Skip to main content

Within A Silent I Saw Me


















Just few steps from changing of year. This is me.


Suatu ketika, ketika saya sedang googling mencari milis spiritual, saya menemukan milis 'mmd', meditasi mengenal diri. Saya masuk dan menjadi peserta pasif. Bukan yang saya bayangkan sebelumnya. Hal-hal asing yang dibahas. Lalu ketika mereka mengumumkan ada kelas meditasi yang akan diselenggarakan di daerah Ciloto Bogor, saya daftar. Namun tak kesampaian karena kelasnya dibatalkan. Jadual lain yaitu tujuh hari di vihara Mendut di Magelang. Sesungguhnya lebih dari tujuh hari.

Something made me really excited, saya terdaftar dan menjadi peserta kelas meditasi! The meditation was called vivassana. I had no ideas what kind of activity it was, just about curious. Malam tanggal 24 Desember adalah permulaannya. Sebelumnya dilakukan pembukaan dengan tata cara budha, dilanjutkan dengan pemberitahuan tata cara meditasi dan sejumlah aturan. Sekalipun yang menyelenggarakan acara ini adalah vihara budha, namun benar-benar tak pernah disinggung tentang agama budha itu sendiri. Tak ada diskusi ketuhanan di dalamnya. Murni, meditasi.

The program was held by Mr. Hudoyo Waluyo, a meditation guru, from December 23, 2005 to January 01, 2006. Imagine, there was no new eve party! I faced that moment by silent. Kontra sekali dengan malam pergantian tahun baru lalu, saya dan teman-teman berhedonis di Bali atau pergantian tahun dua tahun sebelumnya yang saya alami sendiri, dalam sebuah kereta api sepanjang perjalanan melintasi perbatasan Malaysia dan Thailand.

Well, it was my new experience. Sitting for hours just watched over my breath and the memories played at that moment. Padahal begitu banyak pikiran-pikiran yang melayang dan melintas. Sungguh bukan hal mudah untuk menghilangkan mereka. Namun suatu ketika saya punya ide untuk 'memasung' semua pikiran yang sering melintas itu. Saya menuliskan semuanya. Padahal menulis adalah salah satu yang dilarang. Namun saya tak punya pilihan. Bersyukur, nyaris semua pikiran yang kerap melintas selama meditasi berkurang.

No chatting, no phone calls, no other meals allowed except the commitee served, no books to be read, even we must do everything in slow motion! For days! Saya yang biasa aktif melakukan banyak hal, harus diam duduk tak bergerak. What a boring. Saya merasa terpenjara.

Saya membayangkan, betapa sms akan hilir mudik dari teman-teman atau klien untuk mengucapkan selamat tahun baru. Saya tak bisa melakukannya karena hand phone sejak awal sudah disita! Ada seorang peserta yang menyelundupkan. Di waktu senggang ia dengan leluasa menggunakan hand phone-nya. Hmmm, what a jealous.

Meditasi di mulai jam 3 pagi, sarapan jam 6.30, makan siang jam 11.30, tidur siang dari jam 2 hingga jam 4, diskusi jam 7 malam, dilanjutkan dengan meditasi lagi hingga jam 10 malam.

Ada 38 peserta. Saya lupa komposisi antara pria dan perempuan. Yang jelas, kami tidur di gedung yang berbeda. Untuk peserta pria tinggal di sebuah ruang bawah tanah, di bawah aula tempat meditasi berlangsung. Saya menyebutnya 'goa', supaya terdengar lebih eksotis. Bayangkan, tidur dalam goa!

Among the members, i found some unique backgrounds of them: feng shui master, reiki master, fortune teller, cenayang, etc. I felt like i was at Hogwart School as a Harry Potter's classmate! Saya tergeli-geli sendiri membayangkan, siapa saja yang pantas menghuni asrama Systlerinatau Gryfindor, siapa yang cocok menjadi Hagrid, Hermione, atau Ron. Harry Potter? C' on! That's absolutely me!

Makanan yang disajikan ialah vegetarian. Sebetulnya bukan vegetariannya, tapi karena menu yang disajikan mostly masakan Jawa yang serba manis. Telur rebus manis, tempe bacem manis, sayur labu manis, tahu semur manis. Jenis masakan yang biasanya tak pernah saya sentuh. Sekian tahun lalu, jika menghadapi ketidaknyamanan seperti ini mungkin saya sudah menggerutu banyak. Namun saat itu, saya cukup bersyukur. Betapa nikmat makanan yang disajikan. Ada seorang bapak yang diam-diam pergi ke warung untuk beli garam dan kacang sukro. Setiap kali mau makan, ia taburi makanannya untuk menetralisir rasa manis.

Pada suatu hari, ketika semua kebosanan memuncak, saya benar-benar tak bisa menahannya. Sungguh menyebalkan. Terang-terangan saya utarakan pada saat sesi diskusi yang biasa dilakukan setiap jam 7 malam. Saya melanggar semua aturan. Saya membaca buku, saya tidur sepanjang hari, saya menulis, saya menarik seorang peserta dan mengajaknya mengobrol. Ternyata, sebagian besar para peserta mengalami hal yang sama. Kami tertawa. Sejak saat itu, suasana kaku meditasi jadi lebih mencair. Kami memiliki kesamaan. Akibatnya, setiap kali ada waktu berkumpul seperti misalnya saat sarapan pagi, makan siang, mapun menjelang tidur setelah kelas meditasi usai, kami berkumpul. Mengobrol! Kami memang bandel.

Tidak bisa dibilang sia-sia. In return, sure i felt something. Something i've never realized before. About something inside me. I saw me! Still early to tell you everything what did i find. Need a long time to make sure everything clearly. At least for me myself.

Saya tiba di Magelang sehari sebelumnya. Sendiri tidur di vihara.

Well, before I started my class, that was a day I have to play around. So, I decided to visit my ex maid, mbak Rani and his husband, mas Rachmat, not far from Mendut temple. What a surprise for them. More than 15 years we never met since I was in high school. They were a simple couple and yet. Saya selalu teringat setiap kali mbak Rani masak, my mum always reminded her untuk masak tidak terlalu manis. Tak ada yang suka makanan manis di rumah saya. So, ketika siang itu mbak Rani menyiapkan makan untuk saya, saya langsung teringat kejadian-kejadian dulu. Menggelikan. Ternyata benar. Masakannya masih semanis kolak! Mau tidak mau, saya harus tetap menghabiskan sayur buntil daun talasnya yang hmmm... God!

Masih ada waktu, so I spent my time visitting Borobudur temple. Enjoyed my free time before injailed by meditation class.




Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.