Skip to main content

Inspirateur

Jika saya tak bertemu dan lalu bersahabat dengan Tiara Lestari- model majalah Playboy terbitan Spanyol- pada Januari lalu, mungkin halaman-halaman blog saya ini akan tetap melompong.

Sejak saya membuka blog sekitar bulan Mei tahun lalu, tulisan yang saya buat seringnya menyangkut di 'save as draft'. Banyak tulisan tidak selesai. Saya betul-betul hanya membuat draft, tanpa tahu kapan akan dijadikan sebuah tulisan yang utuh.

Saya memang suka menulis. Menulis apa saja, di mana saja. Saya menulis pada selembar kertas, buku kuliah, note book. Namun tak terlalu disiplin dan tak rutin. Pertemuan dengan Tiara itu, benar-benar membuka hati dan pikiran. Saya perhatikan bagaimana dia mencari ide, berdiskusi dengan teman-teman, dan menuliskan pengalamannya dengan santai. Dalam hati, mestinya saya juga bisa.

Selanjutnya, saya menyemangati diri untuk menjaga mood, terus mencari ide, meluangkan waktu, dan lebih peka terhadap berbagai hal. Tiara Lestari, betul-betul inspirasi saya dalam hal blogging.

Disadari atau tidak, dalam kehidupan sehari-hari, kita menemukan banyak orang yang menginspirasi hidup kita, bukan?

Saya tidak merokok, tidak minum kopi, tidak makan makanan pedas, karena Bapak saya tidak merokok, tidak minum kopi, tidak makan makanan pedas. Bahkan sejak saya kelas 5 di sekolah dasar hingga kuliah entah semester ke berapa, saya tak putus melakukan puasa sunat Senin - Kamis, karena Bapak melakukan hal demikian.

Seorang kakak perempuan saya (almarhumah) kerap melakukan traveling ke pelosok tanah air hingga ke luar negeri. Saya selalu bercita-cita kelak, saya ingin melakukan hal yang sama. Lalu ketika semua hal syarat-syarat untuk bepergian saya lengkapi, hampir setiap bulan saya melakukan perjalanan ke luar kota dan hampir setiap tahun saya mencap passport. Kakak saya ini pula yang menginspirasi saya untuk meraih gelar Master. Kakak saya yang lain, menginspirasi saya belajar karate dan teater.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.