Kapan terakhir kali bicara cabul? Cabul beda dengan porno, menurut saya. Atau sama saja? Cerita cabul mungkin masih enak didengar. Namun atas nama kerapian berbahasa, seporno-pornonya cerita yang diceritakan, kita tak pernah terang-terangan menyebut alat kelamin sesuai dengan namanya. Itu mengapa kita mengenal arti lain dari 'burung', 'pisang', 'biji', 'Mr. Happy', 'Mr. P', dll.
Sungguh, selama ini saya selalu jengah mendengar jika ada orang menyebut nama kemaluan dengan sangat terbuka. "Bergaul dimana, sih, dia?" Namun jika saya yang melakukannya? Duh, serasa ingin memutar waktu agar kejadian itu tak pernah ada.
Saya jadi jarang buka email karena beberapa kesibukan. Maka ketika belum lama ini saya menerima sebuah email dari seorang sahabat yang isinya penuh canda, saya langsung bereaksi girang. Spontan dan tak berpikir panjang, saya langsung membalas. Konyolnya, tulisan saya cabul sekali. Satu detik saja, balasan email saya melayang ke belasan nama.
Sinting. Reply all! Bahkan diantara nama-nama yang di-cc itu adalah nama-nama yang belum saya kenal. Ah, apa jadinya ini? Setelah menyadari kesalahan yang baru saja saya lakukan, saya menulis email balasan ulang, meminta maaf.
Berhari-hari kemudian, kejadian itu masih mengganggu pikiran saya. Saya telah melakukan bunuh diri.
Ampuni saya ya, Allah. Semoga sahabat-sahabat saya pun mengampuni.
Comments