Skip to main content

Journal Hitam vs Jurnal Putih


Dua paper yang saya presentasikan tempo hari di Paris, plus satu paper lain yang pernah saya presentasikan di New Delhi, saya kirimkan ke sebuah jurnal internasional. Banyak peneliti kelas dunia, hanya ingin mengirimkan paper mereka ke jurnal-jurnal bonafid. Karena tentu saja mereka mementingkan reputasi. Bagi yang sudah punya nama, nama mereka itu sudah menjadi tiket yang luar biasa mengistimewakan karena bisa memotong antrian yang biasanya sangat panjang. Bagi pemula seperti saya, wallahualam.

Lalu saya ambil jalan pintas. Saya memilih jurnal internasional yang tak terlalu ternama dengan maksud agar segera mendapatkan balasan dan paper saya bisa dalam waktu singkat bisa terbit. Benar saja, dalam seminggu saja saya sudah mendapat pemberitahuan bahwa ketiga paper yang saya kirim lolos, tanpa ada perbaikan sama sekali. Hah?

Sempat tersanjung. Sempat juga cemas. Lalu saya browsing. Ternyata, jurnal yang saya tuju masuk dalam daftar hitam jurnal yang tak boleh diajak bekerja sama. Panik-lah. Saya tanya sejumlah rekan, minta pendapat mereka dan pengalaman mereka. Ada yang bilang, go ahead saja. Ada yang bilang, untuk lebih selektif lagi. Saya di persimpangan mempertimpangkan jurnal hitam versus jurnal putih.

Dikti punya beberapa standar: jurnal lokal belum terakreditasi, jurnal lokal terakreditasi, jurnal internasional, dan jurnal internasional yang terindexed- Scopus. Semua diakui dengan jumlah kredit yang berbeda-beda. Selain itu, Dikti pun menerbitkan edaran tentang jurnal-jurnal 'terlarang' yang tak diakui mereka.

Jangan sampai konyol, saya kembali mencari jurnal internasional lain yang tak masuk daftar hitam Dikti. Selanjutnya, saya kirimkan paper-paper saya itu ke jurnal lain yang baru saya temukan. Bukan yang hebat, karena tujuannya untuk saat ini, hanya untuk portfolio saja. Saya merasa perlu ada progres setiap tahunnya, harus ada publikasi. Tokh untuk jurnal-jurnal hebat, saya sudah punya strategi lain. Misalnya, dengan mengikuti special edition yang mereka miliki. Saat ini, saya sedang menunggu kabar dari dua jurnal bereputasi bagus. Dengan cara ini, mudah-mudahan ada keseimbangan.

  

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis