Skip to main content

Tak Apa Saya Dipenjara Karena Bersedekah


Seberapa dalam simpati yang Anda miliki terhadap para pengamen dan pengemis jalanan? Seberapa besar pahala yang Anda harapkan dari bersedekah atas umat yang kurang beruntung itu? Lantas, bayangkan seberapa besar dampak sosial yang diakibatkan oleh aktivitas 'memberi dan menerima' itu? Hari demi hari, minggu demi minggu, tahun demi tahun.

Apa yang Anda lakukan adalah pembiusan sumber daya manusia, pengrusakan mental permanen, dan bukannya mengangkat mereka dari kesulitan hidup, tapi justeru menjerumuskan mereka ke dalam jurang kemiskinan lebih dalam lagi. Terlebih yang Anda lakukan merupakan pemiskinan hati dan jiwa.

Sekian lama saya menahan diri untuk tidak bermurah hati kepada para gelandangan, pramuwisma, pengamen, dan orang-orang jalanan lain yang menengadahkan tangan meminta belas kasihan. Saya menguatkan diri untuk tidak trenyuh. Alasan yang saya buat sedemikian kokoh.

Namun adakalanya, saya masih juga saya bersedekah sekedar menyumbangkan lembar-lembar ribuan. Tapi tentu saja dengan beragam syarat: bukan orang yang membawa anak kecil, bukan anak-anak, bukan pemuda dengan bau alkohol, bla-bla-bla. Hati saya sibuk memberi penilaian dari ujung kaki ke ujung kepala kepada siapa sumbangan saya layak ditebar.

Saya bahkan sangat mendukung Perda tentang ketertiban umum.

Namun sesungguhnya, jauh di dasar lubuk hati, terjadi peperangan. Saya diganggu oleh beragam pembenaran. Dan semuanya tampak benar. Apakah saya perlu memikirkan dampak sosial? Apakah pahala yang saya utamakan? Apakah solidaritas sesama yang saya nomor satukan?

Suatu pagi, jawaban itu muncul. Saya akan terus bersedekah. Saya tak perlu memikirkan dampak apapun yang akan terjadi dari sedekah saya itu. Saya tak perlu memikirkan pahala yang layak saya terima. Hal yang saya lakukan hanyalah memberi. Tanpa syarat. Selama masih mungkin uang yang saya miliki saya bagi, saya akan melakukannya.

Bahkan jika saya harus dipenjara karena bersedekah, akan saya hadapi. Lillahi ta ala.

[jika tulisan ini terkesan riya, maafkan. hanya sebuah buah pikir dari sebuah pemikiran]

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis