Skip to main content

Ketika Kaum Iri Hati di Sekelilingmu

Ketika di lingkunganmu tumbuh orang-orang berhati bengkok yang mudah iri hati? 

Suatu ketika, saya berada pada sebuah lingkungan di mana ada beberapa orang yang bawaannya iri sehingga apa pun yang saya katakan atau lakukan, selalu dianggap salah. Menyebalkan, bukan? Saya bilang mereka iri, karena hanya perasaan iri yang bisa menggiring seseorang tanpa dasar membenci seseorang lain. Ini bukan urusan pilkada. Jadi, kasusnya berbeda.

Belum lama, seorang sahabat saya menanyakan masa lalu saya. Inilah yang saya ceritakan: Saya punya dua lapis atasan: manager dan general manager. Kedua orang ini, dalam beberapa urusan, memang secara vulgar selalu mengandalkan saya, tentu bukan tanpa alasan. Saya punya banyak solusi untuk berbagai masalah di kantor dibandingkan rekan-rekan kerja saya yang lain. Ini hasil evaluasi saya juga pendapat rekan-rekan kantor saya yang lain. Namun, itulah yang menjadi bibit kecemburuan. Dan, kecemburuan menjadikan iri hati, serata sikap dan perbuatan yang tidak menyenangkan yang dapat mempengaruhi keputusan atasan yang tidak bertindak profesional. Saya menyerah, pindah ke kantor lain. Saya tidak mau berkonflik. Mengalah di satu tempat, untuk menang di tempat lain. Saya ingin menunjukkan kepada diri saya, saya bukan pecundang.

Waktu berlalu, kejadian serupa terjadi. Obrolan saya dengan seorang sahabat ini, ada kaitannya dengan kejadian-kejadian buruk yang bertubi-tubi menimpa saya yang tak dapat saya sampaikan di sini. Karena iri hati satu dua orang, membuat saya mendapat perlakukan yang diskriminatif. Sangat tidak adil. Padahal banyak orang mengakui kualitas pekerjaan dan pribadi saya. Sekali lagi, saya menyerah.

Menyerah? Oops, bukan menyerah untuk diam tak berdaya. Saya mengundurkan diri dari hiruk pikuk dan akan terus melakukannya untuk sementara waktu. Saya akan anggap hal ini sebagai pecut untuk membuat saya lebih fokus: menjadi guru besar. Orang-orang dengan hati yang kusut akan saya temui di mana saja, kapan saja. Bukan naluri saya untuk menyingkirkan orang-orang seperti begitu. Saya tak punya karma sebagai seorang penyingkir. Dengan konspirasi dan tipu daya, seseorang dapat bisa saja menduduki jabatan tertentu meskipun dia konyol dan tolol. Namun, menjadi guru besar adalah sesuatu yang berbeda. Tidak ada yang konyol di sana, apalagi yang tolol. 

Jika nanti, insyaallah, saya menjadi guru besar dan masih ada yang iri hati? Lillahi ta'ala. Allah Mahapengampun. Biar Allah yang mengampuni dan mereka yang mengurangkan dosa-dosa saya.

Ayo, semangat! 






Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis