Skip to main content

Brokeback Super

salah satu hal yang menghibur ketika jalanan jakarta macet, adalah billboard iklan. minimal ada sesuatu untuk diperhatikan. kita bisa tahu brand mana saja yang paling boros mengeluarkan uang untuk berpromosi maupun menjaga image.

misalnya, marlboro. dengan konsep dan thema yang konsisten, siapa pun penduduk
kota akan tahu bagaimana tampilan billboard rokok ini. semua titik strategis dikepung. secara periodik, mereka mengganti tampilan sehingga tak membosankan dan kita semua menunggu koleksi image mereka berikutnya.

jika akhir-akhir billboard marlboro lama tak terlihat di jalanan, saya sependapat jika sebaiknya memang begitu. sejak film 'brokeback mountain' mencetak sukses dunia, kita semua kuatir bahwa marlboro yang memiliki kemiripan dengan film tersebut dari segi thema akan berdampak kurang baik pada citra produk. pihak marlboro tak perlu juga menjelaskan jika alasannya memang begitu, nanti malah dicap phobia.

dengan spirit petualangan, djarum super membuat konsep serupa. mencoba mengibarkan selera para pemberani menikmati keganasan alam. titik-titik strategis juga mereka pakai untuk menancapkan billboard. namun, keberanian mengeluarkan uang tak signifikan dengan eksekusi karya. dengan kemampuan photo retouching yang pas-pasan dari designer grafisnya dan tentu saja, selera yang tak bagus dari para pembuat keputusan, billboard djarum super menjadi seperti kolase anak sekolahan yang sedang belajar photoshop.

jalanan
jakarta akan tetap macet. dan kita sepertinya punya hak untuk bisa menikmati billboard-billboard yang sedap dipandang mata dan lezat dikunyah logika.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.