"Kamu masih Islam?"
Seorang sahabat bertanya, ketika saya membuka percakapan lewat ponsel dengan mengucap 'assalamualaikum'. Tentu saja saya tak perlu tersinggung. Apa yang saya lakukan akhir-akhir ini memang mengundang sejumlah prasangka.
Sejak setahun terakhir ini, saya tertarik memperdalam hal-hal yang berbau spiritual. Bukan berarti tiba-tiba saya menjadi religius. Saya membaca berbagai buku dan diskusi. Saya bergaul dengan pihak-pihak non muslim. Untuk sekedar mencari tahu mengapa mereka begini begitu. Sebuah petualangan batin yang saya alami kemudian. Dan ini urusan saya.
Saya mengganti kata 'Allah' dengan 'Tuhan', karena saya bergaul dengan sahabat-sahabat yang heterogen latar belakang agamanya. Kemudian saya mengganti kata 'tuhan' dengan 'alam semesta' karena ternyata sahabat-sahabat saya itu atheis. Mengaku beragama tapi tak berperilaku agamis. Tentu mereka beribadah, namun hanya untuk menunjukkan bahwa mereka memeluk agama. Dalam kenyataan sehari-hari, mereka tetap melakukan hal-hal tak baik. Bergunjing, membohongi pasangan, memupuk permusuhan, dan lain-lain. Seperti saya juga yang kerap berbuat hal-hal tak benar.
Saya menyebut 'alam semesta' karena saya mendapati Tuhan ada di mana-mana. Tuhan adalah ada dan tiada. Terlihat dan tidak terlihat. Saya melihat Tuhan pada hujan besar yang turun tiba-tiba mencegat langkah saya yang sedang terburu-buru. Maka saya mengajari diri untuk tidak mengeluh. Saya melihat Tuhan pada seorang pengemis, maka saya mengajari diri untuk berempati. Saya melihat Tuhan pada lantai rumah yang kotor, maka saya mengajari diri bagaimana harus bertindak.
Tuhan ada di mana-mana. Tuhan adalah segala kebaikan. Maka saya ingin melihat segala sesuatunya dengan pandangan kebaikan. Bahwa ada kebaikan pada hujan yang turun deras tiba-tiba. Ada kebaikan pada pengemis yang mendatangi saya. Ada kebaikan juga pada lantai yang tidak bersih. Tuhan ada pada baju yang saya kenakan walaupun tidak berharga mahal dan sudah belel. Tuhan ada pada kursi yang saya duduki setiap hari. Tuhan ada pada tuts keyboard yang saya sentuh. Tuhan ada di mana-mana. Tuhan adalah Alam Semesta.
Tuhan adalah segala kebaikan. Saya selalu berdoa agar selalu energi kebaikanlah yang ada di sekitar saya. Maka ketika ada satu dua hal yang menghindari saya, saya anggap hal-hal itu adalah mara bahaya yang memang seharusnya menjauhi saya.
Tuhan ada di mana-mana. Karena Tuhan adalah esensi dan pokok. Saya tak akan bisa menemukannya kecuali saya merasakannya. Dengan cara inilah saya menghargai hidup, mensyukuri segala yang saya miliki, menghormati semua bentuk ciptaan. Dan ini adalah urusan saya.
Seorang sahabat bertanya, ketika saya membuka percakapan lewat ponsel dengan mengucap 'assalamualaikum'. Tentu saja saya tak perlu tersinggung. Apa yang saya lakukan akhir-akhir ini memang mengundang sejumlah prasangka.
Sejak setahun terakhir ini, saya tertarik memperdalam hal-hal yang berbau spiritual. Bukan berarti tiba-tiba saya menjadi religius. Saya membaca berbagai buku dan diskusi. Saya bergaul dengan pihak-pihak non muslim. Untuk sekedar mencari tahu mengapa mereka begini begitu. Sebuah petualangan batin yang saya alami kemudian. Dan ini urusan saya.
Saya mengganti kata 'Allah' dengan 'Tuhan', karena saya bergaul dengan sahabat-sahabat yang heterogen latar belakang agamanya. Kemudian saya mengganti kata 'tuhan' dengan 'alam semesta' karena ternyata sahabat-sahabat saya itu atheis. Mengaku beragama tapi tak berperilaku agamis. Tentu mereka beribadah, namun hanya untuk menunjukkan bahwa mereka memeluk agama. Dalam kenyataan sehari-hari, mereka tetap melakukan hal-hal tak baik. Bergunjing, membohongi pasangan, memupuk permusuhan, dan lain-lain. Seperti saya juga yang kerap berbuat hal-hal tak benar.
Saya menyebut 'alam semesta' karena saya mendapati Tuhan ada di mana-mana. Tuhan adalah ada dan tiada. Terlihat dan tidak terlihat. Saya melihat Tuhan pada hujan besar yang turun tiba-tiba mencegat langkah saya yang sedang terburu-buru. Maka saya mengajari diri untuk tidak mengeluh. Saya melihat Tuhan pada seorang pengemis, maka saya mengajari diri untuk berempati. Saya melihat Tuhan pada lantai rumah yang kotor, maka saya mengajari diri bagaimana harus bertindak.
Tuhan ada di mana-mana. Tuhan adalah segala kebaikan. Maka saya ingin melihat segala sesuatunya dengan pandangan kebaikan. Bahwa ada kebaikan pada hujan yang turun deras tiba-tiba. Ada kebaikan pada pengemis yang mendatangi saya. Ada kebaikan juga pada lantai yang tidak bersih. Tuhan ada pada baju yang saya kenakan walaupun tidak berharga mahal dan sudah belel. Tuhan ada pada kursi yang saya duduki setiap hari. Tuhan ada pada tuts keyboard yang saya sentuh. Tuhan ada di mana-mana. Tuhan adalah Alam Semesta.
Tuhan adalah segala kebaikan. Saya selalu berdoa agar selalu energi kebaikanlah yang ada di sekitar saya. Maka ketika ada satu dua hal yang menghindari saya, saya anggap hal-hal itu adalah mara bahaya yang memang seharusnya menjauhi saya.
Tuhan ada di mana-mana. Karena Tuhan adalah esensi dan pokok. Saya tak akan bisa menemukannya kecuali saya merasakannya. Dengan cara inilah saya menghargai hidup, mensyukuri segala yang saya miliki, menghormati semua bentuk ciptaan. Dan ini adalah urusan saya.
Comments