Skip to main content

Prasangka yang Tak Mengalirkan

Suatu pagi. Saya baru saja menyelesaikan tangga terakhir dari sebuah jembatan penyebrangan ketika dengan tiba-tiba seorang ibu yang berdiri tepat di tengah trotoar membalikkan badan dan menadahkan tangannya. Katanya, "Minta seribu tiga ratus. Buat ongkos pulang..."

Langkah saya terlalu cepat dan lebar untuk sekonyong-konyong berhenti. Ritme ketergesaan saya juga seirama dengan suasana semua orang di sekitar saya yang ingin buru-buru tiba di tempat kerja. Sejenak ingin saya membalikkan badan dan merogoh kantong. Seribu tiga ratus rupiah tak akan membuat saya jatuh miskin.

Keraguan bahwa ibu tadi bukanlah semata-mata kekurangan ongkos pulang, mengurungkan niat saya. Saya pernah mendengar banyak cerita, pengemis yang memiliki modus operandi seperti itu, bahkan saya pun pernah mengalaminya. Sepertinya, pada saat itu saya memilih untuk tidak mau dipecundangi.

Namun pada saat bersamaan, di bilik hati saya yang lain, perasaan mengapa saya tidak berhenti saja dan memberikan sejumlah uang, terus menggedor. Bahkan berhari-hari kemudian. Bagaimana jika ibu itu benar-benar dalam kesulitan? Bagaimana jika dia benar-benar kehabisan uang untuk pulang ke rumahnya? Saya lalu membayangkan ibu saya. Bagaimana jika hal demikian menimpa beliau? Ketika di setiap saat, di sepanjang siang dan malam, saya selalu berusaha mengamati apa yang sedang terjadi. Mengamati kemana sesungguhnya alam semesta menghendaki.

Saya berpikir bahwa apa yang tidak saya lakukan terhadap ibu itu adalah bentuk dari sebuah penolakan. Saya tidak mengalir seperti seharusnya saya mengalir. Kepala saya dirasuki prasangka tentang ini itu. Siapa yang bisa tahu, dengan sejenak saya menghentikan langkah untuk memberi sedikit perhatian terhadap dia, saya akan terhindar dari sebuah mara bahaya (walaupun sesungguhnya tidak terjadi apa-apa) atau setidaknya saya tidak terlalu berjalan cepat hingga akan membahayakan saya atau orang lain yang mungkin tertabrak. Setidaknya juga uang saya akan memberi banyak manfaat bagi ibu itu tanpa harus memikirkan untuk apa sesungguhnya uang itu akan digunakan.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis