Skip to main content

Kaos Kasut























Sepertinya saya harus ikhlas mengakui. Betapa saya memiliki banyak pasang kaos kaki namun hampir semua kendor karetnya dan berbolong-bolong. Saya merasa harus segera membuang semua dan membeli beberapa pasang kaos kaki baru.

Saya punya beberapa cerita tentang kaos kaki.

Waktu saya duduk di sekolah dasar, kaos kaki yang kendor, agar tidak melorot saya ikat dengan karet gelang.

Sewaktu saya indekos, saya pernah linglung mencari sepasang kaos kaki favorit saya. Saya sudah bertanya kepada binatu yang mengurus laundry, mereka merasa sudah merapikannya. Suatu pagi, saya melihat kaos kaki yang saya saya cari membungkus rapi kedua kaki salah seorang anak kos. Saya tak menegur, kuatir dia malu atau mungkin karena saya sungkan atau malah sebal sama dia. Saya cuma menyampaikannya kepada binatu.

Tak berapa lama, anak yang memakai kaos kaki saya itu pindah kos. Saya baru tahu setelah beberapa hari dia ptidak terlihat. Saya bertanya ke penjaga kos, pindah kemana dan kenapa. Rupanya, setelah saya melaporkan keberadaan kaos kaki saya dimana kepada sang binatu, dia menyampaikan ulang kepada ibu kos. Saat itulah, anak itu muncul dan turut mendengarkan. Mungkin merasa malu, anak itu pindah.

Seorang kerabat yang baru saja selamat dari operasi kanker payudara, meminta tolong saya untuk memunguti kaos kaki yang bertebaran di lantai, pada sebuah acara keluarga. Sambil tersipu, dia masuk kamar sambil menggenggam kaos kaki yang saya serahkan. Tak berapa lama dia kembali lagi ke kerumunan dengan lebih percaya diri. Kelak saya tahu, bahwa kaos kaki yang sempat tercecer itu dia gunakan untuk mengganjal bra-nya yang kempis.

Kali lain, atasan saya pergi ke Amerika untuk beberapa minggu. Dia membawa sejumlah oleh-oleh yang dibagi sama rata kepada bawahan-bawahannya. Suatu waktu ketika saya window shopping di sebuah department store, saya membeli sepasang kaos kaki bermotif bendera Amerika warna gelap, plus teks USA berulang-ulang. Keesokan harinya, saya pakai kaos kaki baru itu. Seorang teman menyindir saya berkali-kali, yang katanya saya bawahan kesayangan boss hingga diberi 'kado' lebih.

Kaos kaki juga pernah membuat tali persahabatan saya dengan seorang rekan kerja terganggu. Saya dan sejumlah teman di kantor sedang bercanda hingga tertawa terpingkal-pingkal. Saya dan beberapa teman baru saja selesai sembahyang Ashar dan sepatu belum kembali dikenakan. Karena lepas kontrol, saya melemparkan sebuah kaos kaki ke arah teman saya. Tanpa saya duga, dia marah sekali. Berminggu-minggu dia tak ingin bersapa walaupun saya sudah meminta maaf.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.