Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2007

Kita Meminta, Semesta Menjawab Atas Seijin Tuhan: Sudah Siapkah Kita Menerima?

Ah, saya mungkin terlalu tegas menegur seorang sahabat ketika ia berniat terus memperbaiki hubungan dengan kekasih. Padahal jelas-jelas kekasihnya telah selingkuh. "Kamu selama ini berdoa, kan? Terserah kamu, terbongkarnya perselingkungan pacar kamu dengan perempuan lain itu mau kamu anggap sebagai jawaban atau cobaan?" Sebetulnya saya hanya ingin mengingatkan. Kita mesti terbiasa dengan keajaiban doa. "Jika kamu anggap itu jawaban, kamu perlu merencanakan bagaimana meninggalkan dia dan mempersiapkan untuk menyongsong calon kekasih baru kamu. Tapi jika kamu mengganggap itu cobaan, maka tabahlah. Berdoa semoga ia mau berubah pikiran dan kembali kepada kamu." Tak berapa lama, sahabat saya yang lain mematung lama ketika saya sadarkan, "Bukankah selama ini kamu berdoa untuk mendapatkan jodoh segera? Tapi mengapa ketika ada pria yang ingin memperisteri kamu, kamu tolak?" Sahabat saya yang satu ini tiba-tiba saja dikejutkan oleh lamaran seorang sahabat lamanya.

Ladang Syukur di Bumi Gersang

Saya bersyukur masih diberi oleh-Nya rezeki, hidayah, karunia, berkah, dan anugerah. Saya bersyukur karena dilindungi oleh-Nya dari berbagai marabahaya, segala penyakit, fitnah, dan niat jahat orang-orang dzolim. Saya bersyukur atas kesehatan yang saya miliki sekarang. Karena syukur itu, saya akan berusaha menjaga kesehatan agar tetap dalam kondisi baik. Salah satu cara adalah dengan menghindari sebanyak mungkin racun yang masuk ke dalam tubuh. Jika beberapa waktu lalu saya diet agar lingkar perut saya tidak melebar, sekarang terutama karena demi kesehatan. Saya memang bukan penikmat hidup yang dengan gagah akan mengkonsumsi berbagai jenis makanan dan minuman. Saya membatasi apa saja yang boleh masuk ke dalam tubuh karena pertimbangan bahwa kelak jika saya sepuh, saya harus tetap sehat. Tanpa gula, tanpa darah tinggi, tanpa kolesterol berlebih, tanpa jantungan, tanpa asam urat, tanpa sesak nafas. Saya bersyukur atas cinta dari orang-orang terkasih. Dari orang tua, keluarga, isteri, par

Circle of Fatihah: You Are Invited

Beberapa bulan terakhir, saya menghimpun sejumlah sahabat untuk menciptakan sebuah circle of fatihah. Masing-masing dari kami akan melakukan wirid membaca al fatihah sesering mungkin, dimana pun, kapan pun. Tak ada maksud lain kecuali untuk saling memberi dukungan dan dorongan. Hidup ini berat, Jendral. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. Percayalah, kita hanya makhluk yang tak punya kuasa apapun dengan hidup kita. Kita punya segudang keinginan. Namun kadang bingung meskipun sudah jungkir balik sembahyang dan berdoa, namun keinginan-keinginan kita belum terwujud juga. Apakah Tuhan tuli? Apakah Tuhan buta? Karena mungkin kita memilih jalan keliru untuk menuju ke keinginan kita. Dari Sudirman ke Blok M, dengan segala alasan atau karena tidak tahu, kita berputar-putar dulu ke Grogol, Cilegon, Cibitung, baru ke Blok M. Mungkin karena memang kita tidak tahu. Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus. Agar apapun keinginan kita, kemana

Saya Tidak Punya Kewajiban Meluruskan Moral Setiap Orang

Jika berada di jalan dan melihat kemacetan yang luar biasa, ingin rasanya menjadi seorang polisi lalu lintas. Mengurai kemacetan, menertibkan pengemudi yang menjadi oportunis main senggol kanan kiri tak mau antri. Jika melihat kelakuan anak-anak bengal yang bukan kepalang badungnya, ingin rasanya menjadi orang tua mereka. Mengajari bagaimana berlaku santun, tidak merusak diri sendiri dan lingkungan, tidak menjadi sumber keributan, tidak merugikan orang lain. Jika melihat sahabat-sahabat di tempat kerja saling sikut untuk mendapatkan promosi, ingin rasanya menjadi atasan mereka. Mengirimkan surat mutasi ke suatu daerah terpencil agar mereka sadar bahwa bekerja sama dengan tim, saling menghargai rekan kerja, tidak saling menjatuhkan, adalah hal yang lebih elegan dari pada merusak suasana kantor menjadi sebuah arena gladiator mencari perhatian. Konon, hampir pada setiap manusia ada saja 'sesuatu' yang mengikuti. Semacam makhluk halus yang datang karena memang kita sendiri yang 

Anda Baru Memaafkan? Saya Sudah Melupakan

Saya pernah punya seorang sahabat. Kami sangat dekat, setidaknya menurut saya. Segala usahanya saya dukung. Setiap kali dia punya masalah, saya luangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mendiskusikan jalan keluar bagi persoalan yang ia hadapi. Termasuk memikirkan bagaimana agar usahanya lancar dan maju. Tak ada pamrih. Kecuali karena saya memang senang melakukannya. Tak ada masalah yang saya tahu kecuali dari dia. Suatu ketika, sebuah masalah besar muncul. Terjadi keributan. Saya sungguh tak tahu dengan apa yang terjadi. Saya dimusuhi oleh sahabat saya itu, katanya, saya tak memihak dia. Saya bingung. Meskipun kami dekat, bukan berarti serta merta saya akan mendukung dia. Bagaimana jika dia keliru mengambil keputusan? Benar saja. Keributan yang terjadi dipicu karena ketidakpuasan dari sejumlah pihak yang bekerja sama dengan dia. Yang lucunya, hal tersebut tanpa dihubungkan dengan peristiwa yang terjadi, pernah saya ingatkan agar tak dilakukan oleh sahabat saya itu. Seolah berhubungan,

Speakeasy

Rupanya, setiap orang mungkin punya misi tertentu bagi kehidupan orang lain. Bahkan jika itu dimulai dari sebuah musibah. Apa yang akan Anda lakukan jika seseorang tiba-tiba menabrak mobil Anda padahal Anda sudah sangat hati-hati berkendara? Bagaimana jika Anda mulai berteman saja dengan si penabrak itu? Anda sedang sangat galau dengan hidup Anda. Boss Anda marah-marah tak karuan karena kekuatirannya terhadap pendapatan perusahaan padahal Anda adalah ujung tombak usahnya. Pasangan Anda menjauh dari Anda karena Anda bersahabat dengan Ayahnya yang justeru oleh pasangan Anda dijauhi. Banyak keajaiban cinta yang terjadi begitu saja tanpa perlu penjelasan. Seseorang, tanpa berpidato panjang lebar bagaimana mengatasi masalah, bisa saja menjadi sumber inspirasi bagi kehidupan orang lain. Berkat pertemanan dengan orang asing yang menabrak mobil Anda, bisa saja kehidupan Anda justeru menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Ketika 'Everything is Nothing'

Ketika saya sekarat hampir dijemput kematian, saya berdoa sangat. Ya, Allah. Saya akan bertobat setobat-tobatnya. Akan bertaqwa hanya kepada Engkau, akan menajuhkan diri larangan Engkau, dan bersaksi bahwa Engkau satu-satunya Tuhan yang layak disembah. Saat itu, tak ada hal lain yang ada di pikiran dan hati kecuali membuat perjanjian dengan Yang Mahakuasa. Tak ada yang lebih penting kecuali kehidupan itu sendiri. Saya merasa belum siap mati dengan segudang dosa yang saya punya. Saya hanya boleh mati jika dalam keadaan baik, lahir bathin. Everything is nothing. Tak ada hal yang bisa saya banggakan di hadapan Tuhan kecuali memposisikan diri sebagai makhluk yang lemah. Saya merasa sangat kecil dan tak berharga. Syukurlah doa saya didengar, umur saya diperpanjang, dan saya tahu diri untuk memegang janji yang saya ucapkan. Ganti waktu saya dihadapkan pada sebuah kebutuhan. Saya ingin menikah. Kembali saya berdoa untuk minta dikirimi satu kekasih. Alhamdulillah, saya mendapatkannya. Bahkan

Ketika Keimanan Turun, Turun, Turun, Naik, Naik, Naik

Seperti harga-harga kebutuhan pokok, konon keimanan seseorang itu naik turun juga. Kadang naik, naik, naik. Kadang turun, turun, turun. Setiap orang memiliki tingkat kenyamanan yang berbeda-beda. Ada yang merasa nyaman dengan kondisi keimanan turun, turun, turun. Ada juga yang nyaman saja dengan kondisi keimanan yang naik, turun, naik, turun. Tergantung situasi, kondisi, dan toleransi. Saat ramadhan, biasanya nyaris serempak umat mendapati keimanannya naik, naik, naik. Namun sebagian di antaranya ada yang naik pada awal bulan saja, selanjutnya turun, naik lagi menjelang lebaran. Bahkan turun lagi ketika ramadhan usai. Saya pernah dalam segala kondisi keimanan. Pernah naik, naik, naik. Pernah juga turun, turun, turun, plung! Saya tak mau itu terulang lagi. Bersyukur saya tiba-tiba dapat hidayah. Jika tidak, apa yang akan terjadi setelah saya plung dan tak ada yang menyelamatkan? Saya terus berdoa agar hidayah itu ada di setiap tarikan nafas. Setiap saat. Agar selamat dunia akhirat, lahi

Kita Bisa Berpacaran Karena Kita Berada Pada Frekuensi yang Sama

Sederhananya, kita bisa mendengarkan siaran sebuah stasiun radio jika kita tahu frekuensinya dimana. Jika memasangnya tidak pas, siaran akan terdengar rombeng, brisik. Menyebalkan. Saya bisa memiliki sejumlah sahabat yang hingga kini bisa bertahan karena masing-masing 'bergaul' pada frekuensi yang sama. Entah karena bahasanya, cara pikir, pola pikir, kepentingan. Ketika frekuensi mulai bergeser, perlahan pula sahabat-sahabat akan menjauh. Berbagai alasan mengapa frekuensi setiap orang bisa berubah-ubah. Tak perlu langsung menyalahkan diri sendiri karena memang tak sesuatu pun bisa abadi selama kita masih hidup di dunia. Anda mungkin memiliki rekan kerja di kantor. Bertahun-tahun bekerja bersama namun tak sekalipun Anda merasa klik untuk menjadikan dia sahabat Anda. Tentu saja karena baik Anda maupun dia, tak memiliki frekeunsi yang sama. Sama halnya dengan hubungan asmara. Anda menggemari seseorang namun orang itu malah kabur. Apa yang harus Anda lakukan? Lacak frekuensinya. Ke

God is (Perhaps) Calling Me to Leave

Tiba-tiba badan saya yang sedang terbaring terangkat begitu saja. Mengawang ringan hingga saya bingung apa yang sedang terjadi. Sebuah sensasi ganjil saya rasakan. Seolah badan saya menjadi kutub magnit yang siap menarik apa saja. Saya menoleh ke bawah. Pemandangan kota terhampar. Lalu pada ketinggian tertentu, gravitasi mulai bekerja. Sebelum saya terjerembab saya membalikkan badan berusaha untuk mengendalikan tubuh. Berhasil, badan saya mulai menaik lagi. Tak lama sebuah pemandangan putih benderang terhidang di depan mata. Terang namun tak menyilaukan. Saya tertelan dalam ruang penuh cahaya. Ah, saya mimpi rupanya. Mungkin saya akan 'berpulang'. Begitu saya menginterpresikan mimpi saya itu. Atau Tuhan akan memberi saya derajat yang lebih tinggi dari yang sekarang saya tempati. Ketika saya memberanikan diri untuk mencoba mengunyah interpretasi yang pertama, saya mengamati apa yang terjadi di otak dan hati. Ah, tak ada yang merisaukan. Sepertinya, kali ini saya lumayan siap den

Am I Inspiring You?

Seorang jurnalis TV mengirimi saya email. Dia membaca blog saya lalu terinspirasi untuk membuat liputan seperti salah satu tulisan saya. Seorang mahasiswa dari luar kota, baru saja diwisuda. Skirpsi yang dia tulis terilhami oleh salah satu tulisan saya. Beberapa sahabat setiap kali membahas serius buah pikiran yang saya tulis. Beberapa mengungkapkan tentang perubahan-perubahan hidup yang mereka alami karena terpropokasi oleh tulisan saya. Alhamdulillah jika iseng-iseng menulis ini dapat memberikan manfaat bagi orang-orang. Senang saya bisa berbagai, bisa memberi inspirasi. Semoga tak surut ide di sumur kepala untuk menuang segala rasa dan karsa.