Skip to main content

Mencari Rumah Sewa di Perth: Sebuah Kemudahan yang Mencurigakan

Belakangan ini saya sedang menyibukkan diri browsing mencari rumah atau apartemen yang murah untuk saya tinggali dengan keluarga begitu mereka nanti tiba di Perth. Sejak booming property di ibukota negara bagian Australia Barat ini, harga sewa properti melonjak drastik. Bikin semaput.

Suatu ketika perhatian saya terpaku pada suatu iklan online tentang apartemen dua kamar tidur yang akan disewakan yang menurut saya harganya relatif miring dibandingkan dengan iklan-iklan lainnya meskipun tetap saja mahal bagi kantong saya. Langsung saya kirimi iklan.

Sehari kemudian, saya mendapat tanggapan. Wah, saya girang sekali. Pemiliknya seorang pendeta yang sedang bertugas ke luar negeri. Ia menyertakan foto-foto interior unit yang akan disewakan. Bagus, bersih, dan sepertinya mewah. Saya tawar dan email berikutnya sang pemilik menurunkan harga. Lumayan dan menurut saya sangat masuk akal.

Email berikutnya, dia minta saya mengisi formulir. Meskipun agak ragu karena saya tak mau terburu-buru, saya tetap isi juga. Pikir saya, hanya mengisi formulir tak ada ruginya. Prosesnya sangat cepat dan mudah yang tentu saja membuat saya agak heran. Apalagi kalau mendengar cerita dari sejumlah sahabat, bahwa untuk penyewaan rumah saja perlu proses bidding yang jelimet. Kemudahan yang saya terima membuat saya agak curiga.

Kecurigaan saya terus meningkat setelah saya menerima email berikutnya. Dia minta saya mengirimkan uang satu bulan di muka dan uang deposit untuk satu bulan.

Hmmm. Apakah ini? Saya mencari celah untuk mencari tahu kebenaran maksud orang ini. Saya tanya alamat dan informasi detal lainnya tentang apartemen dan lingkungannya. Bahkan dia tak mencantumkan nomor unit atau lantai! Padahal biasanya, rumah atau unit apartemen yang akan dijual atau disewakan selalu menyertakan alamat detail.

Info tambahan tentang orang ini: dia ke luar negeri membawa kunci apartemen sehingga jika kita mau lihat, tidak bisa. Saya diminta datang sendiri dan melihat bagian luarnya saja. Dia bilang, kunci tak dititipkan ke agen properti karena tidak ada yang bisa dia percaya. Dia akan kirim kunci begitu saya mentrasfer sejumlah dua bulan sewa. Dia mengirimkan satu buah foto keluarga: isteri dan tiga orang anak, satu lali-laki dan dua perempuan. Tiga orang anak? Padahal dia cuma punya dua kamar tidur di apartemennya!

Lalu pertanyaan saya, mengapa orang ini bisa merespon email saya? Apakah dia orang dalam di perusahaan properti online yang memanfaatkan data calon penyewa untuk kepentingan pribadi? Wallahualam.

Sayangnya, saya lupa alamat website yang memasang iklan orang ini.







Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.