Skip to main content

Ketika 'Everything is Nothing'

Ketika saya sekarat hampir dijemput kematian, saya berdoa sangat. Ya, Allah. Saya akan bertobat setobat-tobatnya. Akan bertaqwa hanya kepada Engkau, akan menajuhkan diri larangan Engkau, dan bersaksi bahwa Engkau satu-satunya Tuhan yang layak disembah.

Saat itu, tak ada hal lain yang ada di pikiran dan hati kecuali membuat perjanjian dengan Yang Mahakuasa. Tak ada yang lebih penting kecuali kehidupan itu sendiri. Saya merasa belum siap mati dengan segudang dosa yang saya punya. Saya hanya boleh mati jika dalam keadaan baik, lahir bathin. Everything is nothing. Tak ada hal yang bisa saya banggakan di hadapan Tuhan kecuali memposisikan diri sebagai makhluk yang lemah. Saya merasa sangat kecil dan tak berharga.

Syukurlah doa saya didengar, umur saya diperpanjang, dan saya tahu diri untuk memegang janji yang saya ucapkan.

Ganti waktu saya dihadapkan pada sebuah kebutuhan. Saya ingin menikah. Kembali saya berdoa untuk minta dikirimi satu kekasih. Alhamdulillah, saya mendapatkannya. Bahkan saya berhasil memboyong kekasih saya ini ke pelaminan.

Sungguh, perempuan yang saya nikahi bukanlah ideal kekasih yang selalu ada dalam pikiran saya. Bertahun-tahun saya menunggu dan mencari perempuan dengan sederet syarat: body harus seperti ini, kepintaran harus seperti itu, hobby harus begini, pemikiran harus begitu. Saya sibuk mencocokkan kriteria-kriteria itu dengan para kekasih yang datang ke pelukan. Ketika menyadari tak banyak kecocokan, nothing to lose untuk meninggalkan mereka. Lalu usia saya habis hanya untuk menjadi juri tanpa membuat keputusan siapa yang layak dimenangkan.

Tiba-tiba semua syarat yang selama ini tertulis invisible di telapak tangan, luntur begitu saja. Semua kriteria tentang gambaran seorang perempuan yang patut diperisteri, sirna. Saya menetralkan perasaan. Meletakkan ego pada titik nol Hanya membiarkan Tuhan melakukan rencana-Nya. Hanya percaya itulah yang terbaik.

Ketika everything is nothing, hidup rupanya lebih sederhana. Lebih mudah dijalani. Syarat-syarat yang selama ini saya umbar, hanyalah kesombongan belaka. Keindahan ragawi hanyalah bius materialis yang siap menghabiskan sisa usia.

Tak perlu menunggu nanti untuk bersikap. Karena nothing could be something.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis