Skip to main content

FPI Yes! FPI No!



Siapa pun yang berpikir arif, akan menilai bahwa bentrokan pendukung Gus Dur dan Front Pembela Islam adalah suatu kebodohan belaka. Mereka berseteru untuk sebuah perjuangan atas sebuah keyakinan bahwa masing-masing dari mereka sedang mengibarkan bendera kebenaran yang paling benar. Kasihan sekali.

Entah kenyamanan berupa apa yang mereka peroleh dari pemimpin yang dipujanya atau bahkan dari organisasi yang menaungi hingga mereka rela mempertaruhkan hidup demi fanatisme buta. Hmm, jika saya sampai harus melakukannya, saya sudah harus memiliki jaminan bahwa susu untuk anak saya dalam stok yang aman, tabungan dengan jumlah cukup untuk anak dan isteri, dan asuransi, baik kesehatan maupun kematian yang boleh diklaim jika sesuatu hal buruk terjadi sama saya selama ‘perjuangan’ saya itu. Well, namanya orang merdeka, mereka memang berhak memilih dan melakukan apa saja yang bisa mereka lakukan.

Gus Dur, Sarumpaet, dan mungkin ribuan masyarakat menghendaki agar FPI dibubarkan saja. Sepak terjang kelompok ini sudah diakui kebrutalannya. Menyebarkan terror kecemasan dan ketakutan. Mereka memaksakan kehendak agar pihak-pihak yang disantroni menurut dan tunduk.

Jika FPI harus dibubarkan, saya tak terlalu sependapat. FPI telah menyebar dan tumbuh kokoh di sejumlah kota. Belum tentu sebuah partai politik memiliki anggota yang fanatis seperti orang-orang yang tergabung di FPI. Ini adalah hebat, luar biasa.

Saya cenderung setuju jika kelompok sekaliber FPI tetap dipertahankan. Namun dengan mengarahkan mereka pada sebuah track yang bisa diterima oleh semua orang. Merubah ketidaksukaan menjadi simpati. Membuat mereka lebih bermartabat dan dipandang baik oleh masyarakat tradisional maupun modern, masyarakat nasional maupun internasional, dihargai baik oleh umat seagama, maupun yang tak seagama.

Saya menganjurkan agar para pemimpinnya berguru pada ahli public speaking. Kalau perlu, mereka mengikuti sebuah media couching agar terlihat pintar dan bijaksana ketika berhadapan dengan media dan masyarakat umum.

Para pengikutnya, dibekali etika yang mendasar. Agar mereka bisa menghargai orang lain dengan lebih santun. Mereka juga perlu diajari bersopan-sopan di jalan raya, pengetahuan tentang rambu-rambu, marka jalan, dan lampu lintas.

Kelompok ini perlu juga sentuhan seorang choreography agar demonstrasi yang mereka lakukan lebih menjadi happening art yang menarik untuk ditonton. Setiap mereka beraksi, orang bukan lari terbirit-birit menghindar, tapi justeru mengelu-elukan.

Selanjutnya, menciptakan mereka agar tidak kebal hokum. Perlu juga menetralkan mereka dari pihak-pihak yang berani mengeluarkan uang atau negosiasi kotor agar kelompok ini mendukung pihak-pihak tersebut.

Hal yang terpenting adalah merubah blue print. Untuk apa selama ini mereka ‘berjuang’? Merusak café, bar, hotel yang menjual alcohol dan menyediakan prostitusi? Melibas orang-orang yang bekerja untuk pornografi dan pornoaksi?

Mari kita baca bersama: FRONT PEMBELA ISLAM. Sang pembela yang mestinya bisa mengayomi, melindungi, dan benar-benar membela yang benar.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis