Dalam sebuah buku yang saya baca, saya menemukan sebuah kalimat: doa itu bisa merubah takdir. Saya tertegun. Lama sekali mengunyah kalimat tersebut agar mudah dicerna. Kalimat sederhana namun besar sekali maknanya. Takdir itu meliputi rezeki, jodoh, dan mati.
Doa. Setiap kali saya berdoa. Setiap kali saya minta didoakan. Namun doa seperti apa yang bisa merubah takdir?
Saya sangat ingat kejadian dimana saya terkapar sakit kena malaria dengan suhu badan tertinggi hingga 42 derajat celsius. Ada satu masa dimana saya merasa nyawa saya perlahan meninggalkan jasad. Begitu saya merasa hal-hal ganjil itu, saya berdoa dengan pasrahnya. Berucap sekeras-kerasnya. Saya sedemikian takut menghadapi kematian. Takut karena betapa saya tak memiliki bekal apapun untuk bisa dipertanggungjawabkan kepada Sang Pencipta.
Dengan segala ikrar saya ingin berubah jika saya diberi tambahan umur: saya tak lagi-lagi menduakan Tuhan, tak lagi bolos sembahyang, tak lagi berbuat maksiat, tak lagi menyakiti orang lain, akan bersedekah, akan ini, itu...
Saat itulah saya merasa keajaiban bekerja pada doa saya. Saya tak jadi mati. Allah Mahamendengar. Allah Mahapemberi Ijin. Saya diijinkan untuk kembali meneruskan hidup. Entah sampai kapan. Karena tak tahu sampai kapan itulah, maka saya perlu waspada dan tak boleh lengah. Namanya ikrar, saya harus menepati. Ikrar adalah janji. Saya hanya ingin mati dalam keadaan baik, di waktu yang baik, di tempat yang baik, dengan sebab yang baik.
Jika ajal saja bisa dirubah waktunya karena doa, saya percaya bahwa jodoh dan rezeki pun bisa. Maka saya semakin khusyu untuk mendapatkan keduanya.
Jika ajal saja bisa dirubah waktunya karena doa, saya percaya bahwa jodoh dan rezeki pun bisa. Maka saya semakin khusyu untuk mendapatkan keduanya.
Ya, Allah.
Datangkan dia. Agar saya bisa lebih khusyu beribadah. Agar saya tak lagi mengerjakan perbuatan sesat sesaat.
Limpahkan. Agar saya bisa lebih khusyu beribadah. Agar saya bisa banyak membantu orang-orang yang kesusahan.
Comments