Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2015

Kondangan

Ada teman kerja menikah, di selatan Jakarta nun jauh di mato. Butuh tiga jam dari rumah untuk bisa mencapai daerah tujuan. Ruarrrr biasa perjuangannya. 

Barley dan Ondel-ondel

Barley sangat suka dengan Ondel-ondel. Well, antara suka dan takut.

The Cleaner

Seorang pembersih kaca sedang beraksi di ketinggian gedung Syafei di komplek UNJ.

Bersih-bersih

Pembersih kaca gedung Syafei, UNJ.

Kangen Kreatif

Terbangun dari mimpi. Berada di sebuah kantor perusahaan periklanan besar di Jakarta, dengan sejumlah orang dalam sebuah ruangan. Seseorang yang berperan sebagai bos, memilih saya untuk menjadi karyawannya. Senangnya bukan main. Lalu saya sempat berpikir, 'Bagaimana dengan pekerjaan saya di UNJ?'. Bekerja di sebuah agency besar ini terlalu menggoda.  Kangen suasana kreatif yang sehat. Tanpa kedengkian. Tanpa rambu-rambu kemunafikan. 

Ternyata Saya Suka Hijau

Saya tak begitu suka menggunakan jam tangan. Tapi selalu merasa wajib memilikinya. Dari jaman baheula, saya menyimpan benda-benda ini, meskipun mati masih saja saya simpan. Menariknya, empat buah jam tangan dari koleksi saya ini, berwarna sama dan tidak terbuat dari logam. Mungkin karena saya suka warna dan materialnya.  Karena sudah banyak, apakah saya akan berhenti membeli jam tangan berwana hijau pupus ini? Hmmm, nggak janji kayaknya.

MoU Day

Hari Senin ini, tiga buah MOU ditandatangani antara Universitas Negeri Jakarta dan Jordan University, Universitas Esa Unggul, dan Universitas Trilogi. Seharian! Biasanya penandatanganan MoU cukup satu dalam sehari, tapi hari ini spesial banget. 

Ketika Ajal Datang Tiba-tiba

Beberapa saat lalu, saya mendengar seorang rekan dosen meninggal dunia. Tiba-tiba, ketika tak seorang pun menduga ajalnya akan tiba secepat itu. Tiba-tiba semua yang dia miliki dia tinggalkan. Tiba-tiba semua yang sedang ia kerjakan dia hentikan. Tiba-tiba apa sudah dia lakukan menjadi catatan. Tiba-tiba dia jadi sejarah. Lalu saya tertegun beberapa saat. Andai itu saya. Bagaimana dengan apa yang belum saya lakukan? Bagaimana dengan apa yang sudah saya lakukan? Bagaimana dengan apa yang sedang saya lakukan?  Tapi ajal selalu datang tanpa bisa diduga. Sekarang atau nanti. Misteri. Yeah, saya hanya berharap mati dalam kebaikan.  

Di Tepian Danau Resapan Pulo Gadung

Anak-anak ingin berenang. Seperti biasa, saya ajak mereka ke Arcici Cempaka Putih dekat rumah. Setelah mereka kelelahan, saya ajak mereka ke Kawasan Industri Pulo Gadung. Foto-foto di atas diambil di sekitar danau resapan di tengah kawasan itu. Bau dan kotor. Tapi cukup teduh dan hijau. 

Asri Tapi Mambu

Iseng cari makan sampai jauh di Kawasan Industri Pulo Gadung. Asri di pinggir kolam. Tapi mambu.

Jokowi Sendirian Menghadapi Koruptor?

Betul, kita tak pernah tahu masa lalu Abraham Samad selama ini. Apakah dia bandit, mucikari, atau residivis. Kita baru tahu sepak terjang yang bersangkutan, setelah menjadi ketua KPK. Dulu waktu ada fit and proper test, mestinya sudah teruji kalau dia terbaik dibanding yang lain. Dan masa lalunya mestinya ikut terselidiki dengan sendirinya. Lalu kasus yang bertubi-tubi menimpa Samad dan seluruh koleganya di KPK. Membuat saya pribadi ngilu. Berang. Ingin rasanya ikut berjuang mempertahankan KPK agar tetap digjaya memberantas korupsi. Namun perlawanan begitu kuat dari para koruptor. Dan presiden yang saya harapkan bisa bertindak sangat tegas bertindak, ternyata tengah berada di tengah banyak kepentingan yang membuat beliau tak bisa berkutik.  Jokowi bisa tegas mematikan para gembong narkoba meskipun mendapatan kecaman internasional. Tapi mengapa tidak bisa memberangus koruptor? Megawati tak bicara soal koruptor. JK tak bicara soal koruptor. SBY tak bicara soal koruptor. Habibie

Ke Bogor

Ke Bogor. Nenek baru pulang dari umrah. Pulangnya beberapa minggu lalu. Tapi sempatnya baru sekarang.

Ke Rumah Nenek

Menjajal Totok Perut

Dua hari lalu saya berulang tahun. Dan saya ingin menghadiahi diri sendiri dengan: totok perut! Haha.  Sudah beberapa minggu ini saya memang tergoda untuk mencoba totok urat. Ini bentuk dari frustasi saya dengan berat badan dan lingkar perut yang makin tak terkendali.  Lalu, hari ini sepulang ngajar, saya putuskan untuk mengunjungi tempat totok urat ini. Jika melihat harganya, luar biasa mahal. Bayangkan, 770 ribu untuk waktu pelayanan kurang dari 1 jam. Saya rasa mungkin hanya orang-orang tersesat yang banyak uang saja yang mau melakukannya. Dan saya salah satunya, meskipun tak punya banyak uang. Lalu, ketika badan ditimbang dan lingkar perut diukur, saya menghela nafas panjang. Maka harapan saya tinggi selangit, akan terjadi keajaiban. Berat akan turun, dan lingkar perut pun menyusut. Tentu saja, karena si bengkel totok perut ini menjanjikan demikian. Berbeda dengan pijat yang seringkali bikin badan relaks, totok perut sebaliknya. Badan remuk karena 'diganyang

This Birthday

Surprise! Begitu buka google hari ini, mereka memasang doodle dengan kue tart dari lilin-lilin... Happy birthday to me...

Dan Mata Air dan Pura Hindu

Mimpi. Saya sedang berdiri di depan rumah saya di Bogor ketika seorang perempuan muda turun dari sebuah angkot. Perempuan itu menghampiri saya dan menyerahkan sebuah surat yang bukan untuk saya, tapi untuk tetangga saya: dari kedutaan Malaysia. Lalu saya berkemas ke rumah tetangga saya. Dalam mimpi, tetangga saya itu mantan sopir di kantor kedutaan Malaysia. Tiba di rumah tetangga itu, orang yang cari tidak ada, dia sudah lama tinggal dan bekerja di Hong Kong. Tiba-tiba dari dalam rumah, keluar banyak sekali orang. Saya tidak tahu apa saja yang dilakukan oleh orang-orang itu di sana. Lalu saya pulang, tapi tidak ke rumah. Tak jauh dari rumah, Bapak saya punya sepetak tanah lain yang jaraknya kira-kira seratusan meter dari rumah. Saya berlari, lalu terbang. Begitu tiba, suasana sudah mulai gelap. Di antara pohon-pohon, saya melihat sekelompok pemuda sedang duduk berkerumun bermain kartu. Saya juga melihat uang-uang di tata rapi di dalam lingkaran mereka itu. Saya minta mereka

Kebanjiran!

Setiap hari saya berangkat ke kantor. Tiga puluh menit atau bahkan kurang biasanya waktu yang saya habiskan di jalan. Tapi tidak untuk kemarin. Lebih dari 12 jam dan saya tak juga tiba di kantor. Saya terdampar di atas flyover Pulomas. Tak bisa mundur, tak bisa maju. Air tinggi menggenang hingga pinggul orang dewasa.  Ini kali pertama saya mengalami yang namanya kebanjiran di mana saja benar-benar terkepung oleh air. Tapi melihat orang-orang lain yang senasib dengan saya terlihat santai, saya ikut santai tanpa perlu menggerutu. 

Banjir, Banjir, Banjir