Skip to main content

Kartun Sigaret

Waktu 'A Mild' bikin iklan versi kepiting, karena menggunakan pendekatan kartun, iklan tersebut diprotes dimana-mana. Alasannya, dikuatirkan dapat membujuk anak-anak untuk merokok. Padahal iklan rokok pada umumnya, hanya boleh ditayangkan di atas jam 10pm. Orang tua ajaib mana hayo, yg masih membiarkan anak-anaknya masih melek dan nonton tv di atas jam segitu?

Saat ini masih beredar, iklan 'LA Lights' dengan pendekatan sama walaupun dikombinasi dengan model orang sungguhan. Namun tak ada yang protes.

Asumsi santai saya:
1. A Mild salah memilih hewan untuk dikartunkan. Kepiting terkesan imut, sehingga yang imut-imut biasanya dekat dengan dunia anak-anak. Coba kalo yang dipilih adalah buaya.
2. Karena iklan A Mild waktu itu sebetulnya digemari juga oleh orang dewasa. Lalu orang-orang dewasa itu berpikir, 'Gue aja yang udah bangkotan suka dengan iklan itu, gimana dengan anak-anak gue?'. Dengan kata lain, iklan A Mild yang sekarang beredar kurang menarik sehingga tidak menimbulkan pro kontra.
3. Karena kala itu mengiklankan rokok dengan pakai kartun itu dianggap baru di republik ini, maka sensasional. Semua orang merasa perlu bereaksi. Jika kemudian ada merek lain ikut-ikutan, akan dianggap biasa. Maka, ketika ada pameran foto bugil (Anjasmara) pertama kali di Indonesia diributkan, maka besok-besok jika ada yang bugil lagi, akan sangat biasa.

Kelihatan 'kan, pola pikir dan gerak masyarakat kita?

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.