Skip to main content

Mimpi tentang Bayi: Setiap Malam, Bertahun-tahun


Saya terobsesi dengan mimpi. Sebisa mungkin, saya selalu mencoba mencari makna dari setiap mimpi yang saya alami. Karena obsesi ini, setiap hari saya terus memekakan diri untuk mengingat, menandai setiap simbol, hingga memaknainya. Pekerjaan pikiran ini dimulai dengan memilah mana mimpi yang perlu diperhatikan serius, mana yang boleh dilupakan saja.

Saya kehilangan Bapak, sesuai dengan tanda-tanda yang saya dapat lewat mimpi. Kehilangan seorang saudara perempuan, ditandai dengan mimpi pula. Hal lain yang lalu membuat saya sangat perlu mengerti arti mimpi, karena saya pernah mendapatkan mimpi tentang bayi atau batita selama bertahun-tahun! Setiap malam! Kadang bayi itu berperan sebagai anak dari saudara, anak Ibu, anak saya. Tiba-tiba saja bayi ada dalam gendongan, lagi merangkak, lagi tidur, dan beragam tindakan lain.

Sebetulnya, saya tak terlalu merasa terganggu. Cuma tentu saja membuat saya berpikir keras. Bagaimana mungkin saya mendapatkan mimpi dengan thema yang mirip selama bertahun-tahun dan setiap malam?

Sejauh saya mencari tahu dan bertanya kemana-mana, tak satu pun memuaskan. Tentu saja saya merasa perlu mencari tahu jawaban dari misteri mimpi saya supaya bisa melakukan tindakan jika betul-betul itu adalah pesan penting. Apakah mimpi-mimpi tersebut adalah pbenar-benar pesan dimana saya harus melakukan sesuatu? Apakah bayi-bayi itu adalah 'anak-anak' saya entah dari mana yang harus saya perhatikan? Sungguh, saya pernah sangat bingung.

Suatu ketika, saya bertemu seorang tetangga. Iseng saya bercerita. Beliau menanggapi dengan serius. "Bayi-bayi itu bisa saja berarti benda pusaka. Apakah di rumah ini ada yang menyimpan sejenis benda pusaka?" tanyanya. Saya teringat dengan sejumlah keris, pisau, batu-batuan, mata tombak, dan lain-lain yang pernah dikumpulkan oleh almarhum Bapak.
Menurut Ibu, Bapak mendapatkan benda-benda pusaka yang jumlahnya banyak itu tidak dengan cara-cara aneh. Benda-benda itu datang dengan sendirinya. Tentu saja jika dipikir dengan logika, agak susah dimengerti. Bapak akan menemukan mereka di bawah sejadah, di atas kusen pintu, di atas permukaan kolam. Di lokasi-lokasi yang tak terduga dan dengan cara yang 'kok bisa?' Seolah seseorang sudah meletakkannya sesederhana mungkin hingga Bapak menemukannya.
"Mungkin kamu diingatkan untuk merawat benda-benda pusaka itu."

Dalam waktu singkat, saya mengumpulkan dan menyimpan semua benda pusaka peninggalan Bapak. Tapi saya tidak tahu harus bagaimana. Gnti waktu, saya bertemu lagi dengan tetangga itu. "Salah satu dari benda itu, ada yang memang harus kamu pegang." Kembali saya bingung, bagaimana bisa menemukan mana yang harus saya pegang dari belasan benda itu. Tak ada label yang menunjukan.

"Sebelum tidur, niatkan untuk mendapatkan petunjuk. Mungkin bisa lewat mimpi jawaban itu kamu dapatkan." Benar saja. Sesosok kakek bertelanjang dada, kurus, berambut putih panjang dengan ikat kepala datang menghampiri. Beliau menyerahkan sebilah keris, mirip dengan salah satu benda pusaka yang ada.

"Apakah benda-benda itu ada penghuninya?" tanya saya ketika bertemu lagi dengan tetangga itu.
Begitulah. Sejak saat itu, mimpi-mimpi saya tentang bayi berakhir. Misteri mimpi tentang bayi yang saya alami setiap malam selama bertahun-tahun telah terpecahkan. Namun cerita tak berakhir begitu saja. Hal-hal gaib lain yang seru jadi sering saya alami. Cerita-cerita yang tak bisa saya sampaikan ke sembarang orang karena tentunya saya tak ingin berdebat untuk hal-hal yang tidak mereka yakini.

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.