Skip to main content

DaWriter Code

Saya pernah mengira bahwa menjadi seorang penulis adalah menjadi orang yang paling bebas di dunia. Bayangkan saya dapat menuangkan segala ide, pendapat, hingga analisis ke dalam tulisan. Bahkan cita-cita saya kelak akan meninggalkan semua profesi yang saya tekuni sekarang, beralih untuk menjadi penulis saja.

Saya seorang pluralis. Sekian lama saya membenci nama yang diberikan oleh orang tua saya karena terlalu menunjukkan kedaerahan (sampai akhirnya pasrah dan menerima, justeru menghargainya setelah tahu makna dan maksud mengapa orang tua memberi saya nama itu). Saya menentang pencantuman agama yang saya anut pada Kartu Tanda Penduduk dan dokumen lainnya. Saya tak pernah mengisi kolom agama pada setiap formulir yang harus saya isi.

Kekasih-kekasih saya (mantan) beberapa berlainan agama dan suku, tentunya. Orang tua dan keluarga tak pernah ada yang usil karena pilihan saya. Saya sholat, berpuasa, sesuai dengan ajaran Islam. Saya bermeditasi gaya Budha dan berguru ke vihara-vihara. Saya membaca mantra ketika beryoga dan hafal sejumlah puji-pujian Nasrani. Saya mendengarkan musik aliran new ages dimana pengaruh agama-agama samawi turut serta di dalamnya. Saya mengunjungi katedral-katedral tua, candi, mesjid dan berlama-lama di dalamnya sekedar untuk merasakan kedamaian dan mengagumi keagungan. Betapa bangunan-bangunan itu dibuat untuk meluhurkan Sang Pencipta.

Saya memiliki dan membaca hampir semua buku karangan Paulo Coelho. Saya juga menikmati tulisan Rumi dan sejumlah karangan yang mengangkat kehidupan para sufi. Saya tetap beragama Islam dan sangat menghormati agama-agama lain. Saya tetap bersuku Sunda dan menghargai semua suku yang ada di planet ini. Saya ingin semua orang di negeri ini kalau pun berselisih, bukan karena kesukuan dan keyakinan.

Suatu ketika saya menonton film DaVinci Code. Pendapat saya tentang film itu saya lempar ke beberapa milis yang saya ikuti. Saya ingin melempar topik untuk berdiskusi. Namanya milis umum, tentu beraneka rupa latar belakang para penghuninya. Saya kaget, justeru di milis penulis lepas tanggapan kontra merebak. Tentu, ketika melempar tulisan, saya sudah siap dengan segala kritik dan ketidaksetujuan.

Saya tidak bermaksud menyudutkan agama manapun. Saya menulis karena saya merenung, mengamati, dan menganalis antara keadaan, persepsi, dan harapan.

Semula saya menduga, kritik yang datang itu akan membahas tentang gaya penulisan, pilihan kata, sudut pandang, dan lain-lain yang ilmiah, pintar, dan membangun. Namanya milis penulis, saya berharap orang-orang di dalamnya bersikap seperti seorang penulis saja. Saya sedih justeru para penulis yang berkomentar telah berubah menjadi anarki: agar penulis seperti saya ditendang saja dari milis ini!




--
Usep Suhud


0816 19822 70
suhudugly.blogspot.com

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis