saya ke kampus jam 2.30! Aje gile. Syukurnya, semua pekerjaan selesai sebelum jam 7. Pulang, lalu menyiapkan Basil untuk sekolah. Isteri saya hari ini tidak bekerja karena masih harus ke apartemen untuk bersih-bersih. Hari ini, tanggal terakhir menempati rumah itu. Packing, Cabuuuuut!

Wajah Website Parpol

Setelah November 2010 lalu saya mengintip sejumlah website partai , kali ini saya kembali mengintip website-website partai itu untuk melihat perubahan apa yang dilakukan oleh partai politik terhadap website mereka.  Ternyata, semua partai sudah bergenit-genit menjelang pemilu 2014 sehingga mereka tampil layak mewakili misi dan visi organisasi yang mereka usung. Hal yang paling mencolok dari semua website adalah dengan menampilkan ketua umum partai seolah untuk merekalah segenap unsur partai bekerja, kecuali Partai Demokrat tentu yang sudah tak berketua lagi.  Partai Sejahtera bagi Para Pemimpinnya Golkar masih setia dengan thema ekonomi kerakyatan

Kejar Tayang Thesis

Saya sempat sedih ketika riset supervisor saya menolak membaca thesis saya dan memberikan feedback hingga selesai sebelum tanggal 31 Maret. Saya merasa kerja keras saya sia-sia. Betapa tidak? Senin hingga Minggu, pagi hingga malam, pikiran dan tenaga saya kerahkan agar bisa fokus menyelesaikan thesis tepat waktu. Begitu thesis selesai, dia tak mendukung. Padahal, jika dia patuh terhadap timetable yang dia buat sendiri itu, sejak pertengahan Februari lalu mestinya thesis saya sudah selesai, seselesai-selesainya dan awal Maret lalu saya bisa serahkan ke kampus, dan sebelum tanggal 15 Maret, saya sudah berada di Jakarta. Namun, tidak saja saya harus memperpanjang visa, tapi saya malah dianjurkan perpanjang semester! Wtf! Tentu saja saya menolak keras. Bukan saja urusan biaya kuliah dan living cost, yang saya persoalkan adalah niat baik dari riset supervisor saya itu. Hal yang saya tuntut adalah tanggung jawab dia. Jika selama ini saya sudah bekerja keras, mengapa dia tak mau bekerja

Simsalabim!

Akhirnya, pagi ini satu aplikasi untuk menyewa sebuah apartemen ke sebuah property agent saya email, setelah kemarin saya dan keluarga melihat apartemen tersebut. Mudah-mudahan aplikasi ini dikabulkan meskipun bersaing dengan para pelamar lain. Saya benar-benar butuh tempat tinggal segera sebelum tanggal 15 Maret, supaya begitu kontrak sewa dengan property agent untuk apartemen yang saya tempati sekarang selesai, saya dan keluarga tenang karena jelas harus pindah ke mana. Agak mepet sebetulnya. Sangat beresiko. Tapi bukan karena karena selama ini diam. Selain karena sibuk dengan tetek-bengek thesis dan mengurus perpanjangan visa, mencari rumah sewa tidaklah mudah. Pertama yang harus diperhatikan adalah lokasi, agar tidak jauh dari stasiun. Alasannya, karena istri saya bekerja di kota naik kereta. Selain itu, karena saya kerja pagi, baru sampai rumah sekitar jam 7.15, dan sepuluh menit kemudian isteri saya harus segera berangkat. Giliran saya mengurus anak-anak: mengantar Basil sek

Mencari Rumah Kontrakan

Kepusingan kedua yang saya alami saat ini adalah mencari rumah kontrakan, lagi. Padahal keluarga saya sudah tenang dan nyaman tinggal di apartemen yang sekarang kami tempati. Sayangnya, pihak agen properti bilang, mereka tak akan menyewakan lagi sebelum merekan lakukan perbaikan untuk sejumlah hal yang memang sudah mengalami kerusakan. Ketika saya minta untuk perpanjang satu atau dua bulan lagi pun, mereka menolak. Padahal saya tinggal di sini sudah sejak tahun 2011. Sama sekali tak ada pertimbangan kemanusiaan. So. hampir tiap hari saya datangi rumah-rumah yang siap dikontrakan dan dijajakan oleh agen properti. Tak semua tempat asyik dilihat atau ditempati. Dan saingan untuk mendapat satu tempat kontrakan saja bisa banyak sekali. 

Perpanjang Visa

Semua urusan tiba-tiba berkumpul pada waktu yang bersamaan: mengurus visa, mencari rumah, dan ngedit thesis. Tulisan ini tentang pengurusan visa lanjutan.  Meleset dari jadual pulang, akhirnya saya harus perpankang visa yang masa berlakuknya hanya sampai 15 Maret minggu depan. Rada mepet-mepet, karena ternyata banyak banget dokumen yang harus dipersiapkan dan tak semuanya bisa tersedia secepatnya. Belum lagi informasi yang simpang-siur perihal surat-surat apa saja yang dibutuhkan. Ketika saya baca-baca lagi formulir untuk perpanjangan visa, di sana tercantum saran agar pelamar sebaiknya menelpon dulu ke kantor imigrasi sebelum melakukan tindakan apa-apa. Akhirnya saya telpon, ternyata dokumen yang diminta tak sebanyak yang saya persiapkan. Syukurlah. Karena jumlah anggota keluarga saya bertambah, saya tak bisa melamar online seperti pada umumnya pelamar lain. Maka, setelah semua dokumen yang diperlukan lengkap, Jumat pagi kemarin, saya poskan. Tak perlu datang kata petugas imi

Bye Bye Twitter

Sejak Anas Urbaningrum ditetapkan jadi tersangka, nafsu saya untuk ber-twitter-an lenyap seketika. Terkahir saya twitting tanggal 23 Februari. Ada rasa kecewa, mual, marah, dan putus aja yang bercampur aduk. Aneh rasanya. Setidaknya untuk saat ini, saya mau istirahat dulu. Entah nanti kapan-kapan. Bayangkan: dua pimpinan parpol besar; sejumlah menteri; sejumlah pimpinan daerah; sejumlah anggota DPR. Kasus Anas mungkin klimaks dari segala kekecewaan. Dan Twitter medium dimana orang bersumpah serapah. Kacau rasanya hati membayangkan negara dirampok orang-orang edan demi hawa nafsu duniawi.  Saya sedang membayangkan memiliki tenaga super untuk bisa membabat manusis-manusia serakah itu. Kekuatan semacam telepati yang bisa mempengaruhi orang-orang itu bicara dan bertindak jujur. Tak saja bagi orang-orang yang sudah dijadikan tersangka, tapi juga mereka yang sering disebut media sebagai orang-orang lancung meskipun belum terungkap/diungkap aparat. Bye bye Twitter. Saat ini saya

The Second Scenario

Saat ini, saya sedang melatih kesabaran tingkat tinggi. Sungguh. Supervisor riset menolak untuk membaca thesis saya dengan alasan sibuk. Padahal, deadline tinggal beberapa jengkal lagi menjegal. Skenario kedua, jika saya tidak berhasil menyerahkan thesis pada akhir Maret ini, saya harus membayar biaya kuliah penuh sebesar $12,000 lebih. Saat ini saya masih tak perlu bayar meskipun sudah memasuki semester ke-tujuh.  Andai, riset supervisor saya bisa bekerja optimal sesuai dengan timetable, Senin lalu itu saya sudah submit draft kedua, hasil editing dari proofreader. Tapi apa mau dikata, hingga saat ini, proofreader masih bekerja karena review dari draft thesis pertama terlambat, bahkan belum selesai seluruhnya hingga saat ini. Rencana bisa submit dan pulang sebelum tanggal 15 Maret, bergeser. Skenario pertama ini bubar. Dampaknya seperti efek domino, saya harus perpanjang visa, harus cari rumah baru untuk saya sewa, termasuk mempersiapkan  mental baru dengan segala kekecewaan.