Skip to main content

NewsSetting: Titiek Soeharto, Belum Sampai Titik

Kemunculan Titiek Soeharto sebagai presenter acara liga dunia sepak bola di SCTV mengagetkan banyak orang. Orang-orang merasa terganggu dengan kehadiran dia yang tidak becus bicara bola. Langkah yang diambil SCTV selanjutnya adalah menghentikan pemunculan putri mantan presiden kita itu.

Ketidaksukaan public terhadap Titiek bisa ruapa-rupa alasannya. Bisa karena dia memang tidak mengerti tentang persepakbolaan, bisa karena dia tidak bisa berkomunikasi dengan baik, atau bisa juga karena orang jengah melihat generasi Soeharto harus menjadi bagian dari kehidupan para pecinta bola, setidaknya selama waktu kegiatan piala dunia berlangsung.

Bukan uang yang janda Prabowo itu cari. Kita percaya itu. Bukan pula sekedar memaksakan kehendak kepada SCTV agar dia bisa menjadi presenter. Sebagai salah seorang pemilik saham di stasiun TV itu, dia bisa menjadi apapun yang dia mau.

Ketika untuk pertama kali saya menontonnya, saya geleng-geleng kepala terkesima. Takjub! Tentu bukan takjub karena kepiawaian Titiek jadi pemandu acara. Saya mengendus ada sebuah strategi hebat di belakang aksi tersebut.

Saya percaya, SCTV tak akan gegabah menarik seseorang untuk dijadikan presenter. Apalagi acara piala dunia dimana berjuta orang di tanah air dan di dunia sedang berkiblat perhatian ke sana. Ada maksud terselubung di balik ini semua.



Kejatuhan Soeharto dari bangku kepresidenan, seperti turut meruntuhkan semua hal yang pernah dibangun oleh keluarga ini selama puluhan tahun. Panggung politik adalah sarana paling strategis untuk mencapai kekuasaan. Setelah Tutut gagal, kini giliran Titiek yang dicoba kemampuannya menarik simpati rakyat Indonesia.

Bagi Titiek, muncul sebentar atau pun lama, tidak menjadi soal. Karena yang dia dan segelintir orang yang berada di belakangnya cari adalah sensasi. Titik ingin muncul ke permukaan! Lebih jelas lagi, Titiek ingin masuk gelanggang politik!

Syukur-syukur jika masyarakat menerima kehadirannya lewat tayangan TV. Jika itu terjadi, Titiek bisa menjadi duta keluarga Cendana untuk bisa menyusup ke tengah-tengah rakyat Indonesia lagi.

Meskipun Pemilu yang akan datang masih hitungan tahun, namun strategi untuk muncul di kancah pesta politik terbesar itu, persiapan harus sudah dilakukan. Termasuk apa yang dilakukan oleh Titiek Prabowo.

Kita tunggu saja, apa yang selanjutnya akan dilakukan oleh perempuan ini.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.