Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2007

Sisik Melik Susuk

Suatu ketika saya membaca sebuah koran kuning. Lalu muncullah ide tulisan ini: Tidak setiap pagi, tapi lumayan kerap, saya menonton program siraman rohani di televisi. Biasanya tayang setelah sembahyang subuh. Pada salah satu episode yang disiarkan oleh TVRI 2, seorang ustadz berkotbah. Ia bertugas pada Bagian Keagamaan Rumah Sakit Islam Cempaka Putih. Saya lupa namanya. Salah satu tugas yang ia emban adalah membantu para pasien melewati saat-saat kritis sakaratul maut. Proses melepasnya nyawa dari jasad ada yang sedemikian sulitnya karena sebab-sebab tertentu yang tentu saja hanya Allah yang tahu. Membuat mereka yang menyaksikan kuatir dan kasihan. Menurut Bapak Ustadz itu, salah satu hal yang membuat sekarat seseorang susah karena susuk yang dimiliki oleh pasien. Susuk memang tak terlihat. Hanya orang-orang berkemampuan lebih saja yang bisa melihat seseorang memiliki susuk atau tidak. Ustadz ini yang membantu mencabut susuk. Nah, setelah susuk diangkat, umumnya pasien akan segera 

When Size Does Really Matter

Suatu ketika saya membaca sebuah koran kuning. Lalu muncullah ide tulisan ini: Tak hanya kaum pria yang selalu risau dengan ukuran, namun juga kaum perempuan. Sebetulnya ukuran seperti apa yang ideal? Sebesar apa yang indah, menyenangkan, dan mententramkan? Kecil, sekecil apa yang tak memalukan namun tetap mententramkan? Seorang sahabat kecil saya, merengek ke orang tuanya minta berhenti sekolah waktu masih di Sekolah Dasar. Alasannya, malu karena ukuran payudaranya sangat besar. Padahal teman-teman perempuan lainnya punya saja belum. Hm, maksud saya belum terlalu terlihat. Ukuran yang bengkak ini selalu menjadi bahan ledekan murid-murid pria. Ukuran payudara yang terlalu besar juga pernah dianggap sangat mengganggu oleh artis Ria Irawan. Namun tokh, tak semua perempuan terusik dengan gunung raksasa di dadanya. Banyak juga dari mereka yang berbondong-bondong memperbesar ukuran untuk tujuan tertentu. Jika kaum perempuan ribet dengan ukuran buah dada, yang dihiraukan pria apalagi kalau b

Takdir Itu Bisa Dirubah

Dalam sebuah buku yang saya baca, saya menemukan sebuah kalimat: doa itu bisa merubah takdir. Saya tertegun. Lama sekali mengunyah kalimat tersebut agar mudah dicerna. Kalimat sederhana namun besar sekali maknanya. Takdir itu meliputi rezeki, jodoh, dan mati. Doa. Setiap kali saya berdoa. Setiap kali saya minta didoakan. Namun doa seperti apa yang bisa merubah takdir? Saya sangat ingat kejadian dimana saya terkapar sakit kena malaria dengan suhu badan tertinggi hingga 42 derajat celsius. Ada satu masa dimana saya merasa nyawa saya perlahan meninggalkan jasad. Begitu saya merasa hal-hal ganjil itu, saya berdoa dengan pasrahnya. Berucap sekeras-kerasnya. Saya sedemikian takut menghadapi kematian. Takut karena betapa saya tak memiliki bekal apapun untuk bisa dipertanggungjawabkan kepada Sang Pencipta. Dengan segala ikrar saya ingin berubah jika saya diberi tambahan umur: saya tak lagi-lagi menduakan Tuhan, tak lagi bolos sembahyang, tak lagi berbuat maksiat, tak

Kekurangan Dia adalah Kelebihan Kamu

Setiap kali saya membawa teman perempuan ke rumah, saya biasa memperkenalkan mereka sebagai 'teman'. Ibu tak pernah bertanya lebih lanjut. Kecuali kakak-kakak saya yang suka usil berkomentar. "Teman melulu. Kapan statusnya berubah menjadi calon isteri?" Seperti biasa juga, saya tak pernah terusik. Memang hanya teman, mau dipaksakan bagaimana? Belakangan setiap saya membawa teman ke rumah, komentar-komentar dan teguran itu tak pernah ada. Kenapa, ya? Apa mereka sudah bosan mengingatkan? Sudah tak perduli lagi? Sudah malas? Saya jadi rindu diingatkan. Saya jadi terus memikirkan. Namun suatu hari hati saya girang lagi. Kakak lelaki saya bilang, "Kali ini serius, dong?" Serius dari Hong Kong. Lagi-lagi saya tak memberikan tanggapan yang memuaskan. Kakak menyambung ucapannya, "Kekurangan dia adalah kelebihan kamu." Sepertinya Kakak mencoba membaca pikiran saya. Ah, apakah saya sedang pilih-pilih? Padahal saya tak muda lagi. Bukankah yang penting ada yan

Dua Puluh Tujuh Trilyun Itu Berapa Banyak, Ya?

Sahabat-sahabat saya di kantor langsung berkhayal mau begini-begitu jika punya uang segitu banyak. Obrolan ini dipicu dari sebuah pemberitaan televisi tentang harta gono gini yang mungkin bisa digondol oleh Halimah jika jadi bercerai dengan Bambang Trihatmojo. Dua puluh tujuh trilyun. Hingga berhari-hari kemudian, di kepala saya masih saja terngiang. Ada ya, orang yang punya uang segitu banyak. Tentu saja sebetulnya saya tak perlu kaget. Setiap saat majalah Forbes mengeluarkan daftar orang terkaya di dunia. Namun berita tentang kekayaan Bambang Tri benar-benar tak bisa hilang segera di kepala. Dari segi materi, ada orang yang memang sangat-sangat-sangat beruntung, ada yang beruntung, ada juga yang kurang beruntung, dan sangat-sangat kurang beruntung. Jika saya harus mengisi sebuah kuesioner, saya sendiri akan bingung mau pilih opsi mana. Beruntungkah? Kurang beruntungkah? Atau sangat beruntung? Peruntungan materi memang selalu kita inginkan. Kita menilai hidup akan lebih indah jika uan

Ibu Pendongeng Nomor 1 di Dunia

Saya melewati Salemba. Di depan Perpustakaan Nasional, saya melihat papan reklame besar dengan gambar Tantowi Yahya yang menjadi Duta Baca dan sepotong kalimat: Ibuku, Perpustakaan Pertamaku. Seketika saya teringat Ibu saya. Ibu tak pernah membacakan buku buat anak-anaknya. Ibu menuturkan dongeng. Ibu mendongeng hampir setiap malam setelah saya dan kakak saya selesai mengerjakan PR-PR dan menjelang tidur. Ibu tidak duduk di samping tempat tidur sementara kami terbaring di bawah selimut. Ibu sambil tengkurap, mata terpejam, dan kami anak-anaknya berbagi anatomi Ibu. Kami memijat anggota badan Ibu sementara Ibu mendongeng. Saya biasanya menginjak-injak badan Ibu dari ujung kaki hingga punggung sambil berpegangan pada dinding. Kakak saya akan memijat tangan. Setiap malam. Setiap malam dongeng akan berganti-ganti. Mulai dari Sang Kuring, Si Kancil, Bawang Merah-Bawang Putih, dll. Jika ceritanya panjang dan tak selesai dalam satu malam, dongeng akan bersambung ke malam berikutnya. Atau, kam

YPC = Yayasan Piknik Celalu

Sepertinya hobi jalan-jalan saya sudah terbina sejak dulu. Zaman saya masih kuliah, hampir setiap minggu, saya dan sahabat-sahabat se-gang jalan-jalan. Entah itu sekedar di dalam kota, maupun luar kota. Kadang juga satu kelas. Bahkan lintas program study! Saking seringnya piknik, saya lalu mendirikan yayasan: Yayasan Piknik Celalu. Bubar kuliah, masuk dunia kerja. Pelan-pelan saya menghimpun rekan kerja yang sehobi. Kembali saya mendirikan yayasan yang sama. Anggotanya makin lama makin banyak. Tak sekedar tempat-tempat sekitar Jakarta yang kami kunjungi, juga luar kota dan luar negeri. Ketika saya melanjutkan kuliah ke tingkat post graduate, kebetulan saya dikelilingi sahabat yang gemar jalan juga. Maka YPC saya kembali kibarkan. Pertengahan 2003, saya bergabung dengan Sahabat Museum. Kali itu, jalan-jalannya hanya seputar kawasan tua Jakarta. Pertengan 2004, Nature Trekker bediri dan saya ikut gabung. Maka laut, hutan, gunung, satu per satu saya rambah. Diam-diam, saya menginginkan ya

C.A.B.U.L

Kapan terakhir kali bicara cabul? Cabul beda dengan porno, menurut saya. Atau sama saja? Cerita cabul mungkin masih enak didengar. Namun atas nama kerapian berbahasa, seporno-pornonya cerita yang diceritakan, kita tak pernah terang-terangan menyebut alat kelamin sesuai dengan namanya. Itu mengapa kita mengenal arti lain dari 'burung', 'pisang', 'biji', 'Mr. Happy', 'Mr. P', dll. Sungguh, selama ini saya selalu jengah mendengar jika ada orang menyebut nama kemaluan dengan sangat terbuka. "Bergaul dimana, sih, dia?" Namun jika saya yang melakukannya? Duh, serasa ingin memutar waktu agar kejadian itu tak pernah ada. Saya jadi jarang buka email karena beberapa kesibukan. Maka ketika belum lama ini saya menerima sebuah email dari seorang sahabat yang isinya penuh canda, saya langsung bereaksi girang. Spontan dan tak berpikir panjang, saya langsung membalas. Konyolnya, tulisan saya cabul sekali. Satu detik saja, balasan email saya melayang ke

Kemana Aja?

Saya langsung mengernyit ketika sebuah pesan pendek saya terima. Iya, saya sudah lama tak mengisi blog . Kemana saja? Satu yang jelas, saya terus di dalam kota. Namun beberapa hal memang seolah menjauhkan saya untuk melakukan kegiatan tulis menulis. Yeah, saya memang sudah lama tak nge- blog . Jika para blogger yang biasa rutin mengisi blog -nya lalu tiba-tiba hilang, mungkin memiliki sejumlah alasan: - Tidak ada koneksi internet; - Tidak ada fasilitas komputer; - Tidak ada ide; - Malas; - Sibuk dengan pekerjaan lain; - Sakit; - Bosan; - Sengaja menghindar; - Trauma; - Tidak mood; Alasan saya hanya satu: sibuk. Selain pekerjaan kantor 9 to 5, saya juga disibukkan dengan persiapan bisnis foto yang mulai saya seriusi. Menyiapkan portfolio, website, browsing perlengkapan, bertemu calon-calon klien, bertemu sejumlah vendor, diskusi dengan para profesional, menyiapkan berbagai konsep foto, termasuk melakukan pemotretan untuk beberapa klien, lalu mengedit foto-fotonya, dan mengurusi packag

Mudahnya Menyakiti Hati Orang Lain

Saya melolong bengong ketika seorang petugas dari Service Center Sony Ericsson di Kawasan SCBD bilang, untuk mengganti memory card yang rusak perlu tiga minggu. "Kamu tunjukkan tempatnya dimana, saya akan ambil sendiri." Tawar saya. Tak masuk di akal saja jika untuk mendapatkan satu keping memory card untuk cell phone saja harus menunggu tiga bulan. Tidak efisien. Jadi, saya tetap harus menunggu hingga tiga minggu kemudian. Tiga bulan lalu saya ganti cell phone. Tiga minggu kemudian masuk bengkel Sony Ericsson di SCBD itu. Salah satu keluhan adalah, memo ry card tidak bisa menyimpan data. Sebulan lebih berikutnya saya baru dapat kabar bahwa cell phone saya tak bisa diperbaiki. Dijanjikan dalam satu minggu saya akan dapat penggantinya yang baru. Namun mereka cacat janji. Hingga dua kali dari waktu mereka janjikan, cell phone baru bisa saya ambil. Ternyata masih tak berfungsi dengan baik. Sepertinya memory card yg saya keluhkan tak diganti. Ah, perusahaan sohor dengan p

Pemimpin-pemimpin Sesat yang Dicintai Rakyatnya

Awalnya, saya membaca sebuah berita tentang korupsi yang dilakukan Bupati Magetan Saleh Mulyono. Meskipun sudah jadi tersangka, herannya, banyak rakyatnya yang tetap mengelu-elukan dia. Heran. Punya pemimpin sesat malah bangga. Belum lama juga, seorang pemimpin daerah dari Sulawesi, meskipun sudah digelandang ke tahanan, masih juga disorak-soraki rakyatnya. Bahkan oleh para mahasiswa yang biasanya kritis terhadap berbagai penyelewengan. Apa yang sedang terjadi? Biar korupsi asal baik hati? Maka hai Pemimpin, korupsilah terus. Asal sering beramal, maka kau akan terus dicintai rakyatmu. Seperti Nurdin Hamid yang tiap kali dituntut atas berbagai macam kasus penyelewengan selama ia menajbat, tetap saja bisa lolos dari jerat hukum. Para hakim dan jaksa saja begitu mencintai dia. Koruptor yang baik hati. Begitu sulitkah untuk tidak korupsi? Apakah karena pemimpin itu serakah? Apakah mereka punya kebiasaan klepo sejak dulu? Apakah karena tuntutan isteri yang ingin banyak harta dan tampil glam

You Are the People You Meet

Suatu ketika saya membacakan kartu tarot untuk seorang sahabat. "Peruntungan loe sangat signifikan dengan kedekatan loe sama Sang Pencipta. Semakin dekat, rezeki akan mengalir deras, semakin jauh akan makin seret." Saya mencoba menjelaskan bagaimana pola peruntungan dia. Menuruti omongan saya, ia mulai rajin beribadah. Beberapa masa kemudian, saya terkena malaria. Sesuatu hal terjadi, yang membuat saya membuat 'kontrak' dengan Sang Pencipta untuk bertobat. Maka saya mulai merapikan jadual ibadah saya. Ketika saya bertemu dia lagi, saya mendapati perubahan yang banyak dari dia. Perubahan ke arah positif, tentunya. Mulai dari pola pikirnya, hingga perilakunya. Ia pun berpendapat hal sama tentang saya. Lalu dia bererita tentang kekasih barunya yang juga rajin beribadah, sahabat-sahabat barunya. "Kenapa, ya? Aku sekarang dikelilingi orang-orang yang pada tobat," tanyanya. "Kamu adalah orang-orang yang kamu temui," kata saya. Perlu sedikit menjelaskan k