Skip to main content

Kekurangan Dia adalah Kelebihan Kamu


Setiap kali saya membawa teman perempuan ke rumah, saya biasa memperkenalkan mereka sebagai 'teman'. Ibu tak pernah bertanya lebih lanjut. Kecuali kakak-kakak saya yang suka usil berkomentar. "Teman melulu. Kapan statusnya berubah menjadi calon isteri?" Seperti biasa juga, saya tak pernah terusik. Memang hanya teman, mau dipaksakan bagaimana?

Belakangan setiap saya membawa teman ke rumah, komentar-komentar dan teguran itu tak pernah ada. Kenapa, ya? Apa mereka sudah bosan mengingatkan? Sudah tak perduli lagi? Sudah malas? Saya jadi rindu diingatkan. Saya jadi terus memikirkan. Namun suatu hari hati saya girang lagi. Kakak lelaki saya bilang, "Kali ini serius, dong?" Serius dari Hong Kong.

Lagi-lagi saya tak memberikan tanggapan yang memuaskan. Kakak menyambung ucapannya, "Kekurangan dia adalah kelebihan kamu." Sepertinya Kakak mencoba membaca pikiran saya. Ah, apakah saya sedang pilih-pilih? Padahal saya tak muda lagi. Bukankah yang penting ada yang mau? Apakah saya memang sedang pilih-pilih? Mestinya karena sudah tak muda lagi, saya harus memilih perempuan yang benar-benar super. Tidak tahu kondisi mana yang sedang menyergap saya. Kakak tidak menjelaskan leibh lanjut apa maksud omongannya. Namun saya suka phrase itu. Saya mencoba menterjemahkan dengan bahasa dan logika saya.

Perhatian buat para lelaki:
Kecuali jatuh cinta pada pandangan pertama, kita selalu memiliki alasan untuk memberi nilai 'kurang' pada perempuan yang sedang kita dekati. Mungkin Anda pernah menilai perempuan yang jatuh cinta sama Anda, Anda tolak karena Anda nilai dia kurang pintar. Mungkin attitude dia kurang dua liter. Mungkin selera berbusananya membuat Anda il-feel. Mungkin payudaranya kurang mancung, mungkin malah giginya yang lebih mancung dari hidungnya, mungkin terlalu galak, mungkin terlalu mengatur, mungkin kulitnya bersisik, mungkin tertawanya lebih mirip sendawa genderewo, mungkin terlalu menuntut, mungkin pelit, mungkin karena tak mau diajak tidur, mungkin pendidikannya jauh lebih rendah, mungkin dia berasal dari kampung, mungkin karena namanya lebih mirip nama seorang pembantu, mungkin gaya rambutnya mengingatkan Anda pada Mien Sugandhi dari pada Christina Aguilera...

Astagfirullah. Siapa saya yang berani menilai makhluk lain sedemikian rendahnya? Padahal lihat hidung saya yang pesek, pipi temben, kepala pitak, perut buncit, cebol, pemarah, tidak sabaran, penghasilan pas-pasan, bego, gigi kuning, penis seukuran karet dot bayi, kulit keriput berdaki pula, mata bintit, pantat sering bisulan,... Saya tak sempurna. Mengapa saya menuntut kesempurnaan dari calon pasangan saya?

Jika saya sedang memilih-milih, ya, Allah. Ampuni saya. Singkirkan kesombongan itu dalam hati saya. Saya tak ingin berprasangka buruk terhadap sesiapapun yang Engkau kirimkan. Saya akan terima dengan lapang dada, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Saya akan sangat bersyukur untuk pasangan yang Engkau pilihkan. Demi-Mu, saya akan tawakkal.

Comments

Anonymous said…
Perbedaan adalah indah, karena perbedaan kita bisa saling bersama dan melengkapi he222
Anonymous said…
Terkadang kita begitu sibuk dan terjebak dalam suatu stigma kesempurnaan dan nilai2 ideal (calon)pasangan yang kita buat sendiri sehingga lupa bahwa kita tidak lebih baik dari orang yang kita nilai tidak sempurna dan ideal. Mungkin saya salah satunya, tapi mudah2an realitas juga menyadarkan saya...phfeww...

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.