Skip to main content

'Maaf, Siapa Anda?' Is Not My Style


Tahukah Anda bahwa belum tentu nomor telepon Anda dimiliki dan diingat oleh semua sahabat Anda? Beberapa orang akan menghapus nomor telepon orang lain di memory handphone-nya jika dalam kurun waktu tertentu di antara keduanya tak pernah saling berkomunikasi. Menghapus nomor telepon seseorang juga dilakukan jika kapasitas memory handphone sudah tak memadai. Atau nomor Anda sama sekali tak pernah disimpannya!

Saran saya, perkenalkan nama Anda sebelum ditanya: Maaf, ini siapa, ya?

Seseorang menelpon. Malam itu memang saya memiliki janji bertemu dengan banyak sahabat untuk berkumpul setelah sebuah trip yang hebat. Nomor yang muncul dilayar handphone tidak saya kenali. Dari gayanya bicara, saya yakin bahwa baik dia maupun saya saling mengenal dekat satu sama lain. Tapi dia tak memperkenalkan dirinya dan sumpah, saya tak hapal suaranya! Jadi, selama beberapa menit kami bertelepon, saya sama sekali tak tahu dengan siapa saya bicara. Untunglah, pada gathering di malam harinya saya bisa menebak yang bersangkutan dengan pasti. Dalam hati.

Sintingnya, saya sangat tidak membiasakan diri untuk bertanya. Jika ada ada seseorang menelpon tanpa menyebut identitas, saya akan biarkan pembicaran itu mengalir, saya bekerja keras untuk menebak siapakah orang itu! Adalah sebuah kesenangan besar jika kemudian saya bisa menebak sosok di seberang telpon itu dengan pasti. Namun adakalanya, hingga percakapan berakhir pun saya tak mendapatkan ilham apapun mengenai lawan bicara saya.

Pernah suatu ketika, seorang perempuan menelpon. Perempuan ini sempat ke luar kota untuk beberapa lama. Ketika dia
kembali ke Jakarta, satu-satunya nomor telpon yang dia punya adalah
nomor saya. Berkali-kali dalam sehari, berkali-kali dalam seminggu. Dari rentetan pertanyaan yang diajukan, terkesan orang itu adalah sahabat dari masa lalu saya. Dia sama sekali tak memiliki up date berita mengenai saya. Sesekali saya ajukan pertanyaan balik, sekedar untuk bisa mendapatkan petunjuk siapa gerangan ini.

Saya nyaris frustasi dan kehilangan kesenangan lagi. Dan perempuan itu terus saja menelpon. Ketika saya masuk area bosan karena tak jua bisa menebak, sepertinya orang itu mulai mengendus sesuatu.
"Hud, kok loe aneh sekali. Pendiem banget. Beda banget dengan Suhud yang gue kenal dulu."
"Masa'? Perasaan loe aja, kali."
"Eh, loe tau ngga siapa gue?"
"Ngga."
"Anjiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing! Jadi dua minggu kita ngobrol di telepon loe ngga tahu siapa gue?" Sejak kejadian itu, tak lagi pernah ada telepon dari dia. Saya tak pernah tahu siapa dia.

Peristiwa tak bertanya 'siapa anda' terulang lagi. Seorang perempuan dengan centilnya menelpon. Ber-hahahihi, gosip ini itu, tanya ini itu. Lagi-lagi saya menahan diri untuk tidak bertanya. Saya ikuti kemana arah dia bicara. Kami seperti sepasang sahabat yang saling menimpali topik obrolan dengan sangat anthusias dan riang gembira. Padahal di kepala saya sedang ada perjuangan hebat menebak siapa dia.

Sampai suatu saat yang merasa yakin siapa [erempuan itu. Seolah dapat anugerah bahwa saya memenangkan jackpot kuis tebak suara. Out of the blue saya bertanya lantang:
"Emma! Loe bilang mau ngasih pasir Cosway Bay." Saya mengoleksi pasir pantai dari penjuru dunia, teringat akan trip Emma ke Hongkong Island.
"Emma? Gue Nina, lagi..." Nina? Ampun, deh. Nina yang mana? Saya terpojok.
"Eh, by the way ini siapa, ya? tanya perempuan yang mengaku bernama Nina itu curigation.
"Suhud," jawab saya pelan.
"Aeh, mateeeeeeeeeeeeeeeeeeee. Pantesan logat Tegal loe ngga kedengaran. Gue kira loe si Haryanto!"





Comments

Anonymous said…
kalo gw sih biarpun temen deket sekalipun..gw selalu menyebutkan nama pas pertama kali telpon karena gw gak mo kejadian kayak elo itu soalnya gw kadang seperti elo alamin itu..mirip banget ama gw..gak mau bertanya duluan..

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis