Skip to main content

Dengan Taksi, Tanpa Gengsi



Jika alat tranportasi umum telah menjadi bagian dari hidup Anda sehari-hari, taksi khususnya, apakah ada perubahan perilaku yang Anda alami? Saya dan beberapa sahabat melakukannya.

Beberapa tahun lalu, demi keamanan dan kenyamanan, mungkin tak ada pilihan lain. Hanya Blue Bird yang dapat diandalkan. Namun, ketika terjadi perbedaan tarif antar armada taksi, taksi biru itu tak menjadi pilihan nomor satu lagi.

Jika ingin tarif murah dengan rasa aman dan nyaman, ada Executive Taxi berbadan putih. Kosti Jaya yang body mobilnya ijo royo-royo pun sebagian besar masih mulus dan paling gampang dibedakan dengan taksi-taksi lainnya karena warnanya yang mencolok itu.

Mengapa bisa ada perbedaan tarif di kalangan penyedia layanan taksi? Hal ini terjadi ketika adanya kenaikan BBM beberapa waktu lalu. Untuk alasan jelas menyesuaikan harga, maka beramai-ramai tarif dinaikkan. Yang tadinya hanya Rp 4000 untuk sekali buka pintu, berubah menjadi Rp 5000.

Namun, secara kompak, para penumpang keberatan dan menghindari menggunakan jasa alat transportasi ini. Tarif angkutan umum naik, tapi gaji tak naik.

Para sopir mengeluh. Akhirnya pihak manajemen mengambil sikap. Sebagian yang sudah kadung menaikkan tarif, mengembalikan ke harga lama. Namun beberapa masih bertahan dengan harga baru. Maka persaingan semakin ketat.

Seorang bapak pengemudi Blue Bird pernah berujar betapa sulitnya mencari penumpang akhir-akhir ini. Para penumpang memilih taksi-taksi selain Blue Bird. Bahkan si Bapak itu berandai: Andai saya penumpang, saya pun akan memilih taksi yang bertarif murah. Nah, lho!

Benar sekali. Seperti yang sering saya lakukan. Jika ada dua taksi kosong beriringan, satu Blue Bird dan lainnya adalah Kosti misalnya, saya akan memilih Kosti. Mungkin di kalangan para penumpang pernah ada istilah 'ngga keren kalo ngga pake Blue Bird.' OMG. Hari gini, gengsi sudah tidak diperlukan lagi, darling. Hal terpenting adalah, bisa menyisakan uang untuk ongkos taksi pulang.

Bagi saya, walaupun keamanan penting, tak terlalu dirisaukan. Kenyamanan pun tidak terlalu saya persoalkan. Yang penting tarif lama, sopirnya santun, dan tahu jalan. Senewen sekali jika ada sopir taksi yang jalan-jalan utama Jakarta saja bingung. Apalagi jika tak tahu gedung atau tempat-tempat populer, pura-pura tidak tahu, banyak omong dengan mulut bahu sigaret, interior kotor, menyetir dengan ugal-ugalan, sering mengumpat kepada pengendara lain...

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis