Skip to main content

Thamrin Tamagola tentang Masaro Gate

Ada sebuah artikel yang perlu saya muat di sini, opini mantan dosen saya di UI, Thamrin Tamagola. Pendapatnya tentang situasi politik di Indonesia saat ini lalu dibandingkan dengan menit-menit kejatuhan Gus Dur, dan apa yang terjadi di Amerika yang membuat sejumlah presiden di sana tersandung masalah.


Senin, 09 November 2009
Thamrin Tamagola: Masaro Century Gate Siap Tendang SBY Keluar dari Istana

Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Thamrin Tamagola, mengatakan jika kasus Bank Century dan Masaro tidak segera ditanggani maka kedua kasus tersebut akan terus bergulir menjadi Masaro Century Gate, yang bisa menendang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari istana secara tragis.

"Kalau ini tidak ditangani secara sangat cekatan dan bijak oleh SBY, ini bisa menjadi Masaro Century Gate," kata Thamrin Tamagola. Gate menurut Thamrin memiliki tujuh ciri, yakni melibatkan petinggi negara yaitu presiden, melibatkan orang dalam istana, dan selalu terbongkar dari peristiwa yang sepele. "Misalnya polisi menangkap orang yamg masuk ke dalam gedung Water Gate di Amerika. Kalau di Indonesia tukang pijatnya Gus Dur jadi Bulog Gate, kalau kemarin Rani, hanya peristiwa-peristiwa sepele," kata Thamrin Tamagola.

Ciri lain gate, yaitu saat kasus tersebut terbongkar maka semua yang terlibat di dalamnya akan kalut melakukan komunikasi intensif dengan membangun suatu rekayasa. Rekayasa tersebut sewaktu-waktu berubah karena panik. Selain itu, gate memiliki ciri adanya rekaman yang membuktikan kasus tersebut, di mana tidak ada keraguan di dalamnya.

Gate selalu disandingkan dengan tuntutan publik mempunyai peranan yang sangat penting di dalam dinamika kasus tersebut. "Baik yang terjadi saat water gate maupun Bulog gate. Opini publik sangat penting peranannya, karena itu ada di ranah publik. Terakhir, jika gate tersebut terus bergulir tanpa ada penyelesaian, maka presiden yang bersangkutan bisa tumbang secara tragis. "Presiden yang bersangkutan harus turun secara tragis. Richard Nixon turun dengan segala kemaluannya turun pesawat tertunduk. Abdurrahman Wahid, walaupun menggagah-gagahkan diri, tapi tetap saja malu," kata Thamrin Tamagola.

Kasus PT Masaro merupakah rangkaian kasus panjang yang melibatkan buronan Anggoro Widjojo dan berujung pada penahanan dua pimpinan non aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Penahanan terhadap Bibit dan Chandra memancing kemarahan publik, karena alasan penahanan tidak jelas. Bahkan, kasus tersebut makin melebar saat terkuak rekayasa, seperti rekaman yang diperdengarkan di Mahkamah Konsitusi (MK). Anggodo menjadi tokoh sentral yang melakukan rekayasa dengan melibatkan petinggi Polri, Kejaksaan Agung, LPSK, sejumlah orang, bahkan nama RI-1 ikut disebut untuk kriminalisasi KPK. Akibatnya, masyarakat merasa cemas akan penegakkan hukum di Indonesia.

Namun, Thamrin tidak yakin jika SBY terlibat kasus Bank Century dan ikut merekayasa kasus Bibit dan Chandra. "Saya tidak yakin dia merekayasa, kalau dia melakukan kecerobohan, iya," kata Thamrin. Thamrin mengusulkan perombakan sistem dan pergantian jabatan di tubuh Polri, Kejaksaan Agung, dan DPR sebagai proses jangka panjang untuk mengembalikan kepercayaan publik soal penegakkan hukum. "Lembaga warisan orde baru itu, harus turun mesin. Pergantian sistem dan orang-orangnya yang ada di situ," kata Thamrin. Namun, untuk langkah awal, Kepala Polri Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji harus diganti. "Untuk mengembalikan kepercayaan publik, tindakan yang paling bagus kalau dia (SBY) mengganti dua pimpinan ini, Polri dan Kejaksaan Agung," kata Thamrin. (nasional.kompas.com / Minggu, 8 Novenber 2009)

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.