Skip to main content

Saya Tidak Punya Kewajiban Meluruskan Moral Setiap Orang

Jika berada di jalan dan melihat kemacetan yang luar biasa, ingin rasanya menjadi seorang polisi lalu lintas. Mengurai kemacetan, menertibkan pengemudi yang menjadi oportunis main senggol kanan kiri tak mau antri.

Jika melihat kelakuan anak-anak bengal yang bukan kepalang badungnya, ingin rasanya menjadi orang tua mereka. Mengajari bagaimana berlaku santun, tidak merusak diri sendiri dan lingkungan, tidak menjadi sumber keributan, tidak merugikan orang lain.

Jika melihat sahabat-sahabat di tempat kerja saling sikut untuk mendapatkan promosi, ingin rasanya menjadi atasan mereka. Mengirimkan surat mutasi ke suatu daerah terpencil agar mereka sadar bahwa bekerja sama dengan tim, saling menghargai rekan kerja, tidak saling menjatuhkan, adalah hal yang lebih elegan dari pada merusak suasana kantor menjadi sebuah arena gladiator mencari perhatian.

Konon, hampir pada setiap manusia ada saja 'sesuatu' yang mengikuti. Semacam makhluk halus yang datang karena memang kita sendiri yang 'mengundang'. Mereka seperti jelmaan dari sifat-sifat dasar kita. Kita pemarah, pemurung. Kita over acting, serakah, pendendam. Jika kita melihat ada seseorang yang sedang marah meledak-ledak, sesungguhnya bukan orang semata-mata diri orang itu yang sedang mengumbar amarah, namun karena juga dikompori oleh 'sesuatu' itu.

Bijaksanalah. Kenali kelemahan diri sendiri. Kenali sifat-sifat sendiri. Jangan biarkan 'sesuatu' itu menguasai kita melebihi dari pada diri kita sendiri. Adalah bukan kewajiban diri saya untuk merubah perilaku dan moral setiap orang, namun diri setiap oranglah yang perlu melakukannya. Saya akan senang hati merubah diri agar tidak dikuasai oleh 'sesuatu' itu.

Kendalikan. Orang Jawa bilang, eling. Saya bilang, istigfar dan al fatehah bergantian di setiap tarikan nafas sebanyak mungkin. Merendahkan hati, menetralkan jiwa, memasang frekuensi setinggi-tingginya. Mengkarantina 'sesuatu' itu.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis