Skip to main content

Fall Rain Fall


seorang teman menulis email di milis, mengomel karena hujan mengganggu acaranya dan dengan lantang ia menghujat tuhan. selusin balasan dari miliser lain menyayangkan tindakan gegabah teman saya itu.

mungkin saja hujan memang sedemikian menjengkelkan, ketika sebuah rencana telah sedemikian sempurna direncanakan ternyata gagal. tak ada yang kebetulan. saya percaya apapun yang terjadi, apapun yang terbentuk, memiliki tujuan baik untuk satu dan lainnya.

saya punya rencana datang ke kantor pagi sekali pada hari yang sama, tapi hujan di luar deras sekali. tak punya kendaraan lagi. saya sangat tergantung sama kendaraan umum. untuk menutupi pakaian saya, jaket saja tidak cukup. lalu saya berinisiatif menggunakan payung. payung ini baru, sama sekali belum digunakan. padahal sudah dibeli setahun lalu, kado dari seorang sahabat yang dibelinya di singapore. jika tidak hujan, saya tak akan pernah sebersyukur seperti pagi itu. tyty, terima kasih untuk payung yang sangat indah ini.

di depan flat, ketika untuk mendapatkan sebuah taksi sedemikian sulit jika pagi dan hujan, sangat lega saat sebuah taksi kosong berhenti tepat di depan saya. namun, dalam hitungan detik tiba-tiba seseorang menyerobot. tak ingin merusak pagi saya dengan menggerutu, saya memilih ojek motor saja. dalam hati saya berujar, mungkin penumpang itu lebih memerlukan tumpangan dari pada saya, mungkin tujuan dia lebih jauh sehingga akan memberikan uang lebih banyak kepada si sopir. mungkin jika saya menggunakan taksi itu, hal-hal yang tak diinginkan akan menimpa saya. mungkin pula, di luar sana ada orang yang lebih memerlukan uang sehingga jika taksinya tak saya tumpangi, dia tak akan mendapatkan dari sesiapa pun. begitulah, saya mencoba membuat prasangka-prasangka baik. terima kasih kepada orang yang menyerobot itu karena saya diberi pelajaran untuk bersabar.

pengalaman lain. dua minggu lalu, saya punya agenda untuk membuat pemotretan pre-wedding seorang klien. mereka memilih lokasi di kaki gunung salak yang perjalanan dari jakarta ke sana saja sudah memakan waktu lebih dari dua jam. dan kami berangkat hampir jam makan siang.

tiba di lokasi hujan sudah turun. tunggu punya tunggu, hujan tak kunjung usai padahal langit sudah semakin gelap. saya mencoba menghibur calon pengantin, kita bisa melakukannya lain waktu dengan lokasi yang lebih dekat dan memulainya lebih awal. dalam hati saya bersyukur, terima kasih hujan. kau memberikan kesempatan kepada saya dan kamera saya untuk istirahat. terima kasih kepada mutia dan andre.

awal tahun ini pun saya punya cerita tentang hujan. di sebuah pantai di bali, pada sesi pemotretan seorang model. kami berempat belas dalam sebuah tim besar. ya, ini pekerjaan serius dan besar. kamera dan peralatannya sudah diset. make up artist dan fashion stylist sudah selesai bekerja. tim video sudah siap. sang model siap bergaya. namun tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras. kami pontang-panting menyelamatkan apapun yang layak diselamatkan. semua orang tersenyum. semua orang memberikan pertanda "i'm okay. rain is okay. do not worry." terima kasih kepada bharata dan kain entertainment.

hujan juga makhluk ciptaan. seperti kehadiran saya pada sebuah komunitas, tak semua orang bisa senang dengan keberadaan saya.

Comments

Anonymous said…
aduh kamu, itu payung kan buat gantiin payung merahmu yg rusak dihantam angin waktu aku pakai di bromo.
what a nice moment we had back there!
glad u like the umbrella, and finally (had chance to) use it!

-rain lovers-

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.