Skip to main content

Disperately Seeking a Job in Perth

Sejak beberapa hari saya tinggal di Perth, saya sudah mulai gerilya mencari kerja paruh waktu. Saya perlu pengalaman kerja di negeri orang, perlu tambahan uang untuk membiayai hidup di kota yang sangat mahal ini, dan perlu aktivitas seupaya otak dan badan tidak rapuh dimakan umur.

Awalnya, bilang ke kiri kanan teman tentang niat saya ini. Siapa tahu, mereka memiliki informasi soal pekerjaan. Lalu, lewat internet, dan terakhir lewat koran komunitas yang biasanya terbit harian. Ada juga ternyata, lowongan pekerjaan yang di pasang langsung oleh pencari kerja di tempat pekerja dibutuhkan.

Saya sudah melamar ke perusahaan asuransi sebagai caretaker orang-orang yang disability, loper katalog ke rumah-rumah, fotografer, dan tenaga adminsitrasi. Sebagian sudah mendapat email penolakan karena beberapa alasan saya tidak diterima, sebagian lain belum ada kabar.

Saya tidak pilih-pilih jenis pekerjaan, selama persyaratannya cocok, saya akan jalani.

Mungkin saya perlu merombak total CV saya supaya tidak terlalu 'menyeramkan'. Untuk sebuah casual job, mungkin riwayat kerja saya yang dulu-dulu agak berlebihan.

Namun sejujurnya, jika melihat pattern saya dalam mendapatkan pekerjaan di masa lalu, hampir seluruhnya menggunakan networking. Sementara ini, network saya masih terbatas. Untuk itulah sepertinya saya perlu memperluas jaringan pertemanan dengan masyarakat sini. Maka saya akan giat mencari di mana ada kesempatan saya berkenalan dengan orang lokal, mungkin di sana ada jalan untuk mendapatkan pekerjaan.

Bismillah.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.