Siapa pun yang berpikir arif, akan menilai bahwa bentrokan pendukung Gus Dur dan Front Pembela Islam adalah suatu kebodohan belaka. Mereka berseteru untuk sebuah perjuangan atas sebuah keyakinan bahwa masing-masing dari mereka sedang mengibarkan bendera kebenaran yang paling benar. Kasihan sekali.
Entah kenyamanan berupa apa yang mereka peroleh dari pemimpin yang dipujanya atau bahkan dari organisasi yang menaungi hingga mereka rela mempertaruhkan hidup demi fanatisme buta. Hmm, jika saya sampai harus melakukannya, saya sudah harus memiliki jaminan bahwa susu untuk anak saya dalam stok yang aman, tabungan dengan jumlah cukup untuk anak dan isteri, dan asuransi, baik kesehatan maupun kematian yang boleh diklaim jika sesuatu hal buruk terjadi sama saya selama ‘perjuangan’ saya itu. Well, namanya orang merdeka, mereka memang berhak memilih dan melakukan apa saja yang bisa mereka lakukan.
Gus Dur, Sarumpaet, dan mungkin ribuan masyarakat menghendaki agar FPI dibubarkan saja. Sepak terjang kelompok ini sudah diakui kebrutalannya. Menyebarkan terror kecemasan dan ketakutan. Mereka memaksakan kehendak agar pihak-pihak yang disantroni menurut dan tunduk.
Jika FPI harus dibubarkan, saya tak terlalu sependapat. FPI telah menyebar dan tumbuh kokoh di sejumlah kota. Belum tentu sebuah partai politik memiliki anggota yang fanatis seperti orang-orang yang tergabung di FPI. Ini adalah hebat, luar biasa.
Saya cenderung setuju jika kelompok sekaliber FPI tetap dipertahankan. Namun dengan mengarahkan mereka pada sebuah track yang bisa diterima oleh semua orang. Merubah ketidaksukaan menjadi simpati. Membuat mereka lebih bermartabat dan dipandang baik oleh masyarakat tradisional maupun modern, masyarakat nasional maupun internasional, dihargai baik oleh umat seagama, maupun yang tak seagama.
Saya menganjurkan agar para pemimpinnya berguru pada ahli public speaking. Kalau perlu, mereka mengikuti sebuah media couching agar terlihat pintar dan bijaksana ketika berhadapan dengan media dan masyarakat umum.
Para pengikutnya, dibekali etika yang mendasar. Agar mereka bisa menghargai orang lain dengan lebih santun. Mereka juga perlu diajari bersopan-sopan di jalan raya, pengetahuan tentang rambu-rambu, marka jalan, dan lampu lintas.
Kelompok ini perlu juga sentuhan seorang choreography agar demonstrasi yang mereka lakukan lebih menjadi happening art yang menarik untuk ditonton. Setiap mereka beraksi, orang bukan lari terbirit-birit menghindar, tapi justeru mengelu-elukan.
Selanjutnya, menciptakan mereka agar tidak kebal hokum. Perlu juga menetralkan mereka dari pihak-pihak yang berani mengeluarkan uang atau negosiasi kotor agar kelompok ini mendukung pihak-pihak tersebut.
Hal yang terpenting adalah merubah blue print. Untuk apa selama ini mereka ‘berjuang’? Merusak café, bar, hotel yang menjual alcohol dan menyediakan prostitusi? Melibas orang-orang yang bekerja untuk pornografi dan pornoaksi?
Mari kita baca bersama: FRONT PEMBELA ISLAM. Sang pembela yang mestinya bisa mengayomi, melindungi, dan benar-benar membela yang benar.
Comments