Skip to main content

Semua yang Terlihat Sesuai dengan Prasangka

Setiap kali saya berkomentar atau bertanya tentang sesuatu hal, seorang sahabat saya selalu mengingatkan: "Segala sesuatu itu terlihat seperti prasangkamu."

Sering kita membiarkan diri kita dikuasai oleh prasangka. Padahal kenyataannya jauh dari apa yang kita duga. Banyak hubungan antar manusia jadi buruk karena prasangka..

Ada yang berprasangka karena keadaan membuatnya begitu, namun ada juga orang yang memang senang berimajinasi, membuat prasangka-prasangka.

Saya memiliki sebuah kencan. Setelah berputar-putar, akhirnya kami berhenti pada sebuah lokasi. Bukan tempat romantis. Tidak juga bersih dan justeru terkesan kurang aman dan mengerikan. Kencan saya mungkin bertanya-tanya mengapa saya mengajaknya ke tempat seperti itu. Saya katakan, "Tempat ini akan indah sesuai dengan prasangkamu. Pun akan mengerikan sesuai dengan prasangkamu."

Seorang sahabat menelpon saya dengan gusar. Pada sebuah mailing list yang kami bersama, seorang anggota mengirimkan email yang agak menyudutkan sahabat saya itu. Sahabat saya menduga ada pihak lain yang ikut berperan di belakang munculnya email tersebut. Saya katakan, "Take it easy. Belum tentu hal yang disangka itu sesuai dengan kenyataan."

Sahabat lain, berantem hebat dengan pasangannya gara-gara sang pasangan menerima telepon berkali-kali ketika malam larut. Atau ketika tiba-tiba dipanggil pejabat dari kantor pusat. Dia menduga ini, menduga itu, hal-hal yang buruk. Gelisahnya bukan main. Dia sama sekali tak tahu apa-apa mengenai alasan pemanggilan itu. Saya bilang, "Tenang. Hingga waktunya tiba, lu akan tahu apa yang terjadi." Rupanya dia mendapat promosi.

Beberapa waktu lalu, saya menjalin sebuah hubungan bisnis dengan seseorang yang sekaligus adalah sahabat. Pernah saya memergoki dia meng-download sesuatu dari komputer kantor. Saya curiga dia mencuri data-data perusahaan, Saya pernah melihat dia membaca-baca dokumen yang ada di atas meja. Saya menyangka dia sedang memata-matai. Dan kegiatan-kegiatan lain yang dia lakukan yang membuat saya senewen. sesuatu dari komputer kantor. Saya curiga dia mencuri data-data perusahaan, Saya pernah melihat dia membaca-baca dokumen yang ada di atas meja. Saya menyangka dia sedang memata-matai. Dan kegiatan-kegiatan lain yang dia lakukan yang membuat saya senewen.

Saya seperti tak pernah leluasa jika ada dia. Saya menginstruksikan agar semua orang waspada jika dia berkunjung. Hal lain yang membuat hati saya tak tenang, dia sering kali datang ke kantor ketika semua orang sudah pulang. Dia melakukan itu karena merasa sudah dekat dengan saya.

Saya tersiksa dan terus berburuk sangka. Sampai akhirnya, saya perlu berbuat sesuatu. Namun adalah tak mungkin untuk meminta agar dia tak datang-datang lagi apalagi mengusirnya. Saya tak ingin merusak persahabatan saya. Sesuatu harus dilakukan dari dalam diri saya.

Lalu saya membuka hati baik saya dan menutup hati yang jahatnya. Saya ikhlaskan. Saya biarkan apapun yang orang itu lakukan hingga tak membuat hati saya bimbang. Saya tak ingin pikiran saya dikuasai oleh prasangka negatif. Biarlah dia melakukan apapun yang dia mau.

Syukurlah, semua jadi begitu mudah dan ringan. Saya tak lagi merasa akan dicurangi. Biarlah.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.