Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2006

Kekasih Kekasih

hingga tanganku baal memelukmu tak akan kulepas hingga udara tersendat dan waktu menyublim terhempas tiga bentuk irama yang digauli biar ukuranku melesak enam kali diindrai hingga kita saling desak lima derajat kemiringan yang membuat kita ajeg tanpa rusak [terinspirasi dari puisi yang termuat di milis 'bunga matahari']

Ibu yang Kupilih

Kupilih engkau sebagai Ibu bukan karena tlah melahirkan Karena kau dewasakan tiada menelantarkan Kau diani hidupku Tak bimbang aku jelajahi semesta Keberadaanmu dalam segala rupa Kelembutanmu ketulusanmu Kau slalu ada di setiap doaku Untuk nama cinta Kuhafalkan aksara agar bisa merangkai kata lagukan soneta Atas segala cinta Sehingga dewasakan tiada menelantarkan [puisi ini saya ubah dari sebuah lagu yang pernah saya tulis. ditulis kembali karena terinspirasi oleh puisi yang ditulis oleh seorang anggota milis 'bunga matahari']

Janji Perkawinan

[entah mengapa, sejumlah sahabat yang belakangan intens berhubungan dengan saya, satu per satu meniatkan diri untuk menikah. satu per satu menghitung hari dan menetapkan tanggal. suatu ketika saya melihat ulang foto-foto sejumlah pasangan calon pengantin-sekarang tentu saja sudah menikah, foto-foto pre wedding yang saya buatkan. yeah, mestinya saya sudah memikirkan hal yang sama] janji perkawinan adalah cairan vagina yang bersimbah di kening bumi kau boleh menukarnya dengan seribu bulan seribu mentari namun rotasi manapun yang kau tunjuk arahnya selalu ke hati janji perkawinan seperlunya buih angin di sepanjang sisa usia panjang kali lebar suka dukanya berpangkat delapan tujuan apapun dari kendara perkawinan kuadratnya menghasilkan angka penambah perkawinan adalah surga adalah neraka kau bukanlah malaikat namun yang dimuliakan kau bukanlah pembawa amanah namun yang dipercayakan kau budak kau majikan karena perjanjian itu yang haram telah dihalalkan di kening bumi yang bersimbah keintim

Membaca Angin

membaca angin mengeja kehendak ke lembah ke kerabat ke laut di mana sauh diletakkan membacamu pada sembarang waktu di segala sela di titik dimana cinta pernah disimpulkan padamu yang membanduli hati dengan kepedihan padamu yang mewartai hati dengan kekecewaan berharapmu pengembaraan dapat menghentikan tanggung jawab aku mencari jejak yang ditinggalkan kesembuhan yang lama ditelantarkan mewarnai angin mengendus pecahan hati yang telah terberai diceraikan membaca angin agar tiada terali dibujurkan biar garis petaka yang terlanjur melintang dikebumikan melepasmu berkelana lintasi gunung beranak pundak hingga tamat kau pelajari bahasa natura untuk bisa mengeja rajah di mata bathin hingga kau sadari hidupmu sungguh beribu arti

Bertemu Bapak

Mengunjungi Bapak di negeri cahaya. Tak berkesudahan ibadahnya karena perjalanan ke derajat keabadian masih ribuan cahaya antaranya. Di sisa ingatannya akan kenangan dunia, Bapak masih mengenali saya, anak lelakinya yang bengal. Bapak yang tak pandai berbasa-basi. Bapak yang tak bisa lelembut basa. Bapak bercerita tentang saat-saat meninggalkan jasad menuju cahaya yang kuat menarik dan membimbingnya ke alam keabadian. Energi kuat yang menjadikannya lelana, yatim, dan piatu dalam kesendirin dan tak kesendirian. Ketidaktahuannya bagaimana untuk menjelang masa fana yang telah ditinggalkan karena semua detik yang dimiliki hanya untuk memuja dan hanya memuja Maharuh pemilik para ruh semesta. Bapak bercerita saat dikumpulkan dengan sebangsa makhluk. Saat mana amal perbuatan mendapat imbalan yang semestinya. Saat doa-doa di bumi terputus karena pahala hanya dimiliki oleh mereka yang berbuat. Beribadahlah terus, Bapak. Hingga Allah di hadapan.

Hidayah

Sebuah pemandangan penuh warna terlihat ketika saya memejamkan mata. Bukan sebuah pengalaman kasat mata, walaupun sudah berkali-kali saya konfirmasi. Mendongak ke atas langit biru yang cerah, sejumlah gedung tinggi menjulang. Nampak seperti layaknya saya berada di tempat sebenar-benarnya. Padahal saya hanya terbaring di atas sofa dengan mata berklai-kali saya pejamkan, namun bayangan itu tak redup juga. Apakah... Sebuah 'rasa' menjelaskan ketika penasaran tak juga terlumpuhkan. Bahwa itu adalah isyarat. Pertanda yang mengingatkan. Betapa jauh diri saya ke negeri cahaya yang terceritakan. Betapa rentang jarak tak bisa diibaratkan. Belum berarti banyak ibadah yang saya persembahkan. Gusti, hidayah itu. Muliakan.

Mimpi Naga

Sebuah mimpi membawa saya ke sebatang sungai dekat rumah, dimana ketika kecil dulu saya sering mandi dan bermain di sana. Entah pada usia ke berapa, pada sebuah tepian dengan sinar matahari penuh, sejumlah orang ramai beraktifitas di sana. Sebuah patung batu berbentuk kepala naga tersembul dengan ukuran besar. Bagian badannya terendam aliran sungai. Saya baru pertama kali melihatnya, memang tak biasanya ada. Dengan rasa penasaran yang sangat, saya dekati untuk memastikan apa yang saya lihat. Tak ada yang memperhatikan meskipun saya berteriak mengingatkan banyak orang. Saya mendarat dan hiruk pikuk memberitahu keberadaan patung itu. Ketika saya bicara kepada seseorang sambil menunjuk, rupanya benda itu sudah tidak di tempatnya lagi dan sedang di boyong sepasukan asing menyebrangi sungai. 'Sesosok' leluhur dari dimensi lain yang mengirimkan pesan itu rupanya. Lalu pada suatu malam buta, ketika tak ada seorang pun bangkit dari tempat tidurnya, saya berkunjung. Sungai mas

Sudut

menghalau angin agar tak singgah pantulannya menggema di sela raut aku yang berkaca pada setiap engah perihnya mengiris hingga menjadikannya parut tak bahasa tak asa karena kau tlah jadikan aku bisu karena kau tak jadikan aku bahu tatapan yang pernah kau titipkan cumbuan yang pernah kau selipkan genggaman yang pernah kau siramkan tlah jadikan aku bisu tak jadikan aku bahu aku kepadamu untuk semua yang kau berikan aku kepadamu untuk cerita yang tak terceritakan aku kepadamu semua yang ingin kukembalikan

Kehendak-kehendak yang Dikehendaki

Jauh sebelum memasuki bulan Februari, saya berkehendak untuk tidak melakukan perjalanan ke luar kota. Pertimbangan saya, berturut-turut hampir setiap bulan saya mempunyai jadual bepergian. Bahkan untuk jadual bulan Maret pun sudah terlihat betapa saya akan sibuk meninggalkan Jakarta. Baik itu untuk urusan pekerjaan, maupun untuk urusan pribadi. Tak ada salahnya saya menetapkan hati untuk tinggal di dalam kota. Namun begitu saya tak berani membuat janji dengan siapa pun. Tak ingin mengecewakan. Ada memang sejumlah acara yang ingin saya hadiri, namun saya akan berserah jika waktunya tiba, kegiatan mana saja yang paling menghendaki kehadiran saya. Seorang kerabat yang tinggal di Jakarta meninggal dan perlu dimakamkan di luar kota. Saya ingin sekali menghadiri pemakamannya. Sesuatu menyeret saya untuk hanya menjenguk rumah duka. Seorang sepupu menikah di luar kota. Saya merasa perlu hadir. Namun urusan pekerjaan tak bisa ditinggal. Seorang sahabat ingin memperkenalkan sahabatnya untuk bisa

Kualitas Persahabatan

Suatu malam saya bertemu dengan seorang sahabat. Obrolan menjadi berkembang tentang sebuah kualitas dari sebuah ikatan persahabatan. Bisakah kita merasa sakit ketika yang lain sakit? Bisakah kita gembira ketika yang lain gembira? Bisakah kita menghakimi ketika yang lain sesat? Bisakah kita berprasangka padahal hanya imajinasi? Dalam komunitas yang saya bicarakan ini, sebetulnya terdiri dari sejumlah grup kecil yang masing-masing memiliki ketertarikan pada bidang-bidang tertentu. Saya menggemari fotografi. Saya juga menyukai aktivitas petualangan. Dari dua kegiatan ini, saya menghimpun sejumlah sahabat. Lalu seorang sahabat saya yang juga anggota dari komunitas penggemar salsa, mengenalkan kelompok mainnya kepada kelompok yang sudah saya bangun sebelumnya. Komunitas menjadi lebih besar. Lalu ada pertukaran ketertarikan. Kelompok saya ada sebagian yang kemudian tertarik dengan salsa. Anggota kelompok salsa pun ada yang kemudian tertarik dengan fotografi dan bahkan aktivitas petualangan.

Pelajaran yang Dititipkan

Saya menumpang mobil seorang sahabat untuk sama-sama pergi ke sebuah acara. Dia yang mengemudi. Sepanjang perjalanan kami mengobrol berbagai topik. Sepanjang perjalanan itu pula begitu banyak hal terjadi yang tak luput dari pengamatan saya. Walaupun komunikasi lewat email dan telepon sangat lancar, namun cukup lama kami tidak saling bertemu. Saya mengenal sahabat saya ini sudah lama sehingga sudah hafal betul sifat-sifatnya. Namun tetap saja saya terkaget-kaget menyaksikan bagaimana dia bereaksi, berkomentar, mengumpat, bersumpah serapah, untuk semua yang terjadi di depan mata. Lampu hijau yang hanya sebentar nyala, motor yang sembarangan berhenti, pejalan kaki yang sembarangan menyebrang, ini, itu. Lalu saya teringat pada seorang klien yang marah ketika sebuah kesepakatan tak susuai dengan harapannya. Sesungguhnya dia paham betul dengan win-win solution yang menjadi patokan di awal pembicaraan. Dengan berbagai analogi yang dibuatnya sendiri, dia pun paham untuk setiap penawaran yang

Senyuman yang Menentramkan

Saya melemparkan senyum pada seorang bapak yang duduk canggung menerima penjelasan tentang suatu produk dari seorang Sales Promotion Girl pada sebuah lobby pusat perbelanjaan. Bapak itu balas tersenyum. Sahabat saya penasaran. "Mengapa Bapak itu tersenyum?" "Dia tersenyum karena gue tersenyum" "Kalian saling kenal?" "Tidak?" "Lalu kenapa kalian saling tersenyum padahal tidak saling kenal?" "Bapak itu dalam kesulitan" Seorang anak menangis sangat keras dan lama di sebuah rumah sakit. Ibunya kehabisan akal untuk menghentikan tangis anaknya. Semua orang sepertinya menjadi gatal untuk ikut bertindak membekap mulut anat itu. Saya bukan ahli menenangkan anak. Namun ketika anak itu selintas menatap saya, saya manfaatkan untuk tersenyum. Ajaib, anak itu tiba-tiba berhenti menangis. Setelah menempuh perjalanan yang agak panjang pada sebuah acara hunting foto, saya dan teman-teman berhenti sejenak di sebuah taman. Saya membeli sebot

Kelas Tawakkal

Kelas hidup semacam apa yang sedang dan ingin kamu masuki? Tawakkal? Maka pelajaran-pelajaran tentang tawakkal-lah yang akan kamu hadapi. Hal-hal yang menguji kesabaran dan ketabahan. Suatu ketika mungkin kamu akan heran dengan berbagai masalah yang datang bertubi. Kamu kewalahan bagaimana mengatasi semuanya. Sumber masalah bisa saja cuman satu, namun berdampak pada banyak hal. Urusan pekerjaan, urusan keuangan, kesehatan hubungan antar teman, hubungan antar anggota keluarga, dll. Lalu bagaimana kamu menghadapi semua itu? Sama ketika kamu di SMA. Kamu memilih jurusan A1 atau A2, maka pelajaran-pelajaran yang berhubungan dengan ilmu pasti yang banyak kamu pelajari. Kamu memilih jurusan A3, maka pelajaran-pelajaran yang berhubungan dengan pengetahuan sosial yang banyak kamu dapatkan. Hal-hal yang perlu diterima karena pilihan kita ke kelas semacam itu. Suka atau tidak suka. Jika suka, kamu bisa lanjutkan hingga pelajaran usai dan kamu naik ke derajat yang lebih tinggi. Jika tidak, kam

Sahabat yang Dibedakan

Saya tetap mengirimkan pesan-pesan pendek kepada mantan kekasih sekaligus sahabat. Demi menjaga silaturahmi. Kadang dia membalasnya dengan sangat manis. Kadang pula meradang karena tak ingin diganggu. Ada sahabat memilih tak ingin berteman lagi dengan saya ketika saya tolak cintanya. Sahabat lain memilih menghindar dari saya ketika berbeda pendapat tentang suatu hal. Sahabat lainnya menghindar dari saya karena dia memang senang menciptakan masalah. Saat mereka menghindar, saya percaya mereka punya alasan. Saat mereka menghindar, saya tahu saya tak dikehendaki. Tak ada yang lebih merisaukan kecuali saya ikut menghindar. Saya tak ingin memaksakan kehendak agar sesuatunya menjadi baik kecuali semesta menghendaki sesuatu itu menjadi baik. Waktu akan bicara. Sesungguhnya bukan seharusnya saya menghindari sesuatu kecuali sesuatu itu yang menghindari saya. Tak ada kebencian yang abadi tersimpan dalam hati, kecuali jika sang hati dibiarkan terus bersekutu dengan Yang Mahatakbaik. Sahabat se

Maafkan. Lupakan.

Pada sebuah kelompok main, seorang sahabat tersipu bingung. Dia menulis email tentang sahabatnya kepada sahabatnya yang lain. Namun justeru email itu terkirim kepada sahabatnya. Isinya tentang sesuatu yang buruk tentang sahabatnya itu. Perselisihan tak bisa dihindarkan. Saya mendapat kabar setelah kejadian itu berlangsung lama. Pada sebuah kelompok main lainnya, seorang sahabat menerima SMS. Bukan SMS yang seharusnya dia terima. SMS itu terkirim dari seorang kawan lain untuk kawan lainnya, tentang sahabat saya itu. Isi pesannya tentang sesuatu yang buruk tentang sahabat saya. Terbayang bagaimana perasaan mereka ketika kejadian itu berlangsung, bukan? Saya mendapat kabar ketika kejadian itu sedang berlangsung. Saya bilang: Hapus SMS-nya. Maafkan. Jangan besar-besarkan. Lupakan. Kawan-kawanmu sedang mendapat pelajaran. Sahabat saya melakukannya. Perselisihan dapat dihindarkan.

Synchronicity

Seorang sahabat bercerita. Ia mengirimkan SMS yang bunyinya, "Sore-sore begini, enaknya minum kopi, nih. Selamat minum kopi, ya..." SMS tersebut dikirimkan pada rekannya yang tepat pada saat dia menerima pesan pendek itu, dia sedang menghirup secangkir kopi. Pagi buta, saya hendak bepergian dengan tangan penuh membawa barang. Hujan baru saja turun. Ketika di kepala saya terlintas bahwa saya butuh sekali taksi, tiba-tiba taksi kosong melintas di depan mata. Untuk mendapatkan tumpangan taksi, biasanya saya perlu bersaing dengan banyak calon penumpang lain atau bahkan berjalan jauh keluar kompleks perumahan. Suatu pagi saya terbangun dengan leher dan punggung bagian kanan sulit digerakkan. Sakit bukan kepalang. Mungkin karena terlalu nyenyak sehingga saya tidur dengan satu posisi tertentu dan sangat lama. Padahal saya ingin ke gym setelah pulang kantor. Padahal ada rencana membantu teman-temanmempersiapkan pameran foto malamnya. Berharap dengan sedikit bergerak dan berkering

menghakimi

kamu tidak membunuh tapi pisau yang kamu bawa dan sesosok mayat berlumuran darah ada di dekatmu kamu kesakitan berlumur darah tapi kawanmu berprasangka kamu bermain gincu kamu bermain api kawanmu menganggap kamu sedang frustasi kamu frustasi tapi kawanmu menganggap kamu bercanda kamu bercanda tapi kawanmu menganggap kamu merendahkan kamu dihakimi untuk sesuatu yang tidak kamu niatkan saat itu kamu memohon agar tuhan dapat bersaksi sambil berdoa: berikan mata ketiga buat mereka yang berprasangka karena sesungguhnya mereka sedang mengasihani dan melukai diri sendiri mereka menghakimi karena mereka mencari pembenaran yang didasari oleh tinggi hati karena sesungguhnya mereka telah dikalahkan oleh ego biarkan mereka berdarah hingga luka itu kering namun tak akan pernah sembuh karena parut itu akan tetap ada hingga pelajaran memaklumi telah selesai mereka hafalkan karena memaafkan teramat sulit buat mereka mereka yang selalu memanjakan prasangka adalah mereka yang sesat dalam keseharian

Vihara Thay Hin Bio

Setahun lalu di Lampung.

aku ada karena kamu ada

sebut aku sesungguhnya aku ada bahkan sebelum niatmu ada maka angin beriringan mewarnai kelopak mata menandai kuning hitam merah jingga memberi gula untuk setiap peristiwa aku menyertaimu pada cangkir kopi yang kau gigit pada pasta gigi yang kau kunyah pada anggur yang membasahkan pada sekerat gandum yang melenakan pada semilir bau bantal dan wangi kelenjar kembang aku menyertaimu pada setiap udara yang menghidupkan aku ada bahkan sebelum niatmu ada karena aku merasuk pada jiwa dan jasad pada rencana dan harapan-harapan aku adalah pagi aku adalah malam aku ada bahkan sebelum kau terbangun dari mimpi indah karena aku adalah sel aku senyawa yang mengendap dalam bawah sadar aku obat yang menyembuhkan aku sapuan yang mengeringkan sebut aku sesungguhnya aku ada di mana kau ada karena aku semesta yang menyelimuti aku angin yang menghadiri aku ada karena kau yang menghendaki hingga tiba saatnya aku adalah dirimu

Melayani yang Mengalirkan

Minggu pagi, karena sejumlah urusan pekerjaan, saya perlu menginap di kantor. Tak pernah merasa keberatan karena saya ingin melayani perusahaan di mana saya bekerja dengan sepenuh hati. Hari itu, beberapa acara ingin sekali saya hadiri: Reuni dengan teman-teman kuliah pada jam 11am, parade budaya peringatan cap goh meh pada jam 2pm, dan acara lamaran seorang sahabat dimana saya diminta kumpul pada jam 4.30pm. Tiba di rumah, saya manfaatkan waktu untuk tidur. Saya ingin melayani jasad yang perlu berisitirahat. Tengah hari, saya baru terbangun. Namun tak bisa langsung berkemas karena seorang adik saya dengan segudang ceritanya tak mungkin saya abaikan. Saya ingin melayani dia. Sederet keinginan agar semua acara bisa saya hadiri. Namun, saya hanya ingin berkeinginan. Biar semesta yang menyiapkan semuanya. Saya sangsi apa acara reuni masih berlangsung karena sudah hampir jam 1pm. Nomor teman-teman saya hubungi namun tak ada yang mengangkat. Saya merasa yakin mereka sudah bubar. Kemudi

Tiara Lestari Menikah

Photo Session: Prita

Photo Session: Sexy at the Pool

Bertempat di kolam renang Cafe Omah Sendok, anak-anak dari sekolah photography Darwis Triadi menyelenggarakan photo session.

Panggilan yang Mengalirkan

Saya sedang di tengah pembuatan sebuah proposal dan jadual pekerjaan sangat padat padahal saya masih perlu membagi waktu untuk pekerjaan lain. Seorang teman datang berkunjung tanpa janji dan bercerita macam-macam yang tidak terlalu penting. Saya perlu menemaninya. Saya sedang di tengah pembuatan sebuah proposal dan jadual pekerjaan sangat padat padahal saya masih perlu membagi waktu untuk pekerjaan lain. Saya lelah dan mengantuk. Saya berbaring di sofa lalu jatuh tertidur. Saya sedang di tengah pembuatan sebuah proposal dan jadual pekerjaan sangat padat padahal saya masih perlu membagi waktu untuk pekerjaan lain. Jam makan siang sudah terlewat jauh dan saya sangat kelaparan. Saya putuskan untuk makan walaupun tak beranjak dari depan komputer. Saya sedang di tengah pembuatan sebuah proposal dan jadual pekerjaan sangat padat padahal saya masih perlu membagi waktu untuk pekerjaan lain sementara deadline tinggal hitungan jam. Seorang staff minta perhatian saya untuk menyelesaikan sebuah

Prasangka yang Tak Mengalirkan

Suatu pagi. Saya baru saja menyelesaikan tangga terakhir dari sebuah jembatan penyebrangan ketika dengan tiba-tiba seorang ibu yang berdiri tepat di tengah trotoar membalikkan badan dan menadahkan tangannya. Katanya, "Minta seribu tiga ratus. Buat ongkos pulang..." Langkah saya terlalu cepat dan lebar untuk sekonyong-konyong berhenti. Ritme ketergesaan saya juga seirama dengan suasana semua orang di sekitar saya yang ingin buru-buru tiba di tempat kerja. Sejenak ingin saya membalikkan badan dan merogoh kantong. Seribu tiga ratus rupiah tak akan membuat saya jatuh miskin. Keraguan bahwa ibu tadi bukanlah semata-mata kekurangan ongkos pulang, mengurungkan niat saya. Saya pernah mendengar banyak cerita, pengemis yang memiliki modus operandi seperti itu, bahkan saya pun pernah mengalaminya. Sepertinya, pada saat itu saya memilih untuk tidak mau dipecundangi. Namun pada saat bersamaan, di bilik hati saya yang lain, perasaan mengapa saya tidak berhenti saja dan memberikan sejuml

Memeditasikan Keinginan

Ketika panggilan itu tiba dan saya memang sangat menginginkannya, terjadilah. Hati berucap, semesta mempersembahkan. Saya mendaftar untuk sebuah kelas meditasi di daerah Cobodas, Bogor yang diselenggarakan week end lalu. Jika melihat jadual pekerjaan, sepertinya agak sulit untuk ikut. Namun, lagi-lagi saya ikhlas saja dengan apa yang memang seharsnya perlu terjadi. Jika saya dikehendaki, saya akan ada di mana pun dengan segenap jiwa dan raga. Tiba-tiba saja, semua hal yang saya kira bisa menghalangi, menyingkir dengan sendirinya. Dengan santai, saya melengang ke Cibodas.

Menerima Arus Semesta

Selama perjalanan karir bekerja, saya pernah menunda promosi kenaikan jabatan ketika saya menilai belum siap. Saya menganggap promosi itu terlalu mendadak. Sebetulnya jika dilihat ke belakang, tak ada masalah yang betul-betul menghalangi. Hanya jalan berpikir saya saja yang pada waktu itu sempit dan kekanak-kanakan hingga menolak hadiah itu. Di waktu lain, dua rekan kerja saya pernah jumpalitan mencari perhatian atasan dan mengajukan diri untuk menjadi pimpinan departemen walalupun hasilnya nol. Atasan menilai kedua rekan saya ini belum pantas menduduki jabatan tertenu yang mereka inginkan. Seorang sahabat yang bekerja pada sebuah perusahaan pertambangan, setahun lalu uring-uringan. Dia mendapat promosi kenaikan jabatan, tapi harus bersedia dipindahkan ke luar daerah di mana mining mereka berada. Dia benar-benar frustasi dan tak berdaya mengubah keputusahan manajemen. Hanya ada dua pilihan: menerima atau mengundurkan diri. Beberapa minggu ini, seorang sahabat lain yang bekerja

Jujur Dengan Hati

Jujur itu tak selamanya mudah dan sederhana. Jujur bukan juga selalu kebalikan dari ketidakjujuran. Seorang sahabat selalu dipusingkan oleh kewajiban membayar gaji karyawan yang bekerja di perusahaannya. Tentu saja hampir setiap akhir bulan. Sejumlah hutang pun harus mendapat perhatian serius juga. Saya minta dia jujur. Secara logis dan rasional, dia perlu mengakui bahwa perusahaannya dalam keadaan tidak sehat. Tidak mudah baginya melakukan ini tanpa perdebatan dan tarikan nafas panjang. Saya hanya minta dia mempertimbangkan kondisi sekarang. Bukan kondisi minggu depan atau bulan depan yang menurutnya mungkin akan mendapatkan projek-projek besar. Kalau ternyata projek-projek itu tak datang juga, bagaimana? Berharap boleh saja. Tapi saya tetap menegaskan agar dia fokus pada keadaan sekarang. Agar dia ikhlas jujur, saya menyarankan untuk membuat daftar kewajiban keuangan, mulai dari yang prioritas hingga hal-hal yang bisa dikompromikan. Sekaligus prospek positif yang bisa menjadi uang

Affair

Dengan seorang sahabat, saya menghabiskan waktu after office hour pada suatu malam di sebuah coffee shop. Obrolan mengalir dengan sangat lancar dengan berbagai macam topik. Mulai dari peristiwa-peristiwa di kantor masing-masing hingga urusan yang paling pribadi. Sahabat saya menceritakan dengan gamblang tentang petualangan-petualangan seks yang dia lakukan, kapan dan dengan siapa saja. Tidak membuat saya heran, karena bukan kali ini saja dia terbuka begitu. Cuma, baru kali itu saya berpikir, mengapa banyak lelaki senang mengumbar pengalaman-pengalaman hubungan intimnya, ya? Belum lama, saya membaca blog sahabat perempuan saya. Dia kebetulan seorang model terkenal, pernah diberitakan oleh seorang pria bahwa pria tersebut pernah tidur dengannya. Tentu saja sahabat saya itu berang. Boro-boro tidur dengan dia, bertemu saja belum pernah. Sahabat saya lalu bertanya, kenapa kaum pria senang menceritakan pengalaman-pengalaman intimnya? Saya jadi teringat artikel joke yang pernah dimua

Republik Monyet

Kenakan Otak Kalian Jadikan Mahkota di Kepala Karena Kita Tinggal Di Republik Monyet Otak Adalah Martabat Otak Adalah Status Sosial Otak adalah Fashion Banyak Monyet di Negeri Monyet Tak Mengenakan Otak Ada Monyet Menjadi Presiden Tanpa Otak: Negeri Porak Poranda Rakyat Kocar Kacir Tak Berkepemimpinan Ada Monyet Menjadi Politisi Tanpa Otak: Menggertak Tak Berhaluan Ada Monyet Menjadi Penegak Keadilan: Dikira Dirinya Tuhan, yang Benar Menjadi Tak Benar yang Salah Menjadi Tak Salah Ada Monyet Menjadi Pengusaha Tanpa Otak: Hutan Disulapnya Menjadi Belukar Ada Monyet Menjadi Birokrat Tanpa Otak: Tak Bisa Melayani Rakyat Karena Sibuk Mencari Kesempatan Menimbun Kekayaan Ada Monyet Duduk Di Dewan Perwakilan Rakyat Berjas Namun Tanpa Otak: Aji Mumpung Menjadi Landasan, Rakyat Sengsara Tak Diperdulikan Ada Monyet Menjadi Ulama Tanpa Otak: Berdakwah ke Penjuru Tanah Air Anak Isteri Di Rumah Serong Sini Serong Sana Ada Monyet Menjadi Pengajar Tanpa Otak Malah Kurang Ajar Ada Monyet

Is It Raining in Heaven?

Why was raining thing morning? Why was no cab empty passing? Why the universe let me wet and mess? Was it because the anger i have for days? Was it because I plan to embarrase some people this noon? Rain, cool my heart down. Rain, keep raining wipe my anger. And I believe it is raining in heaven as well.

Acting by Heart

And I lost all my words for days, thinking what such topic I wanna write about. At glance, I was thinking about renesaince. Live after death. But I had no knowledge enough to make a resume, a comparison about what I know and I believe. I was also thinking about my activities and what the feeling i had today and the days before. I could write dramaticly, at least for myself. But I left that kind of journal since years ago, since one of my friends stole my diary and terorized me by the contents I wrote. So, I promised to myself not again to documentate what I've done whole my days detailly. It's freaky. But I need to write something anyway. An anger of uncomfort situation in my office influences me a lot. A different vision and acting among some people in the organization can ruin the system I guessed. Few times happened. I do not cope with the problem yet. It's getting worst actually. I need to solve it immediately. A friend said I have to take an action by heart, to win t

Dengarkan Hatimu: Ikuti!

Saya mendapat email pendek dari seorang sahabat. Setelah belasan tahun menikah, dia kan mengakhiri perkawinannya. Seorang sahabat lain, baru saja memutuskan hubungan dengan kekasih gelapnya dan memutuskan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Dua buah kabar yang mengagetkan yang saya terima pada hari yang sama. Kaget yang menyedihkan dan kaget yang menggembirakan. Saya tercenung sejenak, dari sudut mana saya bisa mengambil nilai positifnya? Ketika saya mengenal dua sahabat saya ini sekian tahun lalu, mereka sudah dalam posisi masing-masing dengan permasalahannya. Pada hal-hal tertentu, bahkan sekilas saya menemukan banyak persamaan dari keduanya: energik, supel, superaktif, selalu ingin dikelilingi teman-teman, selalu ingin mempelajari hal baru, easy going, dan menyukai semua aktifitas luar rumah. Mereka mengeluh hal yang sama: pasangan yang membosankan. Makin lama perbedaan pandang terhadap banyak hal menjadi sangat tajam. Jurang jadi semakin melebar. Pasangan menjadi poses

Mendengarkan Hati

Mendengarkan hati. Mengikuti kemana dia bertindak. Apa yang seharusnya terjadi hari ini pada diri saya? Tak saja buat jasad. Pun buat jiwa dan semesta. Hati akan yang memilihkan yang terbaik, yang paling terbaik. Biar semua lapang. Biar semua benar. Apalah arti semua rencana. Apalah arti semua keinginan. Padahal hati yang paling tahu pilihan apa yang seharusnya saya ambil. Hati akan bicara kepada saya. Detik demi detik. Menit demi menit. Saya pekakan telinga. Saya sadarkan selalu indera. Karena hari ini, saya perlu keputusan besar: