Ketika saya sekarat hampir dijemput kematian, saya berdoa sangat. Ya, Allah. Saya akan bertobat setobat-tobatnya. Akan bertaqwa hanya kepada Engkau, akan menajuhkan diri larangan Engkau, dan bersaksi bahwa Engkau satu-satunya Tuhan yang layak disembah.
Saat itu, tak ada hal lain yang ada di pikiran dan hati kecuali membuat perjanjian dengan Yang Mahakuasa. Tak ada yang lebih penting kecuali kehidupan itu sendiri. Saya merasa belum siap mati dengan segudang dosa yang saya punya. Saya hanya boleh mati jika dalam keadaan baik, lahir bathin. Everything is nothing. Tak ada hal yang bisa saya banggakan di hadapan Tuhan kecuali memposisikan diri sebagai makhluk yang lemah. Saya merasa sangat kecil dan tak berharga.
Syukurlah doa saya didengar, umur saya diperpanjang, dan saya tahu diri untuk memegang janji yang saya ucapkan.
Ganti waktu saya dihadapkan pada sebuah kebutuhan. Saya ingin menikah. Kembali saya berdoa untuk minta dikirimi satu kekasih. Alhamdulillah, saya mendapatkannya. Bahkan saya berhasil memboyong kekasih saya ini ke pelaminan.
Sungguh, perempuan yang saya nikahi bukanlah ideal kekasih yang selalu ada dalam pikiran saya. Bertahun-tahun saya menunggu dan mencari perempuan dengan sederet syarat: body harus seperti ini, kepintaran harus seperti itu, hobby harus begini, pemikiran harus begitu. Saya sibuk mencocokkan kriteria-kriteria itu dengan para kekasih yang datang ke pelukan. Ketika menyadari tak banyak kecocokan, nothing to lose untuk meninggalkan mereka. Lalu usia saya habis hanya untuk menjadi juri tanpa membuat keputusan siapa yang layak dimenangkan.
Tiba-tiba semua syarat yang selama ini tertulis invisible di telapak tangan, luntur begitu saja. Semua kriteria tentang gambaran seorang perempuan yang patut diperisteri, sirna. Saya menetralkan perasaan. Meletakkan ego pada titik nol Hanya membiarkan Tuhan melakukan rencana-Nya. Hanya percaya itulah yang terbaik.
Ketika everything is nothing, hidup rupanya lebih sederhana. Lebih mudah dijalani. Syarat-syarat yang selama ini saya umbar, hanyalah kesombongan belaka. Keindahan ragawi hanyalah bius materialis yang siap menghabiskan sisa usia.
Tak perlu menunggu nanti untuk bersikap. Karena nothing could be something.
Comments