Skip to main content

Razia Miyabi

Ramai-ramai tentang rencana kelompok Front Pembela Islam (FPI) untuk melakukan razia terhadap bioskop-bioskop yang akan memutar film 'Menculik Miyabi', membuat saya mual. Sama halnya ketika majalah Playboy diterbitkan di sini. Saya sangat tidak setuju. Lebih baik munafik dari pada terang-terangan bilang iya. Mestinya kita semua merapatkan barisan untuk tidak setuju. Tapi apa mau di kata? Jika produk sudah ada di pasar, artinya sudah ada sistem yang 'mengiyakan'. Maka mulai kita mempintarkan diri untuk melihat kasus secara proposional.

Pertama, saya tidak setuju dengan rencana razia yang akan dilakukan oleh FPI karena itu bukanlah kapasitas mereka. Sebagai anggota masyarakat, jika mereka keberatan, mereka sebaiknya minta bertemu anggota DPR atau DPRD dan membicarakan apa yang menjadi keberatan mereka. Mestinya, sejak awal wacana ini muncul, DPR/DPRD harus sudah tanggap dengan mengantisipasi segala macam keresahan masyarakat. Sebelum ada kerusuhan dan permusuhan, lakukan tindakan. Begitulah DPR/DPRD bekerja dan itu mengapa para pelamar anggota dewsan sebaiknya berpendidikan, berwawasan, dan bermoral.

Kedua, Lembaga Sensor Film (LSF) semestinya peka. Tidak melakukan pilih kasih. Bahwa penyensoran dan ijin edar seharusnya bukan dilihat visual semata, tapi juga perlu memperhatikan simbolisasi. Saya justeru heran mengapa film 'Balibo' yang sarat dengan sejarah malah dilarang.

Ketiga, jangan sekali-sekali salahkan masyarakat. Jika akhirnya film itu jadi laku, ya, lakulah. Masyarakat mana yang setuju dengan tindakan FPI? Karena mereka tidak suka dengan FPI, maka mereka akan melakukan perlawanan justeru dengan melakukan yang dinajiskan oleh FPI. Mereka pikir siapa FPI? Ditambah lagi, semakin kontroversial film ini, malah jadi makin populer. Makin penasaranlah orang untuk menonton.

Keempat, semakin yakin bahwa FPI hanyalah kumpulan orang-orang frustasi yang hanya mampu mengumbar amarah dari pada kebaikan. Jika mau istiqomah, lakukan dengan cara cerdas dan rendah hati.

Jadi, seharusnya pihak yang perlu ditunjuk untuk bertanggung jawab dalam produksi dan peredaran film FPI adalah DPR/DPRD dan LSF.



Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis