Skip to main content

Perjalanan Akhir

ada ruang yang tak dapat dipadati oleh bentuk apapun kecuali
kehadiranmu
aku menunggu hingga lembar udara terakhir kukunyah
dimana kau

rasa sakit yang dapat kutakar
namun tanpa kau di sampingku, diriku semakin terkulai tanpa daya
derit waktu menjadi jagal yang kian menyakitkan
kupikir kaulah dajal yang bertanggung jawab atas diriku
dimana kau

angin bersirip menebas malam
diiringi dandang gula dimatikannya aku
ketam, belut, jari manis, dan hewan-hewan sungai air tawar menutup
jasadku dengan doa tak berjudul
dimana kau

seorang lelaki berjubah terang menuntunku berjalan bersisian pada
sebilah garis
kututup mata karena tak indah pemandangan dapat kukenang
namun batinku masih jelas dapat menatap
perjalanan aneh
masih berharap kau
mengejakan setiap gerak yang tak dapat kubaca maknanya
menghalaukan keraguanku atas perjalanan yang kutahu kemana arahnya
mengenalkanku pada sosok yang menggiringku entah untuk apa
menghilangkan dahagaku
menenangkan ruhku

adalah rasa sedingin es yang membuatku berani membuka mata
dan lelaki berjubah terang telah berubah menjadi gumpalan terang
berbentuk bunyi pilu
suara hatikukah? mengharap kekasih bersamaku saat maut kujelang
lalu gumpalan sinar itu meredup ketika amarah menjadi alasan mengapa
aku berontak untuk berbalik
ketika aku mendapati diriku berlari barbalik arah
gelap gulita nyaris menyesatkan
dimana kau

hingga aku putus asa
hingga aku mengalah untuk kembali pada gumpalan terang yang adalah
jiwa mudaku
biar kau pergi saja
biar tak kau temukan aku dimana

aku pada sepetak lapang mahaluas
kilau terang menjadi pertanda yang menyejukkan
aku gaib yang telah meninggalkan kefanaan
pada dimensi yang tak dapat kaukunjungi
sebab hingga ratusan tahun menjelang
aku akan sibuk dengan penciptaku
menaiki tangga demi tangga kearifan
menyusuri keabadian gemilang terang
meski tanpa kau

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.