Saya kagum dengan sikap para wali gereja di Indonesia yang bersikap adem, seadem juice, untuk tetap membiarkan film DaVinci Code tetap beredar di Indonesia. Sikap tersebut pun diikuti hampir semua penganut dan kelompok-kelompok Nasrani.
Catatan dari saya, diantaranya:
1. Adanya kedewasaan berpikir dan bertindak dari pihak gereja dan umatnya, untuk tidak terprovokasi dan kuatir yang berlebihan. Ketika mereka yakin bahwa kisah yang difilmkan adalah fiktif, tak penting untuk buang-buang energi dan waktu untuk bereaksi menentang peredaran film tersebut. Para wali gereja percaya bahwa film ini tak akan menggoyahkan keimanan umat kristiani.
2. Sikap menentang yang berlebihan seperti yang dilakukan oleh India, Thailand. dan bahkan Vatikan akan hanya berakibat diskusi hebat yang mempertanyakan kebenaran kisah dari film/novel tersebut. Hal tersebut juga akan berpotensi menuai underestimate dari penganut agama lain yang menganggap bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang paling baik.
Saya jadi berharap, dengan dilepasnya film DaVinci Code ke pasaran oleh Lembaga Sensor Film akan menjadikan kriteria penyensoran jadi semakin longgar. Sehingga film-film yang berthema Jews dan penderitaannya, seperti Schindle's List dan Munich boleh juga diputar di negeri ini. Tidak seperti yang selama ini terjadi.
Bangsa Indonesia selalu merasa perlu tahu sejarah yang sebenar-benarnya tentang peralihan kekuasaan Soekarno-Soeharto, penculikan para jenderal di Lubang Buaya, hingga penembakan para mahasiswa di Universitas Tri Sakti, maka umat muslim pun perlu tahu bahwa misi bangsa Yahudi menduduki tanah Palestina karena sebuah alasan yang jelas.
Siapkah bangsa yang mayoritas penduduknya mengaku menganut Islam ini menerima sebuah tontonan yang menjungkirbalikkan kepercayaan mereka selama ini? Saya rasa tidak. Maka, kagumilah minoritas yang legowo mempersilakan sejarah agamanya sedang diobok-obok.
Comments