Skip to main content

Memasung Ibu

memasung ibu pada gurat angin melintang melingkar
pada sukma atas segala irama dan bentuk ciptaan
memasung ibu dengan seksama atas suka cita agar cintanya hanya untukku

memasung ibu
mencegat kiamat agar ibu tetap hidup
melahap segala mantera agar ibu terjagai
menjunjung derajat agar ibu terhormati
mengebiri ibu agar tak berbagi

kupasung ibu pada gurat angin melintang melingkar pada bau-bauan atas relief setiap rupa yang bernyawa
kupasung ibu pada setiap nafas yang terhembuskan
atas semua rengek permintaan dan riak segala keinginan
kupasung ibu pada setiap helai jemari nabi-nabi yang terlahirkan pada sepanjang aorta dan denyut yang mengalirkan
kupasung ibu pada kelegaan dan keleluasaan pada ketiadaan dan segala kemungkinan
kupasung ibu agar cintanya hanya untukku;

Comments

Anonymous said…
memasung ibu, memasung pikiran saya :)
shiny words and 'menohok' as well.
salut.

vika
Anatomi Angin said…
was it so bad?
thank for the compliment.
Anonymous said…
my man, melihat foto n puisi ini, kembali gw teringat akan fotopuisi elu...
imho, thats more than just a superdupergreat piece of art...

sukses selalu Sep..

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.