Saya mendapat email pendek dari seorang sahabat. Setelah belasan tahun menikah, dia kan mengakhiri perkawinannya. Seorang sahabat lain, baru saja memutuskan hubungan dengan kekasih gelapnya dan memutuskan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangganya.
Dua buah kabar yang mengagetkan yang saya terima pada hari yang sama. Kaget yang menyedihkan dan kaget yang menggembirakan. Saya tercenung sejenak, dari sudut mana saya bisa mengambil nilai positifnya?
Ketika saya mengenal dua sahabat saya ini sekian tahun lalu, mereka sudah dalam posisi masing-masing dengan permasalahannya. Pada hal-hal tertentu, bahkan sekilas saya menemukan banyak persamaan dari keduanya: energik, supel, superaktif, selalu ingin dikelilingi teman-teman, selalu ingin mempelajari hal baru, easy going, dan menyukai semua aktifitas luar rumah. Mereka mengeluh hal yang sama: pasangan yang membosankan. Makin lama perbedaan pandang terhadap banyak hal menjadi sangat tajam. Jurang jadi semakin melebar. Pasangan menjadi posesif. Masing-masing merasa terpenjara. Lalu mereka melihat 'rumput tetangga lebih hijau'. Kisah klasik. Seterusnya bisa ditebak.
Hal sama pun pernah terjadi sama saya. Saya mencari pihak lain yang mau mendengar masalah saya. Lalu saya menemukan orang itu. Dari satu curhat ke curhat lain akhirnya saling jatuh hati. Lalu ketika saatnya tiba, ketika saya menilai bahwa three is too crowded, saya harus memilih: kembali ke pasangan semula, memilih orang yang baru, atau meninggalkan keduanya?
Mungkin inilah waktu yang tepat bagi para sahabat saya itu, memilih dan memutuskan jalan mana yang terbaik. Hidup dalam kesakitan, hidup dalam kebebasan, atau berkompromi dengan semuanya, baik-buruk. Karena sesungguhnya baik-buruk segala yang kita terima, tergantung dari bagaimana kita memberi nilai kepadanya.
Saya akan tetap menghargai apapun keputusan mereka: tetap mempertahankan perkawinan dengan segala manis pahitnya, mau terus berjuang untuk berpisah, tetap mempertahankan kekasih gelapnya atau kembali dan mempertahankan keluarganya. Mereka akan menjadi sahabat-sahabat saya, dalam suka maupun senang. Saya tak ingin menghakimi mana yang salah atau benar.
Apakah kepada sahabat saya yang pertama saya harus bilang, "Please, coba bertahan dengan suamimu" atau kepada sahabat yang kedua saya perlu bilang,"Kenapa baru terpikir sekarang buat meninggalkan kekasih gelapmu?"
Tak ada yang paling tahu mana yang paling baik. Tak ada pula yang paling tahu mana yang paling benar. Siapa yang punya jaminan bahwa perceraian adalah jalan terbaik? Atau memilih berpisah dengan kekasih gelap adalah jalan terbenar?
Buat para sahabat, dengarkan hatimu: ikuti!
Comments