Skip to main content

Angel Lelga for Next Playboy Indonesia Cover?


Terbitnya majalah Playboy Indonesia, menuai sejumlah hujatan hingga tindakan anarki. Anarki yaitu tindakan yang dilakukan oleh masyarakat tanpa mengindahkan peraturan bahkan hukum.

Masyarakat bisa berbuat nekad begitu bisa karena berbagai alasan. Yang jelas keputusasaan mereka sepertinya harus dimaklumi, walaupun tak perlu dibenarkan. Bayangkan, mereka merasa berjuang demi agama dan negara, namun dukungan yang mereka dapatkan hanya sedikit saja. Baik aparat, pemerintah, bahkan MUI tak bisa menghentikan terbitnya majalah tersebut, karena Playboy terbit sesuai prosedur. Bisa-bisa pihak Playboy balik memperkarakan. Karena dalam undang-undang pers tidak ada larangan menerbitkan media asing manapun tanpa kecuali.

Saya sendiri tidak terlalu anthusias dengan terbitnya Playboy di Indonesia.Sejak rama-ramai rencana majalah ini mau diterbitkan, saya sudah berpendapat bahwa sebaiknya Playboy tidak terbit di Indonesia. Dalam sebuah diskusi dengan Tiara Lestari, model Indonesia yang pernah berpose polos di Playboy terbitan Spanyol, dia pun sependapat mestinya siapapun tidak berinvestasi untuk mengedarkan apalagi menerbitkannya di sini. Nama Playboy terlalu beresiko, seolah bendera pornografi memang layak dikibarkan di republik ini

Setelah Andhara Early yang sudah menghiasi sampul perdana, lalu siapa lagi yang bakal dimunculkan untuk edisi-edisi berikutnya? Saya merasa, sebesar apapun resiko yang bakal dihadapi para model yang majang di sana, masih akan begitu banyak perempuan yang mau tampil. Apalagi jika hanya sekedar terlihat seksi tanpa harus menanggalkan seluruh busana.

Sekedar berandai. Jika kini keputusasaan menghantui para redaksi Playboy Indonesia karena langkahnya seolah tidak diridhoi sekalian bikin another controversial sebagai gimmick agar jualannya laku, saya menyarankan agar mereka mengontak Angel Lelga. Jika Early saja layak tampil, kenapa juga dengan Lelga? Cantik, pernah punya kasus yang sensasional, haus popularitas, dan butuh uang. Syarat-syarat yang juga dimiliki Early.

[foto dari internet]

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.