Skip to main content

kereta api sedih



pada kereta api yang membawamu ke jantung rangkas bitung.tak ada kursi yang nyaman untuk diduduki.biarpun kau sebrangi semua gerbong yang ada.tak akan ada keistimewaan seperti yang kau harapkan

pada menit kesembilan belas kau berada di dalamnya.di antara penumpang yang berhimpit dengan pakaian-pakaian lusuh yang dulunya mereka beli.entah di departmen store kabupaten entah mereka jahit sendiri.kau akan merasakan empati yang sangat.kau akan merasa kesenangan yang bersahaja seperti yang mereka rasai.kau akan merasa kesusahan yang sama dengan kesusahan yang mereka hadapi.kau akan berbahasa, bergestur, dan bercahaya mata yang sama

coba kau sambangi gerbang-gerbongnya. pada gerbong entah kelima atau keenam.akan kau dapati wajah-wajah sedih yang dominan.karena pada kereta api yang gerungnya terdengar sangat menyedihkan ini.kau dapati seorang serdadu duduk pilu memandang hamparan sawah tanpa petani di atasnya.dia baru saja mendengar kabar tentang isterinya yang lama dia tinggal bertugas.telah menyeleweng dengan seorang pencatat meteran listrik.kau dapati juga seorang ibu muda yang mencoba tersenyum ramah ketika bahunya kau pegangi karena kereta api yang kau tumpangi menuju jantung rangkas bitung terguncang.akan kau lihat dia seperti menyeringai daripada sebuh senyuman ramah.karena entah sudah lima atau enam bulan dirinya tak disenggamai

pada setiap stasiun yang harus disinggahi. wajah-wajah sedih itu akan turun.akan pula naik wajah-wajah sedih lainnya. mereka berbaur di sekitarmu.berhimpitan dalam hiruk pikuk yang tak menyenangkan

lalu kau akan berpikir untuk turun saja pada stasiun berikutnya.kau berputus asa dan berharap akan menemukan suasana berbeda dari yang kau dapati sekarang.padahal setiap penumpang dalam kereta api yang menuju ke jantung rangkas bitung itu.berpikir sama.karena memang tak ada kursi yang nyaman untuk diduduki
tak ada teman perjalanan yang enak untuk diajak bicara.karena wajah-wajah sedih yang ada disekelilingmu, mereka hanya bicara dengan diri sendiri mereka hanya berdialog dengan perasaan mereka

yang tidak kau ketahui bahwa setelah mereka tiba pada tujuan masing-masing. mereka akan meninggalkan wajah dan perasaan sedih tadi. untuk kemudian berganti dengan wajah baru perasaan baru.pada kereta rangkas bitung ini saja mereka akan berlaku sedih.setelah itu kehidupan yang meraka rasa akan lebih indah dari yang kau rasa.kebahagian yang mereka miliki lebih indah dari yang kau punya.karena pada kereta api menuju jantung rangkas bitung ini saja mereka boleh bersedih.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.