Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2020

Covid Cupid

Mungkin banyak dari kita tidak akan menyangka bahwa ancaman virus corona akan benar-benar nyata. Sebulan dua bulan lalu, bahkan para pejabat masih bercanda tentang virus mematikan ini. Sekarang, siapa pun punya kesempatan yang sama untuk terkena, maupun untuk tidak terkena. Kita bisa tak kemana-mana jika takut. Tapi orang-orang di sekitar kita apakah akan tinggal diam di rumah? Kita bisa penuh kehati-hatian, tapi nasib bisa saja berkata lain. Terlepas kematian di tangan yang punya nyawa, kita memang wajib tetap berikhtiar. Berkaitan dengan ikhtiar, meskipun kampus dinyatakan tutup untuk aktivitas belajar mengajar, pejabat struktural dan staf administrasi sebetulnya tetap harus masuk, kecuali buat yang tidak sehat. Business as usual. Kebijakan ini agak setengah hati memang. Di satu sisi ingin mendukung program pemerintah dan ingin melindungi segenap civitas kampus. Di sisi lain, perusahaan, dalam hal ini kampus, tetap harus beroperasi, sebagai bagian dari bentuk ikhtiar juga. Nam

Politik Penetapan Peserta Lolos SNMPTN

Ada satu agenda yang sudah dibuat universitas sebelum pengumuman kampus di tutup: rapat penetapan hasil SNMPTN di Sentul. So, setelah menyiapkan kegiatan pembekalan mengajar daring di kampus, saya diam-diam ke Sentul. Bergabung dengan para dekan dan wakil dekan bidang akademik untuk memilih siapa saja dari para peserta SNMPTN yang lolos. Setelah beberapa kali mengikuti penetapan peserta lulus SNMPTN maupun jalur lain, saya melihat ada sejumlah pergeseran tren. Jika yang biasanya peserta dari Jakarta menguasai, namun kali justeru dari daerah yang dominan. Selain itu, mereka yang dari SMA dan SMK swasta juga ramai. Agak tricky memilih mereka. Memilih siapa saja yang lolos tentu bukan sekedar dilihat dari nilai tertinggi. Banyak unsur yang harus dipertimbangkan, antara lain soal komposisi kota-daerah, SMA-SMK-MA, Jawa-luar Jawa, laki-perempuan, bidik misi-bukan. Politik. Selain itu, saya melihat peserta yang masuk ke kelas-kelas pendidikan Saya membayangkan jika ada dekan dan/ata

Pembekalan Dosen untuk "Go Online"

Hari pertama kampus ditutup untuk kegiatan belajar mengajar tatap muka. Kelas-kelas dipindahkan ke alam maya. Kampus sepi, tapi tak sepi sama sekali. Dosen masih banyak yang datang, untuk "belajar" menggunakan sistem baru. Sebetulnya tak terlalu baru karena sejak satu semester lalu, sistem ini sudah berjalan. Bertahap. Semester lalu hanya dosen-dosen yang mengajar mata kuliah fakultas yang wajib daring. Semester ini, seluruh mata kuliah harus daring. Optimis lah bisa. Meskipun jika melihat di lapangan, masih saja ada dosen yang lebih menikmati mengajar tatap muka.  Optimis. Untuk itu, saya merasa berkewajiban untuk memberikan pembekalan kepada dosen yang hendak menggunakan sistem informasi belajar daring. Makanya dosen-dosen yang undang datang ke kampus. Fakultas tidak boleh lepas tangan. Karena tidak semua dosen memiliki inisiatif maupun keinginan memerkaya diri dengan keterampilan dan pengetahuan baru, apalagi yang berkaitan dengan teknologi, maka dari itu, membe

Mimpi Jokowi

Saya sedang berada di istana negara. Jokowi menghampiri. Kami sedang membahas berbagai topik untuk bahan pidato beliau. Seorang sahabat saya, sibuk mendokumentasikan kegiatan kami. Lalu saya terbangun.

Kita dan Corona

Trend hari berikutnya, tentang tuduhan orang-orang bahwa pemerintah Indonesia menyembunyikan kasus-kasus warganya yang terkena virus. Benar atau tidak, wallahualam. Orang-orang ini pengen, bahwa kasus-kasus ini terbukti, bahwa benar orang-orang Indonesai terkena Corono. Bahwa pemerintah berbohong. Saya berharap memang pemerintah jujur apa adanya. Saya juga berharap memang tidak ada kasus yang menimpa siapa pun di Indonesia. Namun saya punya pengalaman menarik di awal Februari lalu ketika mengunjungi Nepal dan transit di Singapura. Saat saya keluar pesawat dan berjalan menuju terminat lain untuk berganti pesawat, sejumlah petugas dengan kamera pengukur suhu tubuh, membidik semua orang yang melintas. Tak ada satu pun yang bisa lolos. Kamera itu memiliki dua monitor. Pertama, monitor berwarna gelap dengan panturan cahaya kuning, oranye, dan merah sesuai dengan suhu tubuh para pelintas. Monitor kedua memperlihatkan suasana lintasan apa adanya. Saya sempat tanya kepada salah seoran

Covid-19 dan Hasrat Populer Anggota DPD

Saya pernah sangat aktif main Twitter. Itu terjadi ketika saya tinggal di Australia. Namun demikian, setelah menyadari bahwa Twitter itu hanya asyik buat menghujat orang, saya merasa perlu mundur. Rasanya orang-orang senang sekali berantem di sana, saling ejek, saling menjelekkan. Nyaris tanpa silaturahmi yang sehat. Saya mundur, tepat sebelum kembali ke Indonesia. Saya hapus tweet saya yang negatif. Kembali ke Jakarta, kembali membuka babak baru. Mundur bukan berarti keluar. Sesekali saya masih buka, untuk melihat apa saja hal menjadi trending di sana. Nahan nafas ketika yang menjadi tred adalah hal-hal sepele yang tidak penting. Saya bersyukur tidak lantas terpancing untuk terjun lagi bermain. Kuatir buang waktu dan energi di sana. Kemarin, kemarin banget. Salah satu hal yang menjadi trend adalah teentang cuitan seorang anggota DPD yang bicara tentang banyaknya orang Indonesia yang terkena virus Covid-19 yang dia ambil dari sebuah portal berita. Lalu porta berita ini meralat