Skip to main content

Halo! Saya Punya Ide buat Kalian!

Saya menghubungi seorang kawan, minta bertemu untuk membicarakan sebuah proposal kerja sama. Waktu pertemuan telah disepakati bersama. Saya menyiapkan hari saya dengan sebuah perencanaan yang sederhana saja sebetulnya. Karena janji adalah komitmen, maka saya dedikasikan waktu, tenaga, pikiran, dan segalanya untuk menyempurnakan komitmen itu. Apalagi dalam hal ini, saya yang sedang memburu kawan saya itu untuk barangkali dia bisa membantu.

Saya selalu mengupayakan agar berpikiran positif dan tidak berprasangka. Dalam kasus ini, saya memposisikan diri sebagai diri saya sendiri. Saya akan bergembira bukan main jika misalnya, ada seseorang datang bahkan jika pun saya belum kenal dia sebelumnya, mengajukan ide untuk kerja sama.

Saya mungkin perlu berkorban waktu untuk menerima dia. Menyisihkan waktu luang. Meluangkan tenaga, perhatian, dan pikiran untuk mendengarkan dan mnerima apa yang dipresentasikan orang tersebut. Masya allah, jika ternyata ide orang itu justeru akan menyelamatkan karir dan bahkan mungkin hidup saya suatu ketika, betapa cerobohnya jika karena alasan tak masuk akal saya menolak menerima orang itu?

Beberapa menit sebelum waktu yang ditentukan, saya sudah tiba di kantornya. Apa yang terjadi? Kawan saya rupanya sekian menit lebih dulu meninggalkan kantor! Saya terkesima. Apa dia lupa dengan janjinya? Saya lalu menghubungi senpol dia. Tak diangkat. Saya kirim pesan singkat. Tak lama dia menghubungi saya. Minta saya titipkan saja proposal yang saya bawa. Saya bingung. Bukan begitu kesepakatannya, protes saya dalam hati.

Beberapa menit saya melongo. Tidak menyangka saja hal ini bisa saya alami. Seorang kawan, berkedudukan tinggi pada sebuah perusahaan multi nasional, memperlakukan orang yang membawa sebuah ide besar buat perusahaan dan karirnya, dengan cara yang kurang terpuji?

Not even said sorry, walaupun bukan itu yang saya tuntut. Not even an explanation why he acted like that.

Well, saya memang sedang menjajaki hal baru dalam karir saya. Menjual ide! Ide besar! Maka saya menggedor pintu banyak orang. Halo, halo! Saya punya ide untuk kalian! Ide saya bisa menyelamatkan karir dan hidup kalian!

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.