Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2013

Sri Lankans: Smiley Faces, but Dangerous

Hampir semua orang Sri Lanka yang berpapasan dengan saya, mereka akan tersenyum, dari penumpang bis hingga polisi.Yeah, mereka ramah-ramah. Mengingatkan saya pada orang-orang Indonesia dua puluhan tahun lalu.  Namun di balik senyum ramah mereka, saya punya sejumlah pengalaman yang rada menganjal hati. Pertama, ketika saya naik tuktuk untuk pergi ke sebuah pusat perbelanjaan di hari pertama saya tiba di Colombo. Dia membawa saya jauh berkeliling, bahkan berpura-pura tanya banyak orang di mana mall itu berada. Come on, hanya ada tiga mall sekelas Arion Plaza yang ada di Colombo. Mustahil kalo sopir tuktuk tak tahu.  Kedua, kenek bis kota. Saya naik bis dari sekitar hotel ke pusat kota. Saya sodorkan uang 100 Rupee. Dengan senyum selebar lautan Hindia, kenek itu langsung saja berbalik badan tanpa mengembalikan uang. Saya pikir, mungkin ongkosnya memang segitu. Eh, seorang penumpang yang baik hati mengingatkan saya. Rupanya saya dibohongi, ongkos cuma 10 Rupee! Keti

Gangga Ramaya

Gangga Ramaya, the biggest temple in Colombo.

Dua Medali dari ICOHT 2014

Hari kedua conference. Hampir saya dibuat bete oleh sopir tuk-tuk yang mengantar saya dari hotel ke tempat konferensi. Dari awal saya sudah bilang dengan jelas tujuan saya dan saya tanya apakah sopir itu tahu. Dia mengangguk. Eh, ternyata saya malah dibawa berputar keliling Colombo. Ada tiga hotel dengan nama Cinnamon di kota ini dan tiga-tiganya dia kunjungi. Bedebah.  Ketika saya melihat tiga orang polisi di pinggir jalan, saya langsung melaporkan kelakukan sopir itu. Saya mencak-mencak. "Gue datang ke sini untuk menolong negara loe. Kenapa loe malah jahatin gue?" Begitu kira-kira saya ngomel. Sopir itu entah ngomong apa, tapi dia minta maaf setelah entah diomongin apa oleh polisi tadi. Malah dia bilang tak apa kalau saya tak bayar pun. Nggak boleh memanfaatkan situasi-lah. Saya tetap bayar sesuai argo. Malah saya mendoakan dia agar hidup dia lebih baik dari hari ini. Saya baik kan? Hari terakhir. Saya memilih duduk di bagian belakang ruangan, sambil membuka

Tuktuk atau Metered Taxi

Sri Lankans call it 'metered taxi', or 'tuktuk'. We say it's 'bajaj'. Bentuknya sama persis dengan bajaj yang banyak di Jakarta, namun suaranya sangat halus dan mereka punya argometer. Tiap naik, harga minimum yang harus dibayar adalah 50 Rupee. Apakah tidak ada taxi sedan atau yang mirip sedan? Saya hampir berpikir demikian. Soalnya, selama dua hari saya tinggal di Colombo, saya belum pernah lihat taxi yang benar-benar taxi pada umumnya. Namun tadi malam sepulang dari konferensi, saya melihat satu sedan mini dengan karakterisitk taxi masuk halaman hotel. Mungkin memang jarang.

Hari Pertama ICOHT 2014

Hari pertama konferensi. Saya dapat giliran kedua untuk mempresentasikan paper. Alhamdulillah lancar, feedback yang saya terima juga positif. Bukan itu saja, seorang profesor dari Malaysia mengundang saya ke kampusnya untuk memberikan kuliah. Seorang profesor lain, dari India, mengundang saya mendeklarasikan sebuah asosiasi. Dan beberapa peserta lain mengajak melakukan kolaborasi riset. Seru.  Di ujung hari, ada pembagian medali dan sertifikat untuk presentasi terbaik. Eh, saya dapat! Alhamdulillah.

Visa on Arrival Sri Lanka yang Tak on Arrival

Selagi masih di Jakarta, saya sudah browsing bagaimana mendapatkan visa ke Sri Lanka. Ternyata, kedutaan negara itu telah memberi kemudahan bagai pengunjung Indonesia, yaitu dengan memberikan Visa on Arrival (VoA). Saya memilih VoA karena tentu saja tak mau buang waktu untuk berkunjung ke kedubes Sri Lanka, selain juga emang sibuk.  Sewaktu check in AirAsia dari bandara di Kuala Lumpur menuju Colombo, si Mbak petugas check-in meminta saya menunjukkan bukti saya sudah mendaftar dan membayar visa Sri Lanka. Saya protes, karena tidak begitu seharusnya. Well, dari pada ngotot, saya ikuti sarannya. Untung saya bawa laptop dan internet di bandara itu kencengnya seperti angin topan. Eh, ternyata, harus dicetak juga. Lagi-lagi untung, ada semacam kantor cyber yang bisa saya sewa. Hasil print-out, saya tunjukkan ke si Mbak check in. Eh, ditolak. Katanya, harus ada identitas saya dan segala tetek bengek lainnya. Bingung, karena dari hasil daftar online dari website kedutaan Sri Lanka, h

Selamat Datang di Colombo

Tiba di Colombo. Saya sudah mempersiapkan diri untuk mendapatkan pengalaman dan pemandangan yang mungkin lebih buruk dari Jakarta atau dari Indonesia secara umum. Tapi syukurlah, hari pertama masih aman dan damai. Petugas imigrasi yang agak rewel bertanya pada para pendatang di depan antrian, begitu giliran saya, malah ramah bukan main. Kami tertawa-tawa untuk joke soal Israel dan Taiwan, ketika dia menemukan di passport ada keterangan bahwa passport tak berlaku untuk kunjungan ke dua negera tersebut. Ternyata, Sri Lanka juga punya kebijakan yang sama. Seorang sopir sudah siap menyambut, untuk mengantar saya ke hotel. Sayangnya, hari ini ternyata hari Nasional Sri Lanka. Jalan tol ditutup. Makanya harus menggunakan jalan biasa yang rada muter. Untung tak begitu macet meskipun agak jauh.  Dan Colombo, ya Allah. Terlalu sederhana untuk sebuah ibukota negara.

Selamat Menjadi Doktor, Puan-puan dan Tuan-tuan...

Hampir setiap minggu, ada saja doktor baru yang dilahirkan oleh Pasca Sarjana UNJ. Dan setiap ada promosi doktor, pastilah ada uang-uang yang terbuang untuk bung-bunga ucapan selamat yang dikirim oleh orang-orang atau instansi. Ikut berbahagia. Ikut senang. Pastilah mereka orang-orang hebat yang dapat menyelesaikan pendidikan doktor itu. Eh, sorry. I'm talking to me. :)

75 Kg

Well, setelah mengikuti puasa yang sedang trend itu, saya memang bisa menurunkan berat badan, dari 79 kg ke 75 kg hanya dalam enam hari. Tapi setelah itu, berat badan stabil. Mungkin benar juga, jika selama ini saya puasa dari malam hingga siang hari, saya perlu menambah lama puasa, ke sore hari mungkin. Belum rela. Kecuali saya gabung dengan olah raga juga. Tapi, belum mau mulai juga.