seorang sahabat mengeluh berkali-kali tentang hubungan dengan ibunya yang tak harmonis. menurutnya, ada saja hal yang selalu diangkat ibunya untuk dijadikan masalah. selain itu, dia merasa ibunya lebih perhatian dan sayang sama saudara-saudaranya yang lain.
well, perasaan dia sajakah? saya menemukan ini bukan cerita pertama yang saya dengar. beberapa teman lain pun ada yang punya kasus serupa. ketika sahabat saya itu meminta saran saya, tentu saja saya bingung. saya tidak tahu pasti persoalannya. apakah benar ibunya yang menjengkelkan atau sahabat saya itu yang memang trouble maker. yang jelas, saya tak punya pengalaman seburuk itu. ibu saya baik-baik saja kepada semua anaknya. tak pernah beliau memberikan kasih sayangnya berbeda dari satu anak ke anak lainnya.
namun akhirnya saya memberinya perumpamaan. anggap saja ibu adalah yang paling benar. anggap saja ibu yang paling sempurna. anggap saja ibu sedang mendidik kita. anggap kita anak kecilnya (terus). anggap kita memang selalu salah. karena kita anaknya, karena kita tak ingin membiarkan diri kita durhaka sekecil apapun pada beliau, ikhlaskan. tak sebiji sawit pun kita biarkan hati kita merasa sakit. syukuri. betapa indah mata pelajaran yang ibu berikan. biarlah ujian itu kita selesaikan dengan baik.
memang, perlu waktu untuk bisa mengunyah semua amalan tersebut. tak ada jalan lain.
Comments