Skip to main content

Antara Raafi dan Sondang

Menjelang akhir tahun 2011 ini, dua peristiwa yang berebutan menarik perhatian adalah kematian dua pemuda yang mestinya menjadi harapan bangsa. Pertama, pelajar SMA yang terbunuh setelah dugem. Kedua, mahasiswa yang membakar diri di depan istana kepresidenan entah apa.

Nyawa seperti tanpa makna. Menguap semudah uap.

Kasus pembunuhan Raafi, masih terus dalam penyelidikan karena rekayasa pelaku yang membingungkan polisi dan saksi. Saya tak dapat membayangkan kesedihan orang tua dan keluarganya setelah ditinggal almarhum dengan sangat tiba-tiba dan hanya kareana alasan remeh. Saya juga tidak dapat membayangkan bagaimana terpukulnya orang tua Sondang setelah aksi nekadnya mengakibatkan kematian.

Well, sementara masyarakat tak terlalu peduli dengan Raafi yang dianggap melakukan kesalahan sehingga memicu permusuhan, lain halnya dengan Sondang. Dia, beda.

Sebagian masyarakat menganggap Sondang sebagai sosok yang patriotik. Demi protes terhadap negara yang lemah dalam memberantas korupsi, ia bunuh diri. Orang terkesima. Ada yang kagum, lalu mendukung. Aksi lelaki muda itu dianggap simbol perlawanan terhadap korupsi di tanah air yang sudah melembaga. Tokoh-tokoh penting nusantara bicara. Mereka, mengambil porsi untuk dapat mendulang peran pemberitaan. Sebagian orang lain membentuk solidaritas. Mereka mengelukan sosok Sondang yang berani mati untuk protes yang ingin dia gemakan. banyak dari mereka kagum.

Saya tidak. Saya anggap, tindakan Sondang justeru keliru. Bunuh diri tetaplah bunuh diri. Tak ada alasan baik apapun yang dapat mendukung itu. Bunuh diri adalah keputusasaan. Padahal dalam berjuang mestinya kita tak mengenal kata putus asa. Bunuh diri adalah kesia-siaan.

Saya membayangkan dampak dari dibesar-besarkannya kematin Sondang, hanya akan mengaburkan perjuangan melawan korupsi itu sendiri. Apalagi kita sendiri tak begitu pasti alasan dia membakar diri. Jangan karena dia seorang aktivis lalu dikaitkan dengan itu.

Saya seorang dosen. Tak ingin ada mahasiswa saya seputus asa Sondang dalam berjuang. Dan, saya tak mau ada mahasiswa saya keliru memandang kasus Sondang sebagai sesuatu yang layak dijadikan contoh.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis