Skip to main content

Wheel of Emotion

Last night, some of my friends came to the gym. They had a plan to see lingery show at Centro but me. Teman-teman lama, teman-teman baru. Kelihatannya meriah. Biasanya saya tak ingin ketinggalan acara-acara kumpul seperti itu. Acara kumpul dengan teman bisa menjadi sebuah candu. Kita mendapatkan pengalaman-pengalaman baru, kenyamanan-kenyaman yang membuat kita santai, aman, dibutuhkan, disayangi. Namun sangat jelas buat saya, malam tadi saya tak tertarik dan ingin pulang saja. Padahal, sekalian ada perayaan ulang tahun seorang teman. Well, Charlie. Happy birthday!




Ada teman yang baru putus. Ada teman yang punya pacar baru. Ada teman yang dapat promosi. Ada teman yang merasa ibunya lebih sayang pada saudaranya yang lain. Ada teman yang melamar pasangannya. Ada teman yang sibuk mempersiapkan hari pernikahannya. Ada teman yang anthusias membayangkan rencana-rencana perjalanannya mengunjungi sejumlah negara. Ada teman yang bersedih karena suaminya sakit. Ada teman yang bahagia karena telah memperbaiki hubungan dengan sahabatnya yang sempat terganggu. Ada teman yang sedang jatuh cinta.

Kita setiap hari masuk dalam sebuah 'universe of emotion'. Ketika teman-teman menceritakan masalahnya, kita mendengar tidak saja apa yang terjadi dengan mereka, tapi juga mendengar emosi apa yang dibawanya. Hal-hal yang memperkaya batin kita. Hingga betapa kita akan bersyukur terhadap sekecil apapun keberuntungan yang kita dapatkan atau pun betapa kita tetap akan bersykur terhadap seberat apapun beban masalah yang kita hadapi. Karena tentu saja kita punya keyakinan bahwa inilah pelajaran. Bersyukur karena kita masih diberi sebuah 'pelajaran'.

Tidak saja manusia yang memiliki emosi-emosi, namun juga alam raya. Dingin ketika angin membawa butiran uap air, panas ketika kalor menguapkannya. Saya percaya, ketika kita gembira atau bersedih sekalipun, alam semesta akan merasakan kegembiraan dan kesedihan itu sama halnya ketika alam semesta memberikan kehangatan karena cuaca indah dan kita merasakan kehangatan itu.

I am being happy when friends get happiness. I am being sorry when friends get sadness. Saya merasa panas ketika memang udara panas, atau menggigil jika memang rasa dingin begitu dominan. Itulah menerima.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.