Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2009

Gathering dengan Mahasiswa Universitas Murdoch asal Indonesia

Undangan kali ini datang dari seorang sahabat baru, mahasiswa s3 Murdoch University yang saya temui di sebuah diskusi tentang kasus KPK beberapa waktu lalu. Saya dipertemukan dengan sejumlah mahasiswa post graduate asal Indonesia dan keluarganya. Gathering berlangsung di tepian sebuah danau bernama Bibra Lake dengan angsa-angsa hitam yang menawan. Kembali saya disuguhi dengan keramahtamahan aseli tanah air dan barbeque, tentunya. Sabtu, 28/11/09.

Menapaki Kota Tua Fremantle

Sabtu, 21/11/09. Sedap. Saya menikmati sekali suasana kota tua Fremantle yang cantik, penuh warna, penuh gairah. Andai kawasan tua Jakarta bisa diubah seperti ini, luar biasa.

Menyusup di Gathering Orang Awak

Saya sangat bersemangat untuk datang begitu diberi tahu akan ada kumpul-kumpul masyarakat asal Sumatra Barat di Perth. Meskipun saya bukan berasal dari sana, saya tidak perduli. Bersyukur mereka mau menerima saya. Burswood Park, Minggu, 22 Nov. Alhamdulillah, bisa memperpanjang tali silaturahmi.

Basil Today

Mimpi Obama dan Bill Clinton

Source: Yesbuthowever.com Mimpi bertemu Clinton dan keluarganya, Obama dan pejabat-pejabatnya. Sebagian orang percaya, ini adalah pertanda baik. Seorang sahabat, setiap kali ditinggikan derajatnya dalam karir dia, pasti ditandai dengan mimpi-mimpi bertemu presiden. Ah, andai saja.

Thamrin Tamagola tentang Masaro Gate

Ada sebuah artikel yang perlu saya muat di sini, opini mantan dosen saya di UI, Thamrin Tamagola. Pendapatnya tentang situasi politik di Indonesia saat ini lalu dibandingkan dengan menit-menit kejatuhan Gus Dur, dan apa yang terjadi di Amerika yang membuat sejumlah presiden di sana tersandung masalah. Senin, 09 November 2009 Thamrin Tamagola: Masaro Century Gate Siap Tendang SBY Keluar dari Istana Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Thamrin Tamagola, mengatakan jika kasus Bank Century dan Masaro tidak segera ditanggani maka kedua kasus tersebut akan terus bergulir menjadi Masaro Century Gate, yang bisa menendang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari istana secara tragis. "Kalau ini tidak ditangani secara sangat cekatan dan bijak oleh SBY, ini bisa menjadi Masaro Century Gate," kata Thamrin Tamagola. Gate menurut Thamrin memiliki tujuh ciri, yakni melibatkan petinggi negara yaitu presiden, melibatkan orang dalam istana, dan selalu terbongkar dari peristiwa yang sepele.

Menengok Klub Foto di Nollamara

Senin lalu, 16/11/09, saya mengunjungi perkumpulan perhobi fotografi di Nollamara Community Center. Saya berjalan kaki sejauh 8 blok, ternyata. Tak ada pilihan, karena tak ada kendaraan umum ke arah sana. Fotografi adalah hobi saya, bersosialisasi adalah tujuan saya. Jadi saya tak melihat kendalanya. Jika klubnya menarik, saya ingin gabung. Tapi saya merasa perlu observasi dulu. Saya datang begitu acara akan dimulai. Ada belasan orang berkumpul di aula. Sedang ada penjurian lomba foto. Well, cukup menarik mengamati bagaimana mereka membuat kegiatan. Kembali saya bergumam dalam hati: kemana saya datang, yang ada hanya aki-aki dan nini-nini. Kemana orang muda Australia, ya? Pub?

Masaro, Masyaallah

Sepertinya, kasus Masaro, Antasari, Bank Century, KPK, menjadi sulit dikendalikan. Menjadi bola salju terus bergulung menjadi sangat besar membuka sejumlah aib nasional. Hiruk pikuknya menjadi tak terbantahkan ketika menyeret orang-orang bersih untuk ditumbalkan. Saya yang semula tidak mau lagi tahu beragam masalah di tanah air seiring kepergian saya ke Perth, terbangkitkan lagi keingintahuan saya ini setelah pulang diskusi politik dengan teman-teman mahasiswa Indonesia. Saya terkompori untuk tetap kritis. Saya mencoba membuka mata. Betul, kasus tak akan menjadi serumit ini jika tak ada usaha manipulasi dari pihak-pihak yang sangat memiliki pengaruh. Dibutuhkan sejumlah penghianat dari yang terlibat untuk bicara gugur, jika tidak, tentu saja perlu ada yang dikorbankan untuk bisa menyudahi kemelut hitam panjang ini yang dapat mencoreng wajah bangsa. Membaca status facebook sejumlah sahabat, mengamati berbagai headlines dotkom. Semua orang gelisah. Penasaran dengan akhir cerita dari sebu

Biarkan Mereka Datang Sendiri

Suatu ketika saya melamun: rasanya sulit juga mencari teman dekat dan pekerjaan sekaligus. Repotnya mencari teman, karena sebagian besar orang-orang yang saya temui masih muda dan yang ada di pikiran mereka hanya bagaimana bisa mencari kesenangan. Sementara saya punya pikiran berbeda. Jadi ketika mereka ribut soal bagaimana rencana hang out di pub nanti malam, saya tahu diri untuk tidak terlibat. Saya sudah berupaya, berusaha, berikhtiar, mencari relasi maupun pekerjaan. Lalu saya membuka tarot, bertanya: "Biarkan mereka datang sendiri. Jika waktunya tiba, semuanya akan seperti yang dikehendaki." Maka saat ini, saya mengisi waktu untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat saja. Menunggu hal-hal yang saya inginkan datang.

Ngobrol KPK

Rabu, 18/11/09. Saya mendapat undangan untuk sebuah diskusi politik tentang KPK dari Pemuda Pancasila cabang Perth dan Persatuan Pelajar Indonesia Australia. Lokasinya di State Library, Alexander Building. Acara ini dihadiri belasan mahasiswa Indonesia di Perth dari sejumlah universitas, seperti Murdoch, Curtin, dan ECU.

Basil Today

Rabu, 18 November 2009.

River Swan dan Para Pasangan Muda

Menikmati hawa segar dan hangatnya matahari Perth tak selalu harus ke pantai. Di pinggiran sungai Swan juga asyik.

Tarian Aborigin di Taman Kota

Di salah satu sudut taman kota Perth yang asri, sekelompok pengunjung taman dihibur oleh warga keturunan Aborigin dengan tarian rakyat. Mereka menari, menyanyi, sambil bercerita tentang segala maksud dari tarian yang mereka bawakan.

Anggota DPR Studi Banding ke Luar Negeri, Apa Hasilnya?

Saya sering bertanya, anggota-anggota DPR/DPRD dan pejabat publik di tanah air sering melaukan studi banding ke luar negeri, apa yang sesungguhnya mereka lakukan, ya? Saya setuju jika mereka pulang dengan membawa contekan yang banyak hingga kemudian bisa diaplikasikan di tanah air. Untuk menciptakan kehidupan masyarakat kita yang lebih baik. Namun sepertinya kita lebih banyak dibohongi oleh mereka. Bilangnya studi banding, padahal hanya untuk menghambur-hamburkan anggaran. Padahal andai saja mereka mau membuka hati dan pikiran, mereka bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk mulai membenahi layanan kepada rakyat. Saya saja yang bukan siapa-siapa, baru mengunjungi satu museum di Perth saja, bawaannya pengen merombak konsep museum se Indonesia. Dengan berbagai macam benda sejarah yang nilainya luar biasa tinggi dan tak tertandingi oleh negara mana pun, mestinya bisa jadi sangat laku dikunjungi. Ah, tidak boleh mengomel. Sayang umur.

Anak-anak Mengenal Fosil di Museum

Salah satu pilihan kegiatan yang mendidik bagi anak-anak, mengunjungi Museum of WA. Letaknya masih satu kawasan dengan perpustakaan dan galeri. Ini kunjungan kedua saya. Hari Minggu ternyata lebih banyak orang tua yang datang dengan membawa anak-anaknya. Banyak hal yang bisa dilakukan di sini. Museum dikemas menjadi sesuatu yang ringan, populer, menarik, 'dibutuhkan', dan tidak menyeramkan.

The Markets, Setiap Akhir Pekan

Acara kedua di hari Minggu ini, menikmati 'The Markets' yang digelar dengan tenda-tenda di depan Art Gallery hingga the State Library. Pasar kaget ini ada setiap Sabtu dan Minggu, dari jam 10 am - 5 pm. Yang dijual, mulai dari yang tidak penting hingga yang sangat tidak penting. Hehe. Ada buku, makanan, ice cream, suvenir, dan mainan ular tangga yang ukurannya besar sekali.

Heritage Day in Perth

Saya tak boleh banyak merenung di rumah. Hidup harus bergerak. Misalnya, menikmati downtown . Banyak yang bisa dinikmati, yang belum pernah dilihat, yang belum dicoba. Acara pertama, dimulai jam 10 am. Ada Heritage Day di Art Gallery of Western Australia. Sekitar 20 orang sudah berkumpul di bagian muka galeri. Hampir semuanya aki-aki dan nini-nini. Kegiatan utamanya, menikmati gedung tua bekas kantor polisi, Police Court Building , yang dibangun tahun 1905 dan sekarang telah difungsikan sebagai galeri seni. Letaknya, bersebelahan dengan Art Gallery. Sangat menarik. Dibawakan oleh sejumlah karyawan dan voluntir yang berbusana gaya western abad 19. Setiap ruang, berbeda guide -nya. Mereka bercerita mulai dari ornamen gedung hingga kejadian-kejadian apa saja yang biasa terjadi di ruang tersebut di masa lalu. Acara ini gratis. Sayang, tak boleh ambil foto-foto di dalam galeri. Kecuali di bagian teras, letaknya di belakang galeri, dimana para pengunjung boleh menikmati hotdog gratis y

Bye Bye Carmen dan Quentine

Jumat lalu, 13/11/09, dua orang siswa dari kelas yang saya ikuti, mengakhiri masa studinya: Carmen dan Quentine. Carmen kembali ke Hong Kong, Quentine ke Prancis. Ada sebuah pesta kecil di kelas pada jam istirahat hingga jam belajar usai. Jadi tak ada belajar lagi setelah jam makan. Kelas upper intermediate yang saya ikuti, berjalan terus sepanjang tahun. Siswa datang dan pergi sesuai dengan kebutuhannya. Waktu saya masuk pertama kali ke kelas ini, kelas sudah berjalan lama. Tak beberapa lama, ada siswa dari kelas yang levelnya lebih rendah masuk. Begitu terus menerus.

Edith Cowan University, Joondalup

Survey kampus. Saya cukup terkesima dengan bangunan ECU di Joondalup ini. Bangunannya sangat futuristik dan unik. Seperti di komik-komik Batman. Kelak, untuk kuliah S3, saya akan berkampus di sini. Untuk sampai ke tempat ini, yang termudah adalah menggunakan kereta dari arah kota. Dari stasiun Joondalup, berjalan kaki sekitar 10 menit. Suasana kampus dan jalanan menuju ke sana sangat lengang, maklum Sabtu tak ada jadual kuliah. Sangat dekat dengan stasiun, terdapat mall yang luar biasa besarnya. Saya kira banyak mahasiswa yang meluangkan waktu di pusat perbelanjaan ini. Sebagai informasi tambahan, ECU memiliki 3 kampus yang lokasi saling berjauhan: kampus Joondalup, Mount Lawley, dan Burnburry.

Menjajal Kereta Under Ground

Menjajal kereta api di Perth. Bersih, rapi, tertib, on time . Karena rute tak banyak, pilihan jalurnya masih sederhana. Misalnya tak seperti di Singapura yang hampir seluruh jurusan kota ada. Saya membayangkan jika pemerintah kota Perth mempertimbangkan untuk membuka banyak jalur ke semua wilayah sub-urban di Australia Barat, pasti akan lebih nyaman tinggal di sini. Saya tak perlu membeli karcis lagi, cukup dengan kartu Smart-Rider yang biasa saya gunakan untuk naik bis. Tinggal di- tag . Beginilah enaknya jika tranportasi umum hanya dilayani oleh satu lembaga. Semua terintegrasi. Konon, kartu ini juga bisa untuk transportasi ferry menyebrangi Swan River. Saya belum coba.

Disperately Seeking a Job in Perth

Sejak beberapa hari saya tinggal di Perth, saya sudah mulai gerilya mencari kerja paruh waktu. Saya perlu pengalaman kerja di negeri orang, perlu tambahan uang untuk membiayai hidup di kota yang sangat mahal ini, dan perlu aktivitas seupaya otak dan badan tidak rapuh dimakan umur. Awalnya, bilang ke kiri kanan teman tentang niat saya ini. Siapa tahu, mereka memiliki informasi soal pekerjaan. Lalu, lewat internet, dan terakhir lewat koran komunitas yang biasanya terbit harian. Ada juga ternyata, lowongan pekerjaan yang di pasang langsung oleh pencari kerja di tempat pekerja dibutuhkan. Saya sudah melamar ke perusahaan asuransi sebagai caretaker orang-orang yang disability , loper katalog ke rumah-rumah, fotografer, dan tenaga adminsitrasi. Sebagian sudah mendapat email penolakan karena beberapa alasan saya tidak diterima, sebagian lain belum ada kabar. Saya tidak pilih-pilih jenis pekerjaan, selama persyaratannya cocok, saya akan jalani. Mungkin saya perlu merombak total CV saya supay

Hijrah: Memaafkan Masa Lalu dan Masalahnya

Di tempat baru, saya merasa sedang bertemu dengan orang-orang baru yang karakternya mirip dengan orang-orang yang saya tinggalkan di Jakarta. Sebagian asalah sahabat-sahabat yang sangat baik, beberapa sahabat-sahabat yang karena satu atau dua masalah, selalu saya berharap dapat dijauhkan. Bersyukur jika bertemu dengan orang-orang baru yang berhati mulya. Tapi bagaimana jika masih bertemu dengan orang-orang dengan karakter seperti yang ingin saya hindari? Saya menilai inilah lingkaran karma. Di sinilah seharusnya saya belajar betul-betul memaafkan dan menganggap hal itu sebagai masa lalu yang tidak boleh terus melekat. Saya betul-betul harus hijrah, lahir dan batin, sekarang dan masa lalu. Hijrah adalah tujuan utama saya. Memaafkan masa lalu dengan orang-orang yang terlibat, agar tak terus membuntuti. Bismillah.

Perth yang Hijau

Saya sempat underestimate dengan Perth. Bayangan saya, kota ini melulu ditutupi gurun pasir. Padahal setelah beberapa lama di sini, berkeliling ke sejumlah bagian kota, bahkan yang namanya padang pasir belum pernah saya lihat sama sekali. Kenyataannya, Perth cukup hijau royo-royo. Banyak pepohonan besar dimana-mana meskipun pemerintah setempat sepertinya tak betul-betul membiarkan pohon-pohon di lingkungan perubahan tumbuh sangat tinggi karena selalu dijaga ketinggiannya. Kecuali di taman, pohon dibiarkan tumbuh setinggi-tingginya. Meskipun di hampir semua bagian kota ditutupi pasir, tapi rumput dan paving dengan seksama menjaga agar permukaan pasir tidak mendominasi. Bayangkan saja jika itu terjadi, sementara angin bertiup terus-menerus dengan kencangnya, mata bisa kelilipan terus.

Menonton Brad Pitt: 14 AUD

Di antara deretan pertokoan di tengah kota Perth, saya menemukan sebuah bioskop: Piccadilly Cinema Club. Untuk bisa sampai di penjual tiket, saya harus naik dua lantai melalui tangga berkarpet merah yang resik. Tiket dijual dengan harga 14 AUD. Film terdekat yang akan diputar adalah "Inglorious Basterd" yang salah satu pemainnya Brad Pitt. Well, sebetulnya tak begitu penting film apa. Saya hanya ingin tahu rasa dan pengalamannya menonton di sini. Dengan lantai rata tapi menurun, layar kecil, bioskop ini terdiri dari 9 tempat duduk memanjang. Kolomnya saya tak sempat hitung. Dengan ruangan yang tak begitu luas, bisa saya bayangkan bagaimana rendahnya animo masyarakat sini untuk menonton film jika dibandingkan dengan rata-rata penonton di Jakarta.

Masak Sendiri: Hemat dan Praktis

Tinggal di kota mahal seperti Perth, harus mau masak dan kreatif. Jika mengandalkan selalu beli di restoran, selain kantong bisa jebol, juga lokasinya jauh dari rumah. Saya sudah mengisi kulkas dan menimbun sejumlah bahan mentah siap masak seperti telur, mie instan, pasta instan, buah-buahan, minyak goreng, bumbu, beras,ayam yang sudah dibumbui, termasuk susu. Hanya itu yang saya bisa beli. Hahaha. Tak harus berpikir seperti Rudi Haerudin atau Pak Bondan Winarno untuk menyajikan makanan lezat. Yang penting bisa dimakan dan well, bernutrisi. Untuk ke kampus pun, saya selalu menyediakan waktu untuk mengemas makanan untuk makan siang. Jika harus jajan, hitung saja, untuk sekali makan, menu yang paling murah itu seharga 5 AUD. Lupakan McDonald karena mereka hanya punya menu termurah seharga 7-9 AUD. Mungkin yang paling bisa adalah Hungry Jack's, restoran cepat saji yang menjual burger. Bandingkan dengan harga sekilo kentang ukuran besar yang sekilonya hanya 2 AUD atau Indomie Goreng

Ye London Court

Saat menyusuri St. George, tak sengaja saya menemukan sebuah lorong yang sangat unik, Ye London Court. Seperti sedang masuk ke dalam film Harry Potter. Mungkin beginilah eksterior antik khas Britania. Sepanjang sekitar 50 meter, kiri kanan dari lorong ini terdapat toko-toko cendera mata khas Australia, coffee shop , dan money changer.

Sendiri di Perth, Kangen Anak dan Istri

Selalu ada yang kurang. Seperti separuh jiwa saya tertinggal di Jakara. Yeah, setelah saya datang ke Perth tanpa keluarga, rasanya tidak ada hal menarik lagi di luar kamar. Saya memilih tinggal di rumah daripada keluyuran memuaskan hasrat tapi hati kosong. Saya ingin istri dan anak bersama saya sekarang. Menikmati tiap sudut kota atau melakukan apa saja asal bersama. Dulu waktu masih bujang, wah, saya tak pernah melewatkan waktu berlama-lama di kamar. Saya gunakan waktu seoptimal mungkin untuk menjelajah tempat-tempat baru. Hari Minggu ini, saya pastikan tinggal di rumah saja. Tak enak pergi sendiri setelah banyak waktu selalu kami bagi bersama. Kalau saya sudah punya rutinitas, mungkin rasa sepi ini bisa terkikis. Saya perlu tantangan!

Mencari Rumah Sewa di Perth: Sebuah Kemudahan yang Mencurigakan

Belakangan ini saya sedang menyibukkan diri browsing mencari rumah atau apartemen yang murah untuk saya tinggali dengan keluarga begitu mereka nanti tiba di Perth. Sejak booming property di ibukota negara bagian Australia Barat ini, harga sewa properti melonjak drastik. Bikin semaput. Suatu ketika perhatian saya terpaku pada suatu iklan online tentang apartemen dua kamar tidur yang akan disewakan yang menurut saya harganya relatif miring dibandingkan dengan iklan-iklan lainnya meskipun tetap saja mahal bagi kantong saya. Langsung saya kirimi iklan. Sehari kemudian, saya mendapat tanggapan. Wah, saya girang sekali. Pemiliknya seorang pendeta yang sedang bertugas ke luar negeri. Ia menyertakan foto-foto interior unit yang akan disewakan. Bagus, bersih, dan sepertinya mewah. Saya tawar dan email berikutnya sang pemilik menurunkan harga. Lumayan dan menurut saya sangat masuk akal. Email berikutnya, dia minta saya mengisi formulir. Meskipun agak ragu karena saya tak mau terburu-buru, saya t

Aneka Bangsa dalam Satu Kelas

Akhirnya, kelas yang betul-betul 'kelas' saya nikmati juga di hari ketiga. Saya mendapat 10 minggu kursus bahasa gratis yang ditawarkan oleh ECU sebelum saya memulai kuliah S3 nanti. Bukannya tiba-tiba gratis, tapi saya pakai tawar menawar dulu. Iya, seperti sedang bertransaksi di Glodok. Saya bilang ke Ibu Lany dari IDP, agen pendidikan yang membantu kalau saya tidak mau membayar uang kursus. Saya beraksi begitu karena awalnya setengah hati untuk mengambil kuliah di sini. Dapat syukur, tidak dapat pun tak apa. Puji Tuhan akhirnya mereka menggratiskan biaya kursus ini. Hah? Saya malah bingung. Artinya, saya perlu banget memasukkan ECU ke dalam keranjang pilihan. Padahal saya sangat under-estimate dengan Perth. Namun apapun, sekarang saya sedang menjalani path saya di ibukota negara bagian barat Australia ini. Inilah yang terbaik. Kembali ke kelas, saya mendapatkan dua orang guru. Debbie untuk Senin hingga Rabu dan Robin, untuk Kamis dan Jumat. Mereka sangat kasual, santai dan