Skip to main content

Mimpi 'Kain'

Saya termasuk orang yang suka menginterpretasi mimpi. Bagi saya, mimpi merupakan pertanda dan kondisi emosi atau keinginan bawah sadar yang saya alami. Saya menemukan begitu banyak simbol dalam mimpi yang menantang untuk diterjemahkan. Hitung-hitung saya mempraktekan semiotik, salah satu hal yang dipelajari dalam ilmu komunikasi. Tak selalu saya anggap serius, sekedar untuk membuat diri terhibur saja.

Beberapa malam lalu, saya bermimpi sedang berkumpul dengan almarhum bapak dan almarhumah kakak perempuan saya. Kami sepertinya sedang rebahan pada sebuah ketinggian. Di bagian tengah di antara kami, ada semacam bidang putih yang posisinya lebih rendah sehingga kami harus melongok ke bawah untuk melihat apa yang terjadi.

Pada bidang putih polos yang sepertinya memantulkan sinar itu, saya mendapati empat buah huruf berwarna hitam dengan ukuran kecil dibandingkan dengan bidangnya, terdiri dari K (kapital), a, i, dan n. Apa maknanya? Sepertinya baru kali ini saya bermimpi demikian.

Ada beberapa unsur yang bisa dipreteli dari keseluruhan mimpi itu: Bapak, kakak perempuan, keduanya sudah meninggal, atribut (kedekatan saya dengan kedua tokoh ini sewaktu masih hidup atau bagaimana perasaan saya terhadap mereka pada saat ini), rebahan/duduk santai, melongok ke bawah, bidang putih yang bersinah, teks berwarna hitam berukuran kecil, dan teks itu terbaca 'Kain'. Ketika sedang bermimpi itu, saya menginterpresikan bahwa saya akan mendapatkan kekayaan dengan menjual 'kain'.

Seharian bahkan satu duah hari sesudahnya, saya masih mencoba mengotak-atik keempat huruf itu: Kain. Kian. Kani. Kina. Knia. Knai. Akin. Anki. Anik. Akni. Aikn. Aink. Ikan. Inak. Inka. Inak. Iank. Iakn. Nkai. Niak. Nika. Naik. Naki. Nkia.

Setiap huruf masing-masing dapat dibentuk menjadi enam komposisi dengan kombinasi berbeda. Sementara yang memiliki arti sesuai dengan bahasa yang saya mengerti setidaknya ada empat buah, yaitu: kain, ikan, kian, dan naik.

Sejauh ini saya tidak membuat kesimpulan. Namun satu langkah besar yang saya lakukan setelah memepertimbangkan masak-masak adalah keluar dari 'team'i yang nama organisasinya terdiri dari susunan keempat huruf di atas.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.