Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol.
Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak.
Sesederhana itukah?
Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru akan merevisi peraturan atau setidaknya bisa cingcai.
Bisnis billboard adalah bisnis uang yang tidak sedikit. Banyak pihak yang merasa perlu terlibat untuk menangani. Pihak satu sudah mengajukan tagihan, pihak lain menodong. Jika pihak kedua tersebut tidak dilayani, jangan harap billboard kita akan aman berdiri.
Begitulah ketika peraturan tidak jelas bagaimana sosialisasi dan pelaksanaanya.
Comments